Apa saja macam-macam Musibah ?

Musibah

Musibah adalah segala apa yang diderita atau dirasakan oleh seorang mukmin. Musibah ini biasanya diucapkan jika seseorang mengalami malapetaka, walaupun malapetaka yang dirasakan itu ringan atau berat baginya. Kata musibah ini juga sering dipakai untuk kejadian-kejadian yang buruk dan tidak dikehendaki.

Apa saja macam-macam Musibah ?

Setiap orang yang beriman itu selalu diuji. Allah swt menguji keimanan mereka dengan pengetahuan yang menyangsikan atau meragukan keimanan mereka. Seperti yang pernah dialami orang-orang sebelum kamu.

1. Musibah dilihat dari segi keimanan

Dalam pandangan keimanan musibah dibedakan menjadi dua, yaitu:

Musibah Dunia

Musibah Dunia adalah musibah yang menimpa di dunia serta dapat menimpa semua umat manusia di bumi ini. Seperti musibah yang berupa bencana alam baik yang di darat, laut, dan air atau yang menimpa raga manusia secara khusus seperti beragam penyakit yang menimpa jasadnya.

Musibah Akhirat

Musibah ini menimpa manusia pada saat di dunia dan yang berkaitan langsung dengan kehidupan akhirat nantinya. Yang dimaksud dengan musibah dalam bentuk ini yaitu musibah yang menimpa keberagamaan atau keimanan seseorang. Perlu diketahui musibah dalam bentuk ini adalah musibah yang paling besar. Contohnya, seseorang yang dulu rajin beribadah kini bermalas- malasan atau orang yang dulu taat kini meninggalkan dan suka kemaksiatan. Inilah musibah yang tidak ada keberuntungannya sama sekali.

2. Musibah dilihat dari segi bentuknya

Kalau dilihat dari segi bentuknya, musibah ini dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu terdiri dari :

Musibah Natural (Alam)

Musibah Natural adalah musibah yang terjadi tanpa ada unsur kesengajaan atau bisa dikatakan terjadi secara alami dan sudah menjadi ketentuan-Nya. Musibah dalam bentuk ini biasanya dapat diketahui setelah peristiwa itu terjadi. Musibah ini memaksa manusia untuk menerimanya. Sebagai contoh : Jatuhnya Pesawat karena cuaca buruk, Kebakaran akibat gesekan listrik, Wabah Penyakit seperti Virus Atrak, Flu Burung, Flu Babi, Badai Tsunami 2004 di NAD yang memakan korban 250 ribu jiwa di Indonesia dan lebih dari 300 ribu jiwa di Asia. Musibah ini merupakan ujian keimanan dan kesabaran bagi orang-orang mukmin.

Musibah Kultural

Yang dimaksud dengan musibah kultural adalah musibah yang terjadi karena kebiasan buruk manusia. Misalnya kurang bersihnya lingkungan menimbulkan Penyakit Malaria dan DBD, membuang sampah sembarangan, penggalian tambang dan penebangan pohon liar dapat mengakibatkan Banjir, Tanah Longsor, Penyakit Kulit Pendu di Teluk Buyat akibat sampah Mercuri. Semua itu adalah contoh peran kultur manusia yang mendatangkan berbagai musibah.

Musibah Struktural

Musibah Stuktural adalah musibah yang terjadi disebabkan oleh sistem hidup yang rusak yang tidak layak diterapkan di tengah-tengah manusia. Seperti jatuhnya nilai mata uang yang mengakibatkan mahalnya harga BBM, sulitnya lapangan kerja, tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, membengkaknya utang luar negeri, meningkatnya angka pengangguran dan kriminal, penjajahan dan pembantaian. Kondisi ini bisa dilihat misalnya di Irak dan Palestina.

Di antara ketiga bentuk musibah di atas dapat disimpulkan bahwa musibah Natural terjadi atas kehendak-Nya sedangkan musibah kultural dan struktural lebih banyak terjadi sebagai akibat peran dan ulah manusia. Sebagaimana firman Allah:

Artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. al- Rum [30]: 41)

Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwasanya kerusakan yang terjadi di darat, dan di laut yang berupa terhentinya hujan dan menepisnya tumbuh-tumbuhan serta banyah negeri-negeri yang kekeringan sungainya itu disebabkanoleh perbuatan-perbuatan maksiat manusia. Allah swt mengirimkan musibah ini supaya mereka merasakan hukuman dari perbuatan mereka supaya mereka bertobat secepatnya.

3. Musibah dilihat dari segi fungsinya

Sedangkan jika dilihat dari fungsi musibah itu sendiri, maka musibah dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu:

Musibah sebagai ujian/cobaan

Musibah ini diberikan Allah swt kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menguji keimanan dan kesabaran mereka, agar diketahui siapa di antara mereka yang imannya benar-benar mutiara dan yang imannya sekedar pecahan kaca. Musibah itu bertujuan untuk menimpa manusia yang beriman agar tidak berputus asa terhadap musibah yang menimpanya.

Setiap orang yang beriman pasti akan diuji. Allah swt menguji keimanan mereka dengan pengetahuan yang menyangsikan atau meragukan keimanan mereka. Seperti yang pernah dialami oleh orang- orang sebelum kamu.

Seorang yang mengaku sudah beriman kepada Allah swt belum tentu sungguh-sungguh beriman. Karenanya Allah swt perlu menguji mereka yang mengaku beriman dengan sesuatu, misalnya berupa banjir bandang, gempa bumi, penyakit, atau kesulitan ekonomi. Jika mereka tetap sabar dan istiqomah di jalan Allah swt berarti mereka itulah yang sungguh-sungguh beriman dan Allah swt akan menaikkan derajatnya sekaligus menghapus sebagian dosa-dosanya melalui musibah itu. Mereka akan mendapat kabar gembira berupa surga dan kenikmatan yang ada di dalamnya.

Sejak zaman azali, Allah swt Yang Maha Tahu atas berbagai perkara yang gaib sesungguhnya telah mengetahui keimanan yang palsu maupun keimanan yang benar. Hanya saja, sifat keadilan-Nya mengabaikan semua itu. Maksudnya, tidak lain agar melalui musibah ini, manusia dapat mengambil pelajaran atas kebenaran atau kebohongan keimanannya, sehingga pada hari Kiamat kelak, ia tidak memiliki dalih apa pun.

Musibah sebagai peringatan

Bagi setiap muslim, musibah bisa sebagai peringatan agar mereka mau kembali ke jalan yang benar. Musibah juga berarti peringatan dari Allah swt bahwa sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah dihadapan Allah swt. Kesadaran ini perlu ditumbuhkan karena manusia cenderung merasa paling kuat dan paling berguna, sehingga sombong. Kesombongan inilah yang mengakibatkan kita sering menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.

Musibah sebagai azab

Musibah ini datang sebagai tanda murka Allah swt kepada orang-orang pelaku dosa dan jauh dari keimanan dan takwa.

Artinya : “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat- ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? atau Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. al-A‟raf [7]: 96-99)

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa seandainya semua penduduk negeri yang mendustakan semua beriman terhadap Allah swt dan rasul-rasul-Nya, tidak kufur dan maksiat. Pastilah Allah swt akan melimpahkan karunian-Nya melalui hujan dan tumbuh-tumbuhan.

Akan tetapi bila mereka tetap mendustakan Allah swt dan rasul-rasul- Nya, maka mereka akan dihukum dengan azab yang pedih. Dan azab itu diberikan di saat mereka sedang lalai, yaitu tengah malam dan siang hari saat mereka merasa aman dari azab.

Bagi orang-orang yang ingkar dan tidak beriman, musibah tidak lain adalah azab atau siksa yang ia peroleh di dunia. Sesungguhnya musibah tersebut sebagian yang sangat kecil dari siksa akhirat yang didahulukan Allah swt di muka bumi ini bagi mereka. Azab itu sendiri terjadi ketika manusia yang ada membiarkan berbagai kemaksiatan dan kemungkaran terjadi di sekitarnya tanpa peduli. Dalam menghadapi musibah ini, masyarakat pelaku dosa harus segera kembali kepada ajaran Allah swt dan syariat-Nya, dengan bertaubat secara serius dan membaca istighfar sebanyak-banyaknya.

Referensi :

  • Imam Jalaluddin Al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul Ayat, Terj. Bahrul Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), Jilid 1.
  • Mahmudin, Meraih Rejeki Menolak Bala’ dengan Shadaqah, (Surabaya: Indah, 2008).
  • Adnan Syarif, Psikologi Qurani, Terj. Muhammad Al-Mighwar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Cet I.