Apa yang dimaksud dengan Musibah menurut Islam ?

Musibah

Musibah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan dengan kejadian menyedihkan yang menimpa, atau malapetaka, atau bencana.

Apa yang dimaksud dengan Musibah menurut Islam ?

Dalam bahasa Arab kata musibah terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf shad, wau, dan ba‟ ( shawaba ). Menurut Raghib al- Asfahani asal makna kata tersebut adalah “lemparan”. Salah satu derivasi bentuk dan makna dari kata tersebut adalah kata ( ashaba – yushibu ) yang berarti sesuatu yang kedatangan tidak disukai oleh manusia. Makna ini dapat dijumpai dalam hadis berikut:

Siapa yang dikehendaki oleh Allah swt, untuk mendapat kebaikan, maka dia akan ditimpa musibah yakni di uji dengan berbagai bencana supaya Allah swt memberikan pahala padanya. Musibah adalah perihal yang turunnya atau kehadirannya pada manusia tidak disukai.”

Imam Bukhari dalam Sahihnya menjelaskan lebih lanjut bahwa sesuatu yang akan ditimpakan kepada manusia (musibah) bertujuan mensucikannya dari dosa agar kelak berjumpa kepada Allah dalam keadaan suci.

Menurut Ahsin W. Al-Hafidz dalam “ Kamus Ilmu Al-Qur‟an ” dijelaskan bahwa menurut bahasa, musibah berasal dari kata ashaba yang berarti mengenai, menimpa, membinasakan, kemalangan, atau kejadian yang tidak diinginkan. Menurut istilah, musibah adalah kejadian apa saja yang menimpa manusia yang tidak dikehendaki.

Sedangkan M. Ishom El Saha dan Saiful Hadi dalam “ Sketsa Al- Qur‟an ” menjelaskan bahwa secara bahasa, musibah berasal dari bahasa arab yaitu ashoba, yushibu, mushibatan yang berarti segala yang menimpa pada sesuatu, baik berupa kesenangan ataupun kesusahaan. Mushibatan mengandung isim masdar, jadi arti sesungguhnya adalah “tertimpa”, dapat tertimpa hal yang buruk ataupun tertimpa hal yang baik. Namun pada umumnya musibah diartikan dengan tertimpa hal yang buruk saja.

Dalam “ Ensiklopedia Al-Qur‟an ” dijelaskan bahwa kata musibah digunakan untuk pengertian bahaya, celaka, bencana atau bala‟. Dan kata musibah di dalam al-Qur‟an disebut sebanyak 10 kali, yaitu di dalam QS. al-Baqarah [2]: 156, QS. Ali-Imran [3]: 165, QS. al-Nisa‟ [4]: 62, 72, QS. al-Maidah [5]: 106, QS. al-Taubah [9]: 50, QS. al-Qashash [28]: 47, QS. al-Syura [42]: 30, QS. al-Hadid [57]: 22, QS. al-Taghabun [64]: 11.9 Di samping bentuk kata lain yang seakar dengannya, secara keseluruhan semuanya berjumlah 76 kali.

Dalam sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ikrimah bahwa:

Pada suatu malam, lentera nabi mendadak padam. Lalu nabi membaca : innalillahi wa inna ilaihi raji’un ( sesungguhnya kami adalah milik Allah swt dan sesungguhnya kepadanyalah kami kembali). Para sahabat bertanya: “Apakah ini termasuk musibah wahai rasulullah?” Nabi menjawab: “Ya, apa saja yang menyakiti orang mukmin disebut musibah.” (HR. Abu Daud)

Jadi, musibah adalah bentuk ujian dari Allah swt, dapat berupa hal yang baik ataupun buruk. Hal yang baik atau buruk menurut manusia bukanlah hal yang mutlak. Beberapa ulama mengatakan bahwa buruknya takdir hanya dilihat dari sisi makhluknya saja, sedangkan ditinjau dari sang Pencipta Takdir, semua takdir adalah baik. Akal manusia selalu mengaitkan keburukan dengan kehilangan sesuatu yang dimiliki. Namun manusia terkadang lupa bahwa mereka hanya meminjam milik-Nya, termasuk diantaranya adalah roh dan jasad mereka.

Musibah

Alam bawah sadar manusia cenderung mendefinisikan sendiri makna musibah yang berupa bencana dan nikmat. Suatu hal akan dianggap bencana jika apa yang diharapkan lebih besar dari kenyataan, sedangkan suatu hal akan dianggap sebagai nikmat jika apa yang diharapkan lebih kecil atau sama dengan kenyataan. Maka dapat dipastikan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini pasti akan mengalami musibah dari Allah swt, baik itu berupa kesenangan ataupun kesusahan, sebagai penjabaran dari sifat Allah swt Ar-Rahman yaitu Maha Mengasihi, dan Ar-Rahim yaitu Maha Menyayangi makhluknya dengan balasan surga yang abadi.

Pendapat Para Ulama tentang Musibah

Beberapa ulama mufasir berpendapat mengenai pengertian dari seputar musibah, diantaranya:

  • Syaikh Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa musibah adalah segala apa yang diderita atau dirasakan oleh seorang mukmin. Musibah ini biasanya diucapkan jika seseorang mengalami malapetaka, walaupun malapetaka yang dirasakan itu ringan atau berat baginya. Kata musibah ini juga sering dipakai untuk kejadian-kejadian yang buruk dan tidak dikehendaki.

  • Ahmad Mustafa al-Maraghi menyatakan bahwa musibah adalah semua peristiwa yang menyedihkan, seperti meninggalkan seseorang yang dikasihani, kehilangan harta benda atau penyakit yang menimpa baik ringan atau berat

  • Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa musibah adalah segala sesuatu yang menyakitkan orang mukmin, atau segala keburukan yang menimpa dirinya, harta atau anaknya.

  • Abu Bakar Jabir al-Jazairi menyatakan bahwa musibah adalah apa yang menimpa seseorang dari sesuatu yang membahayakan dirinya, keluarga dan harta bendanya.

  • Muhammad Husain Thabathaba’i menyatakan bahwasanya musibah itu diterjemahkan sebagai kemalangan yaitu kejadian apapun yang dialami seseorang, tetapi kejadian itu selalu digunakan untuk sebuah kejadian yang menyedihkan atau menyusahkan.

  • Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwasanya musibah adalah segala hal yang menyakitkan jiwa, harta, atau keluarga.

Referensi
  • Ibn Manẓūr, Lisān al-„Arābī , (Beirūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.th), fashl ص, Juz I.
  • Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an , (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. II.
  • M. Ishom El Saha, Saiful Hadi, Sketsa Al-Qur‟an (Tempat, Tokoh, Nama, dan Istilah dalam Al-Qur‟an) , seri II, (Jakarta: Listafariska Putra, 2005)
  • Team Penyusun, Ensiklopedia Al-Qur‟an: Kajian Kosakata , (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. I
  • Sulaimān bin al-Asy‟aṡ bin Isḥaq, Sunan Abū Dāwud , (Beirūt: Dār al-Fikri, 1999 ), Juz V
  • Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi , Terj. Fathurrahman, Ahmad Hotib, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), Jilid II, Cet I
  • Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi , Terj. Anshori U. Sitanggal, Hely Noer Aly, Bahrun Abu Bakar, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992), Juz I, Cet II
  • Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir , Terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), Jilid I, Cet I.