Apa makna dari kalimat tasbih - Subhana Allah (Maha Suci Allah)

image

Subhanallah adalah frasa dalam bahasa Arab yang sering diterjemahkan menjadi “Maha suci Allah”. Subhanallah merupakan kalimat tasbih yang disunnahkan membacanya ketika selesai salat wajib.

Subhanallah berasal dari sabh, tidak tercampuri, atau tasbih ( pujian), membuat semuanya seperti suci. arti secara harfiahnya adalah Tuhan tidak tercampuri.

Ada juga bagian yang menambahkan “tidak tercampuri dari segala kebathilan”.

Allah berfirman:

“ …dan bertasbihlah kepada-Nya ketika pagi dan ketika petang. 33: 42 ”

Dalam hadis nabi bersabda:

“ Dua kalimah yang ringan di atas lidah, yang berat di atas timbangan, yang disukaï oleh yang maha Pemurah: Subhanallah wa bihamdih, subhanallahi al-azim (Al-Bukhariy/ 6682)

Lalu… apakah makna dari Subhana Allah itu sendiri ?

Secara bahasa, kata tasbih merupakan bentuk masdar dari sabbaha– yusabbihu–tasbihan , yang berasal dari kata sabbaha yaitu ucapan menyucikan Allah Swt.

Tasbih adalah nama dari suatu bacaan yang berbunyi : Subhana Allah (Maha Suci Allah)

Lafazh subhana merupakan bentuk mashdar yang maknanya tanzih (penyucian), menurut Al-Fayumi dalam bukunya Al-Misbah Al-Munir yang dikutip oleh Iman Saiful Mu’minin bahwa rakaian kalimat “subhanallah” sudah menjadi alam istilah yang maknanya penyucian Allah dari segala kejelekan.

Ia dibaca nashab menjadi mashdar yang tidak dapat di tashrif karena jamid (statis). Yaitu Mahasuci Allah dari segala sesuatu yang tidak layak disifati padaNya.

Secara terminologi, at-tasbiih bermakna zikir dengan mengagungkan dan mensucikan disertai dengan pembersihan diri dari segala kekurangan. Bertasbih kepada Allah berarti mengagungkan dan mensucikan-Nya dari segala sifat yang tidak layak bagi keagungan rububiah-Nya, uluhiah-Nya dan keesaan-Nya. Serta mengakui bahwa Allah SWT sajalah pemilik alam semesta berikut seluruh isinya, tanpa ada sekutu dan yang menyerupai-Nya.

Kata as-sabh juga bermakna ‘kosong’ dan bermakna ‘berbuat dalam kehidupan’. Sedangkan kata as-sibaahah bermakna ‘mengambang’. Dalam bahasa Arab diartikan dengan menggerakkan fisik (materi) dengan cepat ditengah materi yang lebih rendah kepadatan materinya, seperti air dan udara. Dengan demikian, tasbih berarti berzikir dengan cepat dan berulang kepada Allah SWT dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi disetiap saat.

Didalam al-Qur’an, juga diterangkan makna tasbih sebagai doa “sholawat” kepada Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam ayat berikut:

Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam Keadaan tercela. Maka kalau Sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit”. (Q.S. ash-Shaaffaat : 142-145)

Kata al-musabbihin mengandung makna kemantapan dalam bertasbih. Kalau sekiranya Nabi Yunus as, tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat dan menyucikan Allah, niscaya beliau akan tetap tinggal didalam perut ikan tersebut sampai tiba hari kebangkitan semua makhluk.

Dalam tasbihnya tersebut, Nabi Yunus mengakui dengan sebenar-benarnya bahwa Tuhan hanyalah Allah SWT semata. Dia-lah yang Mahasuci dari segala kekurangan dan sifat-sifat yang tidak pantas bagiNya.

Didalam pengakuan-pengakuan itu, terselip doa yang tulus agar ia dilepaskan dari siksaan terpenjara dalam perut ikan. Allah menegaskan bahwa bila beliau tidak bertasbih dan berdoa seperti itu, maka beliau akan menghuni perut ikan itu sampai hari kiamat.

Diantara hikmah bertasbih ialah :

  • Menjadikan manusia sabar dan selalu memohon ampun atas segala cobaan.

    Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. Q.S. Al-mu’min: 55

  • Menjadikan manusia sebagai orang yang ahli ibadah dan selalu minta ampunan.

    Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat). QS. Al-Hijr: 98

    Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. QS. An-Nashr: 3

  • Menjadikan manusia bertawaqal kepada Allah.

    Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya. QS. Al-Furqan 58

  • Menerima ketetapan Allah.

    Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar). QS. At-Thur: 48-49

  • Tidak takabbur.

    Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu. QS, Fushilat: 38

    Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud. Q.S.al-’Araf: 206

  • Menambah keimanan.

    Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. QS. As-Sajadah: 15

  • Menjadikan manusia memiliki sifat ridha sebagaimana dijelaskan .

    Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang. QS. Thaha : 130

Bahkan, keutamaan dari bertasbih juga diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya berikut ini :

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir dari 'Ubaidullah dari Sumayyah dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata,

"Pernah datang para fuqara kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata,

“Orang-orang kaya, dengan harta benda mereka itu, mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi, juga kenikmatan yang abadi. Karena mereka melaksanakan shalat seperti juga kami melaksanakan shalat. Mereka shaum sebagaimana kami juga shaum. Namun mereka memiliki kelebihan disebabkan harta mereka, sehingga mereka dapat menunaikan 'ibadah haji dengan harta tersebut, juga dapat melaksnakan 'umrah bahkan dapat berjihad dan bersedekah.”

Maka beliau pun bersabda:

"Maukah aku sampaikan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian ambil (sebagai amal ibadah) kalian akan dapat melampaui (derajat) orang-orang yang sudah mengalahkan kalian tersebut, dan tidak akan ada yang dapat mengalahkan kalian dengan amal ini sehingga kalian menjadi yang terbaik di antara kalian dan di tengah-tengah mereka kecuali bila ada orang yang mengerjakan seperti yang kalian amalkan ini?.

Yaitu kalian membaca tasbih (Subhaanallah), membaca tahmid (Alhamdulillah) dan membaca takbir (Allahu Akbar) setiap selesai dari shalat sebanyak tiga puluh tiga kali."

Kemudian setelah itu di antara kami terdapat perbedaan pendapat. Di antara kami ada yang berkata,

“Kita bertasbih tiga puluh tiga kali, lalu bertahmid tiga puluh tiga kali, lalu bertakbir empat puluh tiga kali.”

Kemudian aku kembali menemui Beliau shallallahu 'alaihi wasallam, beliau lalu bersabda: “Bacalah ‘Subhaanallah walhamdulillah wallahu Akbar’ hingga dari itu semuanya berjumlah tiga puluh tiga kali”.46 (H.R. Bukhari, kitab azan no.843)

Didalam al-Qur’an terdapat 87 ayat yang berbicara mengenai tasbih. Dimana, terdapat 59 ayat makiyah dan 28 ayat madaniyah.

Kata tasbih yang berasal dari kata sabbaha-yusabbihu-tasbiihan, terbagi dalam beberapa bentuk, yaitu : bentuk madhi terdapat 4 kali, mudhori’ terdapat 20 kali, dan bentuk ‘Amr yang terulang 18 kali. Sedangkan dalam bentuk masdar disebutkan 45 kali, dalam bentuk Isim Fa’il hanya disebutkan 2 kali. Adapun kata sabaha yasbahu hanya terulang 2 kali. Dari 86 ayat tersebut, terdapat 8 surah yang diawali kata tasbih.

Pembagian kata tasbih dalam beberapa bentuk tersebut berpengaruh terhadap makna tasbih itu sendiri. Dalam hal ini para Ulama tafsir mengemukakan pendapatnya mengenai makna tasbih seperti halnya Quraish Shihab yang menyatakan bahwa kata subhanallah terambil dari kata sabaha yang pada dasarnya berarti “menjauh”.

Seseorang yang berenang dilukiskan dengan menggunakan akar kata yang sama karena pada hakikatnya dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula. “Bertasbih” dalam pengertian agama berarti “menjauhkan Allah dari segala sifat kekurangan dan kejelekan”.

Dengan mengucapkan subhanallah , si pengucap mengakui bahwa tidak ada sifat atau perbuatan Tuhan yang tercela atau kurang sempurna, tidak ada ketetapan-Nya yang tidak adil, baik itu terhadap orang atau makhluk lain maupun terhadap si pengucap.

Begitu juga Ahmad Mustafa Al-Maragi mengemukakan pendapatnya mengenai ungkapan tasbih yang berarti Maha Suci Allah dari apapun yang tidak sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.

Allah SWT menyatakan kemahasucian-Nya dengan firman “subhana” agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara serta sebagai penyataan terhadap sifat-sifat kebesaran-Nya.

Adapun mengenai perubahan kata tasbih dalam beberapa bentuk Quraish Shihab menyatakan bahwa penggunaan bentuk kata kerja masa lampau (madhi) ialah untuk menegaskan bahwa tasbih yang dilakukan semua makhluk itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah sebelum wujud mereka.

Sekaligus mengandung makna kemantapan dan membuktikan bahwa semua makhluk telah bertasbih mensucikan-Nya.

Tasbih dalam bentuk kata kerja masa kini dan masa yang akan datang (mudhori’), ialah untuk menunjukkan bahwa tasbih para makhluk kepada Allah SWT masih terus berlangsung hingga kini dan terus akan berlanjut dimasa yang akan datang. Yakni, semua mengakui keagungan dan kebesaran-Nya, tunduk serta patuh secara sukarela mengikuti ketetapan-Nya.

Adapun penggunaan dalam bentuk Amr (perintah), merupakan penekanan atas pentingnya bertasbih, dan upaya untuk meningkatkan pensucian terhadap Allah SWT.

Ungkapan tasbih dari kata sabaha-yasbahu-tasbihan dalam bentuk ism fa’il mengandung makna kemantapan dalam bertasbih untuk selalu mensucikan Allah dari segala sifat yang tidak wajar disandang-Nya.

Sedangkan, tasbih dari kata sabaha-yasbahu dalam bentuk ism fa’il merupakan pembuktian melalui ciptaan-Nya (matahari dan bulan) yang selalu bertasbih kepada-Nya, dimana masing-masing beredar pada garis edarnya tanpa henti. Sehingga manusia hendaknya dapat mengambil manfaat darinya yang kemudian menghantarkannya kepada pengakuan akan pemeliharaan Allah serta mensyukurinya.

Tasbih dalam bentuk masdar atau tanpa menyebut nama Allah tetapi menyebut perbuatan-Nya ialah agar tidak terjadi pengulangan kata Allah dengan menyandarkan pada sifat-sifat agung yang dimiliki-Nya serta menggambarkan kebesaran kekuasaan-Nya melalui sifat-sifat agung tersebut.

Referensi :

  • Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol 7, Jakarta, Lentera Hati, 2002.

Makna Tasbih menurut Quraish Shihab

Quraish Shihab yang menyatakan bahwa kata subhanallah terambil dari kata sabaha yang pada dasarnya berarti “menjauh”.

Seseorang yang berenang dilukiskan dengan menggunakan akar kata yang sama karena pada hakikatnya dengan berenang ia menjauh dari posisinya semula. “Bertasbih” dalam pengertian agama berarti “menjauhkan Allah dari segala sifat kekurangan dan kejelekan”. Dengan mengucapkan subhanallah , si pengucap mengakui bahwa tidak ada sifat atau perbuatan Tuhan yang tercela atau kurang sempurna, tidak ada ketetapan-Nya yang tidak adil, baik itu terhadap orang atau makhluk lain maupun terhadap si pengucap.

Allah SWT menyatakan kemahasucian-Nya dengan firman “subhana” agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara serta sebagai penyataan terhadap sifat-sifat kebesaran-Nya.

Adapun mengenai perubahan kata tasbih dalam beberapa bentuk Quraish Shihab menyatakan bahwa penggunaan bentuk kata kerja masa lampau (madhi) ialah untuk menegaskan bahwa tasbih yang dilakukan semua makhluk itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah sebelum wujud mereka. Sekaligus mengandung makna kemantapan dan membuktikan bahwa semua makhluk telah bertasbih mensucikan-Nya.

Tasbih dalam bentuk kata kerja masa kini dan masa yang akan datang (mudhori’), ialah untuk menunjukkan bahwa tasbih para makhluk kepada Allah SWT masih terus berlangsung hingga kini dan terus akan berlanjut dimasa yang akan datang. Yakni, semua mengakui keagungan dan kebesaran-Nya, tunduk serta patuh secara sukarela mengikuti ketetapan-Nya.

Adapun penggunaan dalam bentuk perintah (Amr), merupakan penekanan atas pentingnya bertasbih, dan upaya untuk meningkatkan pensucian terhadap Allah SWT.

Makna Tasbih menurut Hamka

Hamka dalam kitaf tafsirnya Al-Azhar menyatakan bahwa ucapan tasbih merupakan pupuk bagi tauhid seseorang yang tertanam dalam jiwanya, bahwa Allah SWT itu suci dari perkataan orang-orang yang menganggap bahwa Allah itu beranak, mempunyai sekutu, sebab Dia tidak berkuasa dan tidak berupaya dalam mengatur alam ini dengan sendiri.

Padahal Allah SWT suci dari semua anggapan tersebut. Dialah yang menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada dan yang sanggup berbuat demikian hanyalah Allah SWT. Untuk itu, tasbih merupakan pembersihan terhadap anggapan yang salah, mempersekutukan-Nya dan berkata atas Allah dengan tidak ada ilmu.

Kata Subhān Allāh merupakan ungkapan yang luar biasa, banyak mengandung pesan inspirasional yang menyenangkan.

Terjemahan umum dari kata Subhanallah adalah “Semua kemuliaan untuk Allah” atau “Puji Tuhan!”. Tetapi, kata Subhanallah mampunyai makna yang lebih dalam dibandingkan dari artinya.

Akar kata Subhanallah adalah huruf S-b-h, dimana menurut bahasa Arab berarti “memuji atau memuliakan”. Tetapi dalam arti yang lebih dalam, akar ini juga mempunyai arti “rasa berenang dalam sesuatu”, atau “tenggelam dalam sesuatu”, atau “mengambang dalam sesuatu”, atau “menyebarkan sesuatu di depan Anda, sejauh mata memandang”.

Berbekal wawasan ini, kita memiliki visi baru tentang kata ini Subhanallah. Sebuah pandangan yang sangat luas, seolah-olah seseorang terbenam di laut yang luas dan menyebar hingga sejauh tak terhingga menuju ke segala arah. Atau mengambang diatas lautan yang luas tersebut, sungguh suatu perasaan yang sangat indah.

Betapa sebuah metafora yang ampuh dan menakjubkan ini bagi eksistensi kita dihadapan Allāh, yang menggambarkan Samudra Allāh yang luas, dan ketergantungan kita pada Allāh.

Kesepian yang paling dalam akan muncul disaat kita lupa bahwa kita terbenam di Samudra ini. Samudera bukanlah sesuatu yang harus dicari. Ini sudah ada di sini. Tantangan hidup adalah menyadari apa yang sudah kita miliki.

Menarik, ini web kamus (dictio), padahal kata tersebut “subhana/tasbih/dll” ada ter-kamus-kan di dalam Al Qur’an sendiri sebagai makna (padanan kata) nya yang artinya adalah Maha Bergerak (moving) dan Yang Menggerakkan.

Nabi Yunus (Dzunnun) as, berdo’a dalam QS.Al-Anbiyaa, beliau mengaku dan merasa zalim/menzaliminya sendiri (tidak taat), dan beliau “tidak dapat/bisa bergerak” (di dalam perut ikan besar). maka ada 2 sifat/karakter Nya yang nabi seru/dzikir/do’a dalam keadaan seperti itu;

  1. Dia/Engkau Yang tidak ada yang lain Yang Dita’ati (la ilaha ila anta),
  2. Maha Bergerak dan Yang Menggerakan segala sesuatu (subhanaka).

_/|_

1 Like