Travel Stories : Bukit Lombok, pelepas penat saat pulang kampung?

Travel Stories : Bukit Lombok, Pelepas Penat Saat Pulang Kampung
bukit lombok

Libur panjang telah tiba, waktu luang masyarakat Indonesia yang digunakan oleh mayoritas masyarakat Perantau, seperti Saya, untuk kembali bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Mudik, itulah yang biasa disebut oleh orang-orang.

Libur rutin tahunan ini spesial dikarenakan berbarengan dengan hari raya keagamaan pemeluk Agama Islam di seluruh dunia, yakni Hari Raya Idul Fitri, alias lebaran usai sebulan penuh berpuasa di Bulan Suci Ramadhan. Mudik tahun 2018 berbeda dengan tahun sebelumnya, karena merupakan tahun dimana hari liburnya terpanjang sepanjang sejarah, yakni dari tanggal 11 Juni 2018 hingga 19 Juni 2018, setelah pemerintah memutuskan untuk menambahkan libur hari raya tahun ini.

Tahun 2018 ini, saya mengunjungi tempat wisata yang tidak biasa dikunjungi orang, lokasinya lumayan jauh dari kampung saya yang berada di Desa Bila, Sidrap, Sulawesi Selatan. Saya sendiri diajak kesini oleh keluarga dari Bapak, mereka bilang mau berkebun di “Lombok”, dari sinilah saya simpulkan bahwa saya bakal ketempat yang bernama Lombok.

Akses menuju tujuan pada awalnya bagus dengan melewati jalan utama poros sidrap-palopo, yang memang merupakan akses umum, jalan beton yang bagus pun tak lagi kita lewati saat masuk ke daerah perkampungan. Jalanannya berbatu dari ukuran kerikil hingga sebesar sekepal tangan. Tapi jalanan berbatu ternyata pada akhirnya kami syukuri, saat kami mulai melewati jalanan tanah merah berlumpur karena terkena air hujan, dan membuat mobil kami betul-betul seperti habis berenang di kubangan lumpur. Beberapa kali mobil kami tergelincir namun masih dapat dikendalikan.

Setelah sekitar lebih dari 1 jam di jalanan off-road kami pun sampai di tujuan, yaitu kebun milik om saya yang ada di Bukit Lombok ini. Dengan cuaca yang terik, kami pun turun dari mobil. Dan kami yang belum pernah ke tempat ini pun seketika terdiam. Memandang hamparan bukit padang rumput hijau segar yang luas dengan view yang benar-benar menenangkan pikiran.

Kami pun segera menuju ke gubuk kayu sederhana yang sengaja dibuat oleh om saya disini, agar dapat menginap saat berkebun, mengingat jaraknya yang cukup jauh dari rumah. Rencananya, saya sekeluarga bapak akan menginap di tempat ini untuk mengadakan family-time bersama. Namun, setelah diberitahu bahwa listrik tidak ada di daerah ini, niat menginap diurungkan, Jadi hanya sebatas menghabiskan waktu bersama, hingga sore hari.

Gubuk ini memiliki satu lagi tingkat diatasnya sebagai tempat tidur di malam hari, dan bagian bawahnya digunakan saat siang hari. Di saat itu, yang muda memilih untuk bermain di tingkat atas, sedangkan yang dewasa asik mabbahasa ogi alias mengobrol dengan bahasa bugis di bagian bawah sembari menikmati sop ubi, dan sarabba atau jika di Jawa dikenal dengan wedang jahe.

Saya memilih untuk tidak bergabung dikedua kelompok di atas, tapi bergabung dengan saudara-saudara seumuran saya mencari spot untuk saling beradu ketangkasan. Dari rumah, kami sengaja membawa senapan angin milik si bapak, dan membeli peluru, sebelum berangkat. Karena lokasinya jauh dari kawasan penduduk, jadi aman untuk mencari spot dimanapun.

Bosan dengan senapan angin, saya pun diajak untuk jalan turun dari bukit menuju sungai yang ada di bawah bukit. Sungainya cukup lebar, dengan air yang jernih dan tidak terlalu dalam membuat kami memutuskan untuk mandi di air dingin sungai ini.

Travel Stories ini sepertinya berakhir, cuaca yang tidak mendukung pun mulai terlihat di ujung awan. Buliran air hujan yang banyak pun sudah terlihat turun di sisi lain bukit ini. Khawatir akan terjebak hujan hingga malam hari, kami pun memutuskan untuk pulang mengingat jaraknya yang cukup jauh dan perlu melewati medan yang lebih berat apabila hujan

Semoga pengalaman tak berfaedah saya ini, dapat memiliki manfaat di sisi pembaca Travel Dictio. Pesan yang ingin saya sampaikan,

Sekali-sekali jalanlah ke daerah Indonesia, karena pasti memiliki daya tarik tersendiri. Dibanding menghabiskan uang di negara orang, lebih baik mengeluarkan uang pada masyarakat setempat agar lebih sejahtera.