Tidur terlalu telat dapat meningkatkan risiko obesitas

https://cdn1-a.production.images.static6.com/5-rMGr0hd1nXk_f-BZ0zvdcbdlw=/673x373/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1748779/original/079741700_1508818167-Obesitas.jpg

Berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh Feinberg School of Medicine di Northwestern University, telat tidur dapat meningkatkan risiko obesitas.

Penelitian yang dilakukan Northwestern University menunjukkan kebiasaan tidur dengan durasi minimal 6,5 jam, tidur larut malam, sering mengkonsumsi makanan cepat saji, dan kurang menyantap sayuran dapat disamakan dengan jarang berolahraga.

“Hasil penelitian kami membantu kami lebih memahami bagaimana waktu tidur, selain durasi, dapat mempengaruhi risiko obesitas,” kata peneliti utama Kelly Glazer Baron. Dia menambahkan, ada kemungkinan perilaku diet yang buruk dapat mempengaruhi tidur larut malam dengan peningkatan risiko kenaikan berat badan.

Makna dari jarang berolahraga ini, menurut Kelly, diartikan sebagai tidak ada aktivitas fisik, sehingga tubuh menerima begitu saja asupan makanan tanpa pembakaran maksimal. Kelly juga menjelaskan, hasil penelitian ini menghubungkan tidur larut malam dengan indeks massa tubuh rendah, terlepas dari asupan kalori total. Juga mengaitkannya dengan kualitas diet yang rendah, serta kurangnya konsumsi sayuran dan asupan susu.

Responden terdiri atas 96 orang dewasa berusia antara 18-50 tahun dengan durasi tidur 6,5 jam atau lebih. Penelitian ini dilakukan selama tujuh hari menggunakan actigraphy pergelangan tangan untuk mengukur tidur, buku harian makanan untuk mengetahui asupan kalori dan pola diet, serta SenseWear Armband monitoring untuk mengukur aktivitas fisik. Paparan cahaya melatonin dievaluasi di unit penelitian klinis. Adapun evaluasi lemak tubuh dilakukan menggunakan dual axis absorptiometry (DXA).

Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi dan analisis regresi yang mengontrol usia, jenis kelamin, durasi tidur, dan efisiensi tidur.

Sumber: