Terjerat Ilusi Cinta

Orang orang berkata, saat kau jatuh cinta dunia akan terasa sangat membahagiakan. Awalnya saat aku melihat gadis itu, aku pun berpikir begitu. Melihatnya tersenyum, tertawa, dan berbicara dapat membuatku merasa bahagia. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mendekatinya. Berusaha menjalin hubungan dengannya.

Seiring dengan berjalannya waktu, kami semakin dekat. Dari proses tidak saling mengenal, memperhatikannya dari kejauhan, hingga sekarang aku dapat duduk di sampingnya yang sedang makan di kantin bersamaku.

“Cepat juga ya prosesnya” Batinku sambil menatapnya yang sibuk memakan bakso dihadapannya

Tanpa kusadari aku tersenyum. Dia yang merasa terganggu karena terus diperhatikan olehku kemudian melihat ke arahku.

“Matanya dijaga dong. Gue lagi sibuk makan. Ganggu tau.” Keluh Rara, gadis yang aku sukai

“Salah siapa jadi cewe kok cantik. Gimana orang mau ga ngeliatin coba.” Jawabku sambil menopang daguku

“Sorry ya, gue emang dari lahir udah cantik. Lo aja yang selama ini buta ga nyadarin kecantikan gue.” Ucapnya sambil mengibas rambutnya itu

Aku hanya tersenyum. Sifatnya memang begitu. Sombong dan dingin. Padahal jika ia mau lebih rendah hati, pasti ia tidak akan dibenci oleh banyak orang. Tanganku bergerak menepuk kepalanya. Masih dengan senyuman diwajahku aku berkata

“Ga usah keras keras sama hidup lo. Hidup emang susah, tapi ada gue disini buat lo.”

Rara menepis tanganku lalu mendecih.

“Lo ga bakal kuat ngadepin gue. Lo cuman cowo lemah yang sok kuat dihadapan gue. Mati aja sana.” Ucapnya dingin lalu meninggalkanku di kantin

“Susah ya mencintai perempuan yang keras kepala.” Batinku sambil mengejar Rara

“Rara!”

“Apalagi sih Dim? Gue–”

“Jadi pacar gue ya? Gue janji bakal bahagiain lo.”

Ia menatapku tak percaya. Aku mendekatinya lalu menggenggam kedua tangannya.

“Gue serius. Gue janji bakal bikin hidup lo bahagia. Mau kan jadi pacar gue?”

Rara menatap tangannya yang kugenggam, kemudian menatap mataku yang berusaha meyakinkannya. Tak kusangka gadis itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Hal itu membuatku menghela nafas lega dan menariknya masuk ke dalam pelukanku.

Seandainya saat itu aku tahu bahwa hubunganku dengannya tidak akan berakhir menjadi kata kita. Pasti aku tidak akan hidup dalam ikatan cinta yang penuh dengan keegoisannya ini. Terjerat dalam pesona wajahnya tanpa memikirkan bagaimana nantinya hubungan berjalan bersamanya.

Menyedihkan. Memalukan. Diperdaya wanita seperti ini. Aku tidak pernah tahu, ternyata wanita yang 6 tahun lalu aku anggap hanya bisa bergantung kepadaku dapat bersikap seegois dan seenaknya seperti ini.

“Kamu pikir aku bisa hidup dengan gajimu yang sekecil itu!? Cari kerjaan lain! Aku udah capek ya ngurusin orang tua kamu yang sakit sakitan terus!” Bentaknya padaku saat aku hendak tidur

“Sayang, cari kerjaan itu ga gampang.”

Ia kembali membentakku, mengancamku dengan akan membunuh ibuku yang sudah sakit parah. 2 tahun pernikahanku dengan Rara sudah berjalan, hidupku terasa semakin berat seiring dengan Rara yang terus bersikap egois. Aku ingin menceraikannya, tapi ia selalu ingat dengan janjiku dulu.

Aku sungguh mencintainya, tapi aku juga manusia yang memiliki batas kesabaran. Selama ini aku diam, aku membiarkannya bersikap egois karena aku tahu. Semakin Rara aku lawan, semakin ia bersikap tidak waras.

Ia bilang ia egois agar hubunganku dengannya berjalan dengan baik. Ia bilang dengan aku menuruti segala yang ia mau, maka hidupnya akan bahagia. Ia bilang hanya ada satu yang boleh mengatur segala hal dalam hubunganku dengannya, yaitu dia.

Aku ingin berlari darinya tetapi kakiku ditali begitu kuat. Aku ingin melawannya tetapi aku terlalu menyayanginya. Aku ingin berhenti mencintainya tetapi saat aku melihatnya bahagia karena aku menurutinya, aku justru tidak dapat meninggalkannya. Ini menyakitkan. Harus bertahan untuk orang yang bahkan aku tidak tahu memang dia mencintaiku atau hanya memanfaatkanku.