Terdakwa tanpa penasehat hukum karena ia adalah praktisi hukum apa boleh?

Apakah boleh bila terdakwa memilih untuk tidak menggunakan penasehat hukum dalam sidang pengadilan pidana dikarenakan ia sendiri adalah seorang pengacara dan ia merasa bisa menjadi penasehat hukum atas dirinya sendiri?

Terdakwa dapat saja mewakili dirinya sendiri dalam proses pengadilan pidana dengan catatan bahwa dia telah memenuhi ketentuan tentang Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.18 tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Dia bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan di dalam sidang pengadilan, atau menjalankan profesinya untuk membela perkara nya, dengan tetap berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik profesi advokat.

Menurut UU Advokat penasehat hukum atau Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat. Sedangkan Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien, termasuk didalamnya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Lebih lanjut lagi bila kita lihat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatakan bahwa guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 54 KUHAP) dan untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 KUHAP). Bila si terdakwa merasa mampu untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya dalam setiap tingkat pemeriksaan dan dia memenuhi ketentuan UU Advokat untuk beracara di dalam pengadilan, maka dia dapat saja mewakili dirinya sendiri.

Hal ini tidak berlaku bila terdakwa didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih. Bila hal ini terjadi, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka (Pasal 56 KUHAP).

Sumber: hukumonline.com