Teori Apa Saja yang Membahas tentang Asal Usul Bahasa?


Para ahli bahasa, filologi, dan antropologi sudah sejak lama mencoba menjawab pertanyaan tersebut sehingga melahirkan berbagai teori.

Teori apa saja yang membahas tentang asal usul bahasa?

Teori tradisional

Sesungguhnya para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu. Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.

Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke- 18. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa Tuhanlah yang mengajar Nabi Adam nama-nama sebagaimana termuat dalam kitab kejadian. Selain itu, dikemukakan bahwa manusia diciptakan secara simultan dengan dikaruniai ujaran sebagai anugerah Ilahi, di surga Tuhan berdialog dengan Nabi Adam dalam bahasa Yahudi.

Teori ini bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Andreas Kemke (ahli filologi dari Swedia), pada abad ke-17. Kemke menyatakan bahwa di surga Tuhan berbicara dalam bahasa Swedia, Nabi Adam berbahasa Denmark, sedangkan naga berbahasa Perancis. Sebelumnya orang Belanda Goropius Becanus juga telah mengemukakan teori bahwa bahasa di surga adalah bahasa Belanda.

Ada pula cerita dari Mesir yang berkisah tentang asal-usul bahasa. Pada abad ke-17 M, raja Mesir, Psametichus ingin mengadakan penyelidikan tentang bahasa pertama. Menurut sang raja jika bayi dibiarkan ia akan tumbuh dan berbicara bahasa asal. Untuk penyelidikan tersebut diambil dua bayi dari keluarga biasa dan diserahkan kepada seorang gembala untuk dirawatnya. Gembala tersebut dilarang bicara sepatah kata pun. Setelah bayi berusia dua tahun, mereka secara spontan menyambut si gembala tadi dengan perkataan “becos!” Kata inilah yang akhirnya diputuskan oleh Psametichus sebagai bahasa pertama. Becos berarti roti dalam bahasa Phrygia.

Dingdong theory atau nativistic theory diperkenalkan oleh Max Muller (1823-1900). Teori ini sejalan dengan yang diajukan Socrates bahwa bahasa lahir secara alamiah. Teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap kesan dari luar. Kesan yang diterima lewat indera seperti pukulan pada bel hingga melahirkan ucapan yang sesuai. Diperkirakan ada empat ratus bunyi pokok yang membentuk bahasa pertama ini. Ketika orang primitif dahulu melihat serigala, penglihatannya ini menggetarkan bel yang ada pada dirinya sehingga terucapkanlah kata “wolf” (serigala). Namun pada akhirnya Muller menolak teorinya sendiri.

Teori lain disebut Yo-he-ho theory. Teori ini menyimpulkan bahwa bahasa pertama lahir dalam satu kegiatan sosial. Misalnya ketika mengangkat sebatang kayu besar bersama-sama, secara spontan keluar ucapan tertentu karena terdorong gerakan otot. Ucapan-ucapan tersebut lalu menjadi nama untuk pekerjaan itu, seperti heave! (angkat), Rest! (diam) dan sebagainya.

Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory. Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Hal ini ditentang oleh Max Muller yang menyatakan bahwa teori ini hanya berlaku bagi kokok ayam dan bunyi itik padahal kegiatan bahasa lebih banyak terjadi di luar kandang ternak.

Teori lain disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran. Contohnya bahasa isyarat yang dipakai oleh suku Indian di Amerika Utara ketika berkomunikasi dengan suku-suku yang bahasanya berbeda. Jadi, menurut teori ini bahasa lahir dari isyarat-isyarat yang bermakna. Meskipun demikian, menurut Darwin, pada situasi tertentu isyarat tersebut tidak dapat dipakai sebagai alat komunikasi.

Pendekatan Modern

Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkannya Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa.

Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri. Dari sudut pandang para antropolog disimpulkan bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa pada manusia berkembang sejalan dengan proses evolusi manusia. Perkembangan otak manusia mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia sesungguhnya. Hingga akhirnya manusia mempunyai kemampuan berbicara.

Sedangkan Otto Jespersen melihat adanya persamaan perkembangan antara bahasa bayi dengan bahasa manusia pertama dahulu. Bahasa manusia pertama hampir tak punya arti, seperti lagu saja sebagaimana ucapan bayi. Lama kelamaan ucapan-ucapan tersebut berkembang ke arah kesempurnaan.

Dapat disimpulkan bahwa pembicaraan tentang asalusul bahasa dapat dibicarakan dari dua pendekatan, pendekatan tradisional dan modern. Para ahli dari beberapa disiplin ilmu masing-masing mengemukakan pandangannya dengan berbagai argumentasi. Diskusi tentang hal ini hingga sekarang belum menemukan kesepakatan, pendapat mana dan pendapat siapa yang paling tepat.

Konsep Bahasa

Dalam kegiatan sehari-hari kita selalu menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, hidup akan terasa sunyi sepi dan tanpa makna. Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan bahasa?

Chaedar Alwasilah mengutip pendapat beberapa pakar bahasa di antarannya akan dibicarakan berikut ini. Menurut Finocchiarno bahasa adalah satu sistem simbol vokal yang arbitrer, memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

Selanjutnya Pei & Gaynor mendefinisikan bahasa sebagai satu sistem komunikasi dengan bunyi, yaitu lewat alat ujaran dan pendengaran, antara orang-orang dari kelompok atau masyarakat tertentu dengan mempergunakan simbol-simbol vokal yang mempunyai arti arbitrer dan konvensional. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Wardhaugh bahwa bahasa adalah satu simbol vokal yang arbitrer yang dipakai dalam komunikasi manusia.

Selain definisi-definisi di atas Kridalaksana dan Djoko Kencono dalam Chaer menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

Sesungguhnya, para penyelidik hingga saat ini masih belum mencapai kesepakatan tunggal tentang asal-usul bahasa. Diskusi tentang asal-usul bahasa sudah dimulai ratusan tahun lalu, Malahan masyarakat linguistik Perancis pada tahun 1866 sempat melarang mendiskusikan asal-usul bahasa. Menurut mereka mendiskusikan hal tersebut tidak bermanfaat, tidak ada artinya karena hanya bersifat spekulasi.

Penelitian Antropologi telah membuktikan bahwa kebanyakan kebudayaan primitif meyakini keterlibatan Tuhan atau Dewa dalam permulaan sejarah berbahasa. Teori-teori ini dikenal dengan istilah divine origin (teori berdasarkan kedewaan/kepercayaan) pada pertengahan abad ke-18. Namun teori-teori tersebut tidak bertahan lama. Teori yang agak bertahan adalah Bow-wow theory, disebut juga onomatopoetic atau echoic theory. Menurut teori ini kata-kata yang pertama kali adalah tiruan terhadap bunyi alami seperti nyanyian ombak, burung, sungai, suara guntur, dan sebagainya. Ada pula teori lain yang disebut Gesture theory yang menyatakan bahwa isyarat mendahului ujaran

Teori-teori yang lahir dengan pendekatan modern tidak lagi menghubungkan Tuhan atau Dewa sebagai pencipta bahasa. Teori-teori tersebut lebih memfokuskan pada anugerah Tuhan kepada manusia sehingga dapat berbahasa. Para ahli Antropologi menyoroti asal-usul bahasa dengan cara menghubungkannya dengan perkembangan manusia itu sendiri.