Single Presence Policy


Apakah BI selaku regulator sektor perbankan dapat memaksa mekanisme RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa untuk mengarahkan terjadinya konsolidasi perbankan karena faktor single presence policy (SPP)? Mengingat sesuai UU Perseroan Terbatas, pemegang keputusan tertinggi dalam sebuah perseroan adalah RUPS. Seandainya mayoritas pemegang saham dalam RUPS tidak berkehendak mengonsolidasikan banknya, apakah BI memiliki kekuatan memaksa? Selain itu, dalam SPP diatur kewajiban penyesuaian struktur perbankan bagi pelaku usaha perbankan yg terkena ketentuan SPP padahal dalam UU No.5/1999 pada dasarnya pelaku usaha diberi hak otonom utk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Hal itu berarti SPP bertentangan dengan UU No.5/1999, lalu apakah ketentuan SPP tetap dapat ditegakkan?

Single Presence Policy (SPP) atau pemilikan tunggal bank merupakan salah satu kebijakan dari Bank Indonesia yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan economic of scale dan pengawasan terhadap bank-bank di Indonesia. Selain juga sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat.

Kebijakan mengenai SPP diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Tujuan dikeluarkannya PBI tersebut selaras dengan PBI yang mengatur tentang ketentuan Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, yaitu untuk mengarahkan bank-bank di Indonesia agar memiliki struktur permodalan yang kuat (lihat boks). Salah satu caranya adalah dengan cara konsolidasi (pemisahan), merger (penggabungan), atau akuisisi (pengambilalihan).

Memang tidak terdapat ketentuan yang memberikan wewenang pada BI untuk memaksa diadakannya RUPS Tahunan atau RUPS Luar Biasa, namun dengan adanya ketentuan modal inti yang harus dimiliki oleh bank menjadikan merger, konsolidasi, atau akuisisi menjadi jalan keluar yang dapat ditempuh oleh bank untuk memiliki modal inti yang telah ditentukan. Hanya saja ada konsekuensi hukum jika bank tidak memenuhi jumlah modal inti minimum yaitu BI akan melakukan pembatasan kegiatan usaha dari bank tersebut (lihat pasal 4 PBI No. 9/16/PBI/2007).

Seandainya mayoritas pemegang saham dalam RUPS tidak berkehendak mengonsolidasikan banknya, apakah BI memiliki kekuatan memaksa?
Mengenai hal tersebut, Saudara perlu memperhatikan pasal 9 ayat (1) PBI No. 8/16/PBI/2006 yang menyatakan bahwa pemegang saham pengendali yang tidak melakukan penyesuaian struktur kepemilikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dilarang melakukan pengendalian dan dilarang memiliki saham dengan hak suara pada masing-masing bank lebih dari 10% dari jumlah saham bank. Sehingga, pemegang saham pengendali harus menyesuaikan struktur kepemilikannya baik dengan cara merger, akuisisi, atau konsolidasi dan yang terpenting pemegang saham pengendalinya tunggal.

Pada dasarnya, setiap pelaku usaha mempunyai hak untuk menjalankan kegiatan usahanya, akan tetapi yang perlu diingat bahwa hak tersebut tidak selamanya dapat dilaksanakan secara bebas. Terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pelaku usaha. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha, misalnya perjanjian penetapan harga (pasal 5).

xumber: hukumonline.com