Warkop DKI merupakan grup lawak yang beranggotakan Nanu, Kasino dan Indro dikenal akan peran mereka yang kerap adanya wanita seksi sebagai pemeran pembantu. Dari ketiga anggota Warkop, Dono memiliki peran yang kocak dan paling sering mendapat kesialan.
Siapa sangka ternyata dibalik tingkah bodoh dan jenaka almarhum Dono, beliau adalah seorang dosen sekaligus aktivis politik tulen. Sebelum menjabat sebagai dosen di jurusan Sosisologi, FISIP UI, almarhum pernah menjadi asisten dosen di Sosiologi UI. Dono adalah sosok seniman yang cerdas.
Beberapa fakta tentang pelawak Dono
- Merupakan Pelawak yang iconic dan memiliki ciri khas dalam setiap film warkop untuk memerankan tokoh pembantu yaitu, wanita seksi. Selain itu tokoh yang diperankan Dono selalu mengalami kesialan.
- Pernah menjadi ketua Osis di SMA dengan berbagai kritikan sosialnya.
- Aktif kegiatan kampus saat menjadi mahasiswa dengan bergabung di UKM Mapala UI. Selain itu Dono juga pernah menjadi asisten dosen sebelum akhirnya menjadi dosen sosiologi di FISIP UI.
- Penrah menjadi fotografer
- Pernah bekerja di surat kabar dan penggiat kritik terhadap Orde Baru memalui penerbitan koran mahasiswa yang disertai dengangambar kartun.
- Kritikus Ulung, dalam setiap dialog yang diperankan atau ditampilkan oleh WARKOP DKI selalu menyelipkan kritikan sosial melalui sandiwara atau percakapan.
- Penulis, Kiprah kepenulisan Dono mewujud dalam lima buku yang diwariskan kepada kita. Karya pertama Dono adalah buku humor berjudul Balada Paijo (1987). Setelah buku humor, Dono menerbitkan novel perdana berjudul Cemara-Cemara Kampus (1988). Tokoh utama dalam novel ini, terasa sangat Dono sekali. Kodi, tokoh utama yang bernama asli Kodiat Suryokusumo itu, punya latar belakang seperti Dono.
Novel ketiga, Dua Batang Ilalang (1999), barangkali adalah karya puncak Dono yang bertemakan kampus dan aktivisme mahasiswa. Dono memberi catatan dalam novel itu: Diselesaikan di saat negeri ini dalam keadaan sulit. Lenteng Agung, 1999. Dono, di novel Dua Batang Ilalang, masih memakai mahasiswa sosiologi asal Klaten (kali ini ia lebih detail) sebagai tokoh utamanya. Sadar telah mencapai puncak, Dono berhenti menulis novel-novel serius bertema mahasiswa. Lagipula, setelah Reformasi, situasi politik sudah tidak sepanas masa Orde Baru. Aktivisme mahasiswa pun ‘melempem’, sampai hari ini, pantas bila Dono merasa berjarak. Padahal, Dono selama ini menulis apa yang dekat dengan dirinya saja. Maka dari itu, ia mencoba kembali ke jalur humor. Dono berencana untuk menulis seri novelet humor, tapi takdir menghendaki lain. Baru satu novelet humor yang berhasil Dono tulis, Senggol Kiri Senggol Kanan (2009), itu pun terbit setelah kematiannya.