Ketika dia masih remaja, dia pernah ditahan oleh polisi di Departemen Politik Sipirok Intel 1934 dan dijatuhi hukuman dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi pemimpin di Siantar Partindo (1934-1935) dan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyatnya. Keinginannya untuk melayani bangsa ke depan dan mendorong Adam Malik bermigrasi ke Jakarta.
Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama Soemanang, Sipahutar, Armin Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori pendirian kantor berita Antara yang berbasis di JI 1937. Pinangsia 38 Kota Jakarta. Dengan modal meja lama, mesin tik lama, dan mesin roneo tua, mereka memasok berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis, antara lain di koran dan majalah Partindo Pelita Andalas.
Di era Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, dengan Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik tidak pernah memaksa Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Untuk mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan orang-orang yang berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai ketua Komite Aksi Van, terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia III (1945-1947) yang bertugas menyiapkan komposisi pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba dan anggota parlemen.
Akhir lima puluhan, pengangkatan Sukarno, Adam Malik masuk ke dalam administrasi sebagai duta besar yang luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Karena keterampilan diplomatiknya, Adam Malik kemudian menjadi ketua delegasi Indonesia dalam negosiasi antara Indonesia dan Belanda, untuk menyerahkan Irian Barat pada tahun 1962. Menyelesaikan pertarungan Irian Barat (Irian Jaya), Adam Malik memegang posisi Menteri Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965). Pada saat memperkuat pengaruh Partai Komunis Indonesia, bersama dengan Ruslan Abdul Gani Adam dan Jenderal Nasution PKI dianggap sebagai musuh dan dicap sebagai trio kontra-revolusi sayap kanan.
Ketika ada perubahan rezim Orde Lama, posisi Adam Malik berseberangan dengan kiri justru sebaliknya menguntungkannya. Pada tahun 1966, Adam disebutkan dalam trio baru-Soeharto-Sultan Malik. Pada tahun yang sama, di televisi, ia menyatakan keluar dari partai sejak berdirinya Partai Murba Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Dari tahun 1966 hingga 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Kedua / Menteri Luar Negeri dan Menteri Luar Negeri ad interim.
Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik memainkan peran penting dalam negosiasi dengan negara lain, termasuk utang Indonesia yang menjadwal ulang warisan Orde Lama. Sekretaris Bersama negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori pembentukan ASEAN pada tahun 1967. Ia bahkan dipercaya sebagai Ketua Majelis Umum PBB di New York-26. Dia adalah orang Asia kedua yang memimpin lembaga tertinggi di dunia. Pada 1977, ia terpilih sebagai Ketua DPR / MPR. Kemudian tiga bulan kemudian, pada bulan Maret 1978 Sidang Umum terpilih sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia yang menggantikan lajur ke-3 IX tiba-tiba menyatakan tidak mau lagi dicalonkan.
Beberapa tahun setelah wakil presiden, dia tidak bisa bermain banyak. Maklum, ia terbiasa bermain lincah dan aktif yang tiba-tiba saja sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar. Kemudian pada beberapa kesempatan ia menyatakan ketidakbahagiaannya tentang feodalisme mengadopsi seorang pemimpin nasional. Dia adalah tuan-tuan yang menganalogikannya seperti taman.
Sebagai seorang diplomat, jurnalis, dan bahkan birokrat, seing dia mengatakan ‘semua bisa diatur ". Sebagai seorang diplomat dia dikenal selalu memiliki 1001 menjawab semua jenis pertanyaan dan masalah yang menghadangnya. Tetapi kata-kata’ semua bisa diatur 'itu juga sebagai semburan kritik di negara ini bahwa ‘semua bisa diatur’ dengan uang.
Setelah mengabdikan dirinya demi bangsa dan negara, H.Adam Malik meninggal di London pada 5 September 1984 karena kanker hati. Belakangan, istri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik. Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
Referensi
Adam Malik | Indonesian statesman and president of UN | Britannica