Ada sangat banyak tokoh filosof Islam yang terkenal. Namun ada beberapa yang paling banyak disebut, di antaranya adalah:
Al-kindi (185-252 H/806-873 M)
Al-kindi, dengan nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’cub ibnu Ishaq ibnu AlShabbah ibnu ‘Imran ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu Qais Al-Kindi. Dalam kalangan kaum muslimin, orang yang pertama kali memberikan pengertian filsafat dan lapangannya ialah Al-Kindi. Dia membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu:
a). Thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang paling bawah;
b). Al-ilm ar-riyadhi (matematika), sebagai tingkatan tengah-tengah;
c). Ilm ar-rububiyyah (ilmu ketuhanan), sebagai tingkatan yang paling tinggi.
Alasan pembagian tersebut adalah ilmu adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindra, adakalanya berhubungan dengan benda, tetapi mempunyai wujud sendiri, dan tidak berhubungan dengan benda, akan tetapi mempunyai wujud sendiri.
Unsur-unsur filsafat yang terdapat pada pemikiran Al-Kindi:
- aliran phythagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat
- pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal fisika dan metafisika, meskipun al-Kindi tidak sepaham tentang qadim-nya alam
- Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan
- Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam hal etika
- wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam soal yang berhubungan dengan tuhan dan sifat-sifatnya
- aliran mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Falsafat bagi Al-Kindi merupakan pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth). Dalam hal inilah terlihat persamaan antara filsafat dan agama. Adapun tujuan agama adalah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, dalam agama di samping wahyu, juga mempergunakan akal begitupun juga dengan filsafat yang sama-sama mempergunakan agama dan akal. Dan falsafat yang paling tinggi adalah falsafat tentang Tuhan.
Al-Farabi (257-337 H/870-950 M)
Dengan nama lengkapnya, Abu Nashr Muhammad ibnu Muhammad ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh dan di singkat menjadi Al-Farabi. Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo Platonisme dengan pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran syiah Imamiyah.
Beliau mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al-ilm bil maujudat bimahiya maujudah) yang artinya adalah suatu ilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar filsafat ke dalam islam, ia juga mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara filsafat Plato dan Aristoteles.
Al-Farabi mempunyai dasar berfilsafat dengan memperdalam ilmu dengan segala hal yang maujudat hingga membawa pengenalan pada Allah sebagai penciptanya. Di bidang filsafat Al-Farabi tergolong ke dalam kelompok filusuf kemanusiaan, yakni lebih mementingkan soal-soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, polotik, dan seni. Menurutnya, tujuan filsafat dan agama pada dasarnya adalah sama, yaitu untuk mengetahui semua wujud.
Hanya saja, filsafat memakai dalil-dalil yang yakin dan ditujukan kepada golongan tertentu, sedangkan agama memakai cara iqna’i (pemuasan perasaan) dan kiasan-kiasan serta gambaran yang ditujukan pada semua orang, bangsa dan negara. Ia juga mengatakan bahwa agama dan filsafat tidaklah bertentangan, keduanya sama-sama membawa kepada kebenaran. Sehingga dalam hal ini Al-Farabi juga berkeyakinan bahwa filsafat tidak boleh dibocorkan dan sampai kepada orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus menuliskan pendapat-pendapatnya dalam gaya bahasa yang gelap agar jangan diketahui oleh sembarang orang, hal ini di lakukan karena di khawatirkan dengan filsafat iman seseorang akan menjadi rusak