Short Stories : Why Should One Be Like A Lake?

Sang Guru tua menginstruksikan pemuda yang tidak bahagia untuk meletakkan segenggam garam dalam segelas air dan kemudian meminumnya. “Bagaimana rasanya?” Tuan bertanya. “Mengerikan”, gumam pemuda itu.

Sang Guru tertawa dan kemudian meminta pemuda itu untuk mengambil segenggam garam lagi dan meletakkannya di danau. Keduanya berjalan dalam keheningan ke danau terdekat dan ketika murid itu memutar-mutar segenggam garam ke danau, lelaki tua itu berkata, “Sekarang minum dari danau.”

Ketika air menetes ke dagu pria muda itu, sang Guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”
“Bagus!” Kata muridnya.

“Apakah Anda mencicipi garam?” Tanya sang Guru.
“Tidak”, kata pria muda itu.

Sang Guru duduk di samping pemuda yang bermasalah ini, meraih tangannya, dan berkata, “Rasa sakit dan penderitaan hidup adalah garam murni; tidak lebih, tidak kurang. Jumlah rasa sakit dalam hidup tetap sama, persis sama. Tetapi jumlah yang kamu rasakan terkait dengan ‘rasa sakit’ tergantung pada wadah yang kamu masukkan. ”

Jadi ketika Anda kesakitan, satu-satunya hal yang dapat Anda lakukan adalah memperbesar indra Anda. Berhenti menjadi gelas. Jadilah sebuah danau!

Sumber

Di sinilah kita harus memahami cara merespon yang baik ketika kita sedang menghadapi suatu masalah, apakah kita mau memilih menjadi gelas, yang dimana ketika ada masalah (garam) datang, dan kita merasakan penderitaannya (asinnya). Atau kita mau memilih menjadi sebuah danau, dimana ketika ada masalah (garam) datang, kita tidak terpengaruh dengan penderitaan (asin) yang ada, namun tetap positif thinking (segar).

Kita mau pilih jadi gelas atau danau, jika kita memilih menjadi gelas maka ketika dicampur dengan 3 sendok garam saja rasanya sudah asin dan orang tidak suka meminum airnya. Akan tetapi ketika kita memlih menjadi danau, 3 bungkus garam pun seakan tidak berdampak pada kesegaran air kita.