Setujukah kamu bahwa video game bisa menjadi salah satu alat pembelajaran etika untuk anak?

Baru-baru ini salah satu permainan bernama Garena Free Fire menampilkan iklan yang menceritakan beberapa pemain (anak-anak) memiliki sifat saling membantu, saling bekerjasama dan peduli satu sama lain seperti saat mereka memainkan video game tersebut, sehingga memberikan pesan bahwa bermain video game pun bisa mengajarkan anak dalam berperilaku baik. Namun dalam kolom komentar di kanal Youtube, banyak yang tidak sependapat dengan pesan iklan yang disampaikan. Komentar teratas tidak setuju tentang penggambaran anak-anak yang terlihat berperilaku positif itu, karena pada kenyataan yang ia lihat, para pemain (anak-anak) tersebut berperilaku negatif dan toxic yang jelas-jelas berbeda 180 derajat dari yang ditampilkan dalam video.

Dari sedikit penggambaran di atas, apakah kamu setuju bahwa video game bisa menjadi alat pembelajaran etika/perilaku untuk anak seperti yang disampaikan oleh Garena Free Fire? atau kamu lebih sependapat dengan komentar teratas di kanal Youtube? atau mungkin tidak ada pengaruhnya video game sebagai alat pembelajaran dalam beretika? Tuliskan pendapatmu di komentar ya!

Ilustrasi

Freepik

1 Like

Menjawab pernyataan diatas, menurut saya untuk sebagai pembelajaran etika untuk anak itu tidak ya, dikarenakan video game memiliki sifat yang candu, sehingga dapat membuat seorang anak menjadi lupa akan jati dirinya. Video game dapat membuat seorang anak lebih sering emosional sampai berbicara kasar kepada teman ataupun orang tua. Dan biasanya video game yang bersifat candu ini dapat membuat seorang anak menjadi lupa waktu dan jika diingatkan yang ada mereka malah memberontak. Menurut saya video game tidak dapat dijadikan alat pembelajaran dalam membangun etika seorang anak. Tetapi dapat dijadikan sebagai alat untuk mengasah kemampuan mereka, sebagai contoh banyak anak dapat belajar bahasa inggris dari sebuah game, atau dapat mengasah pola pikir mereka.

1 Like

Secara umum aku setuju bahwa video game dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran, namun dengan berbagai catatan dan pengawasan yang ketat.

Menurutku kehidupan kita saat ini sudah tidak dapat dilepaskan dari penggunaan gadget dan koneksi internet dari segala kalangan usia. Sebagai contoh, siswa SD saat ini saja sudah menggunakan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring menggunakan gadget dan koneksi internet karena adanya kondisi pandemi. Dan aku yakin juga sudah bukan hal yang aneh jika balita saat ini sudah mahir menggunakan gadget karena memang sudah dikenalkan (langsung maupun tidak langsung) oleh orang tua mereka.

Berdasarkan kondisi yang seperti itu, menurutku sudah bukanlah hal yang tabu lagi untuk memperkenalkan gadget kepada anak meskipun harus tetap diawasi secara tegas oleh orang tua dan dibatasi waktu penggunaannya secara disiplin. Meskipun penggunaan gadget pada anak-anak terutama bermain game online memiliki banyak dampak negatif, bukan berarti kegiatan tersebut tidak memiliki dampak positif sama sekali.

Lebih lanjut lagi menurut Jusuf (2016), penggunaan multimedia sebagai media pembelajaran sudah banyak dilakukan, dimulai dari penggunaan teks, gambar, animasi, video dan audio karena terbukti dapat memotivasi peserta didik untuk menyukai materi ajar. Mengingat pentingnya motivasi instrinsik untuk peserta didik dalam pembelajaran. Proses pembelajaran menggunakan gamifikasi memberikan alternatif untuk membuat proses belajar lebih menarik, menyenangkan dan efektif.

Namun, aku tetap menekankan bahwa anak-anak yang bermain game online sangat rawan menerima dampak negatif dari kegiatan tersebut. Oleh karena itu, orang tua harus bersikap tegas dan disiplin dalam mendidik anaknya agar tidak sampai terjerumus ke hal-hal yang negatif. Dan sebaiknya penggunaan gadget terutama pada anak yang usianya masih dini harus disesuaikan kontennya agar sesuai dengan porsi usianya. Sangat banyak juga game yang sifatnya murni untuk pendidikan dan telah dikemas dengan tampilan yang menarik.

Sumber

Jusuf, H. (2016). Penggunaan Gamifikasi dalam Proses Pembelajaran. Jurnal TICOM, 5(1), 1-6.

1 Like

Sebagai penikmat game, aku juga ingin beropini berdasarkan pengalamanku selama ini dalam bermain game dengan berbagai genre ya. Menurutku kalau konteksnya disini video game bisa menjadi salah satu alat pembelajaran etika anak tentu aku tidak setuju. Tapi kalau dibilang bahwa video game bisa memberikan pembelajaran hidup tentu aku sangat setuju, tapi tidak semua game tentunya. Mengapa? Ya menurutku tujuan utama seseorang untuk bermain game yang pasti adalah melepas penat dan bisa terhibur dengan segala jenis konten pada game tersebut, mulai dari storyline, grafik yang memanjakan, gameplay yang seru, dan masih banyak lagi. Memang kalau kebanyakan game yang bagus adalah game yang juga bisa memberikan nilai-nilai kehidupan bagi sang pemain, namun hal tersebut dinilai sangat sulit karena tentunya setiap pemain memiliki pandangan dan perspektif sendiri-sendiri, bahkan jika game yang dimainkan adalah game yang sama. Ada yang bisa menangkap pesan moral dari storyline yang diberikan, ada yang hanya menikmati gameplay yang diberikan, dan masih banyak lagi.

Malah menurutku, akhir-akhir ini dengan berkembangnya game-game yang kompetitif atau game yang dimainkan bersama orang lainlah yang mulai sedikit demi sedikit mulai “mendegradasi” moral dan etika anak bangsa. Disisi lain, untuk bisa menang, para pemain dituntut untuk saling bekerjasama agar bisa memenangkan game tersebut yang dimana hal ini cukup bagus. Namun, tak heran “tuntutan” untuk bisa menang di game tersebut mengakibatkan orang menjadi terlalu terobsesi untuk selalu menang dan melibatkan emosi. Hal inilah yang sering kita jumpai sebagai “toxic player” yang tentunya tidak baik bagi environment bagi game tersebut. Bisa jadi yang awal mulanya suatu player hanya ingin bermain just for fun namun bisa saja menjadi ikut-ikutan menjadi toxic. Jadi, menurutku video game kurang cocok menjadi media pembelajaran etika bagi anak-anak. Didikan orang tua merekalah yang menjadi faktor utama untuk bisa memberikan pendidikan etika pada anak.

1 Like