Setujukah kalian mengenai pernyataan banyak anak, banyak rezeki?

WhatsApp Image 2021-08-30 at 15.09.05

Orang zaman dulu percaya sekali dengan semakin banyak jumlah anak mereka, semakin banyak juga rezeki yang mereka dapatkan. Namun, anggapan tersebut sepertinya sudah tak lagi relevan dengan kondisi keluarga modern saat ini. Kondisi keluarga modern dengan suami istri yang bekerja, serta kondisi keuangan yang terkadang tidak stabil membuat banyak pasangan muda memilih untuk memiliki sedikit anak.

Nah setujukan Youdics mengenai pernyataan mengenai memiliki anak bisa menambah banyak rezeki?

Setuju kalau keluarganya sudah financially dan mentally stable. Kalau keluarganya masih punya banyak tanggungan yang lebih penting untuk dipenuhi, aku sangat tidak setuju. Realitanya, berdasarkan salah satu penelitian, keluarga yang memiliki banyak anak cenderung datang dari keluarga yang terdampak kemiskinan. Begitu pula dengan negara-negara miskin, angka kelahirannya yang tinggi karena dipengaruhi oleh banyak faktor seperti nilai budaya hingga masalah keadilan sosial.

Menurut aku, masih banyak yang percaya akan statement ini karena budaya patriarki yang masih langgeng di lingkungan kita. Bukan hanya di Indonesia saja, di banyak negara, kekerasan dan penyebaran nilai-nilai patriarki masih sangat tinggi dan luar biasa. Pada kasus ini, laki-laki seringkali membuat keputusan untuk istri dan keluarganya, untuk memiliki anak yang lebih banyak. Akibatnya, masih banyak perempuan dalam rumah tangga yang tidak memiliki banyak pilihan dan tidak bisa mengutarakan pendapatnya mengenai banyak anak yang akan dimiliki.

Selain itu, kurangnya pendidikan juga menjadi faktor utama dalam kasus ini. Penelitian membuktikan bahwa anak perempuan yang menikah dan memulai keluarga mereka di masa remaja jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menyelesaikan sekolah dan melanjutkan ke model nilai-nilai pendidikan untuk anak-anak mereka. Mereka cenderung memiliki lebih banyak anak, sehingga sulit untuk membayar biaya pendidikan untuk setiap anak. Namun, wanita yang melanjutkan pendidikannya cenderung memiliki lebih sedikit anak. Mereka lebih cenderung memprioritaskan pendidikan anak-anak mereka sendiri dan memahami investasi keuangan yang akan dibutuhkan.

Memiliki banyak anak adalah tanggung jawab yang sangat besar. Memiliki anak artinya kita harus memenuhi kebutuhan mereka baik dari segi finansial maupun mental. Semakin banyak anak berarti fokus sebagai orang tua untuk memperhatikan masing-masing anak tersebut juga terbagi-bagi, belum tentu semuanya rata merasakan kasih sayang yang cukup. Terlebih dari segi ekonomi, sebagai orang tua seharusnya tidak memaksakan untuk memiliki banyak anak jika kondisi ekonomi keluarga belum stabil karena anak bisa jadi korbannya.

Referensi

https://www.worldvision.ca/stories/why-do-the-poor-have-large-families

Untuk saya pernyataan bahwa banyak anak banyak rezeki, saya setuju. Tapi pernyataan ini sangat bergantung dengan bagaimana cara orang tua nanti mendidik anaknya. Banyak rezeki ini menurut saya yang penting anak sekeluarga tidak merasa kekurangan, artinya rezekinya cukup-cukup saja. Lalu agar anak-anak merasa mempunyai pemikiran rezeki yang cukup, orang tua harus bisa menanamkan mindset atau mental ke anak yang kuat. Ini yang membuat pernyataan ‘banyak anak banyak rezeki’ pada jaman dulu berbeda dengan jaman modern sekarang.

Kalau dulu petani memiliki banyak anak tidak masalah dan justru malah menghargainya. Karena ia bisa ajak untuk bertani juga dan bisa menghasilkan. Lalu anak juga merasa harus memenuhi semua kebutuhannya sendiri karena memiliki saudara yang banyak, karena jika minta ke orang tua pasti tidak dikabulkan. Selain itu juga kita bisa lihat dari didikan orang tua kepada si anak. Misalnya dulu ketika ada anak nakal dimarahin guru. Kalau anak itu cerita ke orang tuanya dia justru dimarahin lagi, karena memang bersalah. Sehingga anak tersebut mentalnya lebih terlatih karena terpaksa menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Sehingga anak tersebut mempunyai mental yang siap.

Berbeda dengan didikan orang tua sekarang, yang kelihatannya menghilangkan masalah-masalah yang akan dihadapi anaknya, lebih memilih untuk melindungi anaknya. Kalau seperti cerita diatas, anak dimarahin guru, orang tua malah marah ke gurunya bukan ke anaknya yang nakal. Sehingga ini membentuk mental anak yang tidak siap dan lebih senang menuntut dan meminta. Jadi kalau punya satu anak yang seperti itu, yang selalu ingin semuanya dikabulkan, orang tua pasti merasa kesusahan dan rezekinya seret, apalagi kalau anaknya ada banyak. Maka dari itu pernyataan banyak anak banyak rezeki sekarang kurang relevan karena memang didikan orang tua yang kurang mempersiapkan anaknya.

Summary

Setuju banget tetapi kalau anaknya di didik dengan benar, segala sesuatu yang baik akan dibalas dengan yang baik pula. Dalam Islam, melahirkan dan memiliki keturunan adalah hal yang sangat dianjurkan. Beberapa dalil dari Alquran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan hal tersebut. Salah satunya perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya agar menikah dengan wanita yang subur, agar dapat melahirkan anak yang banyak. Beliau ingin jika umat Islam banyak anak, maka semakin banyak pengikutnya sehingga beliau dapat berbangga dengan banyaknya jumlah pengikut pada hari kiamat kepada nabi-nabi yang lain dan umatnya.

Anak adalah karunia. Kehadiran mereka adalah nikmat. Anak dan keturunan memang dapat melahirkan ragam kebaikan. Dalam kehidupan rumah tangga, anak-anak dan keturunan ibarat tali pengikat yang dapat semakin menguatkan hubungan pasangan suami istri. Dan dari sana lah kemudian akan tercipta keharmonisan dalam rumah tangga; sakinah, mawaddah dan rahmah. (Dari ceramah Syaikh Sa’ad As-Syitsry, Ahkam Al Maulud).

src

https://muslim.or.id/9511-banyak-anak-banyak-rezeki.html

Orang jaman dulu percaya sekali dengan semakin banyak jumlah anak mereka, semakin banyak juga rezeki yang mereka dapatkan. Namun, menurut saya anggapan tersebut sudah tidak lagi relevan dengan kondisi keluarga modern saat ini.

Kondisi keluarga modern dengan suami istri yang bekerja, serta kondisi keuangan yang terkadang tidak stabil membuat banyak pasangan muda memilih untuk memiliki sedikit anak. Keluarga jaman sekarang termasuk dalam program dari pemerintah dengan slogan “Dua Anak Lebih Baik”. Dengan program seperti ini sangat menguntungkan bagi orang tua dan anak.

  1. Anak Lebih Mendapat Perhatian

Generasi sekarang merupakan produk program pemerintah Keluarga Berencana (KB) yang memang mengimbau masyarakat untuk hanya memiliki dua anak dengan hanya satu balita. Dengan memiliki dua anak, pemenuhan kebutuhan lebih mudah dilakukan. Jika kedua orang tua bekerja pun, perhatian untuk dua anak masih bisa cukup diberikan. Dikutip dari Institute for Family Studies, anak-anak yang lebih tua cenderung kurang mendapat perhatian dari orang tua. Hal itu juga berdampak pada minimnya stimulasi intelektual di rumah dan waktu kebersamaan anak-anak yang lebih tua dengan orang tua mereka, mengingat orang tua mereka akan sibuk mengurus si adik yang masih balita dan yang baru lahir.

  1. Pengaruhi Kondisi Ekonomi Keluarga

Banyak anak dalam keluarga juga secara langsung akan memengaruhi kondisi ekonomi keluarga mereka. Orang tua harus membayar biaya hidup sehari-hari anak-anak, biaya sekolah, biaya kesehatan, dan biaya lainnya. Dengan kondisi ekonomi yang serba mepet bahkan kekurangan, anak-anak lah yang akan terkena dampaknya. Sebuah studi yang dilakukan tiga ahli ekonomi menemukan bahwa memiliki banyak anak akan mengurangi nilai kognitif anak, memperburuk perilaku mereka, meningkatkan risiko keterlibatan anak pada kriminalitas dan risiko kehamilan saat remaja, dan menurunkan tingkat pendidikan serta pendapatan mereka saat beranjak dewasa. Dari studi yang sama, ditemukan bahwa orang tua dengan banyak anak kebanyakan tidak mampu membiayai kuliah anak-anak mereka. Padahal, kuliah sebenarnya awal yang baik untuk memulai kehidupan yang lebih baik.

Referensi

https://www.orami.co.id/magazine/banyak-anak-banyak-rezeki-yang-tak-lagi-berlaku-pada-pasangan-modern/

Masalah kependudukan tidak terkontrol adlaah salah satu permasalahan yang serius bagi negara berkembang termasuk negara Indonesia. Menurut data diperoleh bahwa jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 267 Juta Jiwa dari hasil data jumlah penduduk ini memberikan penjelasan bahwa Indonesia akan semakin padat jumlah penduduknya. Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke-lima sesudah RRC, India, USSR dan USA, sangat merasakan betapa berat tekanan-tekanan akibat adanya masalah kependudukan yang sangat
dirasakan adalah pertumbuhannya yang pesat dan penyebarannya ke seluruh wilayah yang tidak seimbang (Databoks: Jumlah Penduduk Indonesia akan Mencapai Puncaknya pada 2062).

Pada kondisi kenyataannya dengan jumlah penduduk yang padat akan berdampak pula kepada penyediaan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan tersebut tentunya menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap masing-masing individu. Negara berkembang umumnya tidak memiliki lapangan pekerjaan, sehingga pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) semakin diperluas yang akhirnya menimbulkan berbagai masalah lingkungan hidup.

hal seperti dapat diselesaikan dengan menerapkan program Keluarga Berencana atau yang lebih akrab disebut KB adalah program skala nasional untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertambahan penduduk di suatu negara. Kenyataannya keberhasilan Keluarga Berencana ini tidaklah mudah dapat
diterima oleh masyarakat. Hal ini disebabkan pandangan kebudayaan dan agama di negara kita, masyarakat masih mempercayai pendapat tradisional yang mengatakan “banyak anak banyak rezeki” yang sepenuhnya tidak benar. Paradigma atau pandangan terhadap mitos banyak anak banyak rezeki harus diimbangi dengan kesiapan mental dan kondisi ekonomi keluarga. Jika paradigma mitos banyak anak banyak rezeki tanpa diimbangi kedua hal tersebut akan menjadi masalah / ketimpangan sosial di lingkungan masyarakat. Dampak-dampak yang timbul penyediaan sandang, pangan, dan papan. Selain itu, timbul masalah lainnya, yakni keberadaan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, yaitu kepadatan penduduk, kemiskinan, dan kondisi masyarakat yang tidak sejahtera.

Sumber

Nuri Novianti Afidah. 2019. KAMPUNG KELUARGA BERENCANA SEBAGAI UPAYA MENGUBAH PARADIGMA MITOS BANYAK ANAK BANYAK REZEKI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Tidak.
Menurutku definisi rezeki disini lebih ke ‘keuntungan’ yang diperoleh karena punya banyak anak. Misalnya jaman dulu banyak masyarakat yang menjadi petani yang membutuhkan tenaga bantuan lebih banyak, sehingga mereka membutuhkan bantuan tenaga anak-anaknya untuk membantu mereka menyelesaikan pekerjaannya. Nah, dari sinilah menuruku muncul tagline banyak anak banyak rezeki, karena lebih irit biaya tenaga kerja (tidak mempekerjkan orang lain) dan kalo kerjanya cepet selesai sesuai target, bukan tidak mungkin menghasilkan lebih banyak atau lebih cepat uang diperoleh. Juga, zaman dahulu anak seakan menjadi ‘investasi’ masa tua (bahkan hingga saat ini masih ada orang tua yang menganut ini).
Tapi kalo tagline ini dibawa ke masa sekarang, aku rasa udah ngga relevan. kayanyaa lebih tepatnya “banyak anak, butuh banyak rezeki” mungkin (?) :laughing:

Setuju. KALAU, keluarga tersebut memang berasal dari keluarga dengan finansial yang baik dan orang tua tersebut mampu membesarkan anak-anaknya dengan baik hingga mereka menjadi sukses. Namun, kalau tidak, banyak anak tidak dapat membawa banyak rejeki, melainkan dapat menjadi masalah baru untuk kedua orang tua tersebut.

Kalau menurut saya tergantung ya. Sebagai contoh misalkan keadaan finansial dari sebuah pasangan itu mencukupi, bisa jadi memiliki banyak rezeki, karena dengan finansial yang cukup dapat membesarkan anak dengan baik sehingga anak dapat menjadi orang yang berguna. Tetapi kalau finansial tidak dapat dibilang baik, lebih baik menyesuakan jumlah anak sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapin. Sehingga masing-masing tergantung bagaimana kondisinya.

Tidak setuju, jaman sudah berubah saya rasa statement ini menyesatkan kita harus melihat kenyataan bahwa selama hidup segala kebutuhan dari hal yang paling kecil membutuhkan uang. Memenuhi kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan material pada anak dengan jumlah kecil tentunya lebih mudah daripada memenuhi kebutuhan anak dengan jumlah banyak. Maka tidak mengherankan jika banyak orang menganggap bahwa memiliki sedikit anak menjadi pilihan yang lebih realistis daripada banyak anak.

Saya setuju-setuju saja dengan pernyataan bahwa memiliki anak bisa menambah rezeki. Bukan hanya rezeki dalam bentuk uang, tetapi juga bisa dalam bentuk kebahagiaan. Namun, hal tersebut juga tergantung pada kondisi masing-masing orang. Memiliki banyak anak diperlukan kondisi yang siap dan matang (baik mental maupun finansial). Jika memiliki banyak anak di kondisi tidak siap (apalagi dengan pemikiran ‘nanti juga ada rezekinya’), itu yang kadang menjadi akar masalah, seperti tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Oleh karena itu, menurut saya kehamilan adalah sesuatu yang perlu dipikirkan matang-matang. Tidak asal dengan keinginan memiliki anak, tetapi tidak diikuti pemikiran bagaimana ia bertanggung jawab atas keputusannya itu. Dan melihat pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terus meningkat, memiliki sedikit anak bisa menjadi pertimbangan. Karena dibandingkan kuantitas, kualitas anaklah yang lebih penting.

Saya kurang setuju dengan pernyataan mengenai memiliki banyak anak bisa menambah banyak rezeki ketika kondisi perekonomian keluarga tersebut hidup dalam kemiskinan. Menurut data dari Direktur Pendidikan dan Agama Kementerian PPN/ Bappenas, pada tahun 2019 sekitar 4,3 juta siswa Indonesia putus sekolah di berbagai jenjang. Angka itu sebesar 6 persen dari seluruh usia anak sekolah yaitu 53 juta. Tingginya angka putus sekolah ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah kondisi ekonomi yang sulit.
Sah-sah saja ketika sebuah keluarga memutuskan untuk memiliki banyak anak, namun sebaiknya mereka harus mempertimbangkan banyak hal karena memiliki anak bukan sekadar hanya untuk diberi makan dan dijadikan alat investasi masa depan. Untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang sejahtera tidak ada salahnya untuk memiliki banyak anak karena mereka bisa mencukupi kebutuhan hidup anak-anak tersebut. Namun untuk keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah tentunya harus dipertimbangkan lagi karena kekurangan pendapatan akan menghadirkan masalah baru seperti putus sekolah, pengangguran dll.

Sumber: [4,3 Juta Siswa Putus Sekolah di 2019 - Medcom.id](Kumpulan Kategori Berita News Pendidikan - Medcom.id

Kalau ini jawabannya cenderung relatif karena memiliki banyak anak atau tidak adalah tergantung dari kesanggupan keluarga tersebut untuk mengurus mereka tanpa terkecuali. Lagipula, pendapat mengenai banyak anak banyak rezeki menurut saya sebetulnya sudah tidak relevan lagi dengan situasi sekarang dimana banyak orang tua yang memilih untuk memiliki maksimal dua atau tiga anak saja atau bahkan melakukan gerakan childfree. selain itu memiliki anak pun juga harus dipertimbangakan segi finansial dan lainnya supaya kebutuhan anak tercukupi.

Jika dulu mungkin, banyak anak banyak rejeki itu adalah sebuah investasi bagi orang tua di hari tua karena berharap dengan memiliki banyak anak, maka diharapkan mereka dapat tumbuh menjadi orang - orang yang sukses yang kelak akan menopang kehidupan orang tua di hari tua mereka. Hal ini juga bergantung dari bagaimana pola asuh orang tua. Untuk zaman sekarang, sebetulnya bebas - bebas saja memiliki banyak anak, memiliki sedikit anak, atau tidak memiliki anak sama sekali, mengingat kemampuan tiap pasangan untuk memiliki anak dan membesarkannya tentu saja berbeda - beda.

Orang zaman dulu percaya sekali dengan semakin banyak jumlah anak mereka, semakin banyak juga rezeki yang mereka dapatkan.

Tanggapan dari saya mengenai pernyataan ini yaitu bahwa hal tersebut sudah tidak bisa dijadikan sebagai pedoman. Semakin banyak anak otomatis pengeluaran (ekonomi), waktu, dan tenaga juga semakin membesar. Tidak semua orang mampu untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis jika memiliki anak banyak.

Menurut saya juga ketika memiliki anak kita tidak hanya fokus untuk membesarkan mereka tetapi juga wajib merawat, mengasuh, mendidik, dan mengawasi anak. Salah satu pengaruh jika orangtua tidak mampu menjalankan kewajibannya dengan baik kepada anak yaitu anak beresiko mengalami penelantaran atau kekerasan (Australian Institute of Family Studies, 2017).

Orangtua memiliki kewajiban untuk mempersiapkan anaknya menjadi generasi yang kuat secara fisik dan mental, memenuhi kebutuhan dasar anak, dan memberikan pendidikan (Fahimah, 2019). Jika orang tua lalai dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya maka orang tua durhaka kepada anaknya.

Berkaitan dengan rezeki, maka orang tua yang lalai atau durhaka dibenci oleh Tuhan YME. Sehingga dapat membuat orangtua terhambat dalam memperoleh rezeki dan keberkahan di dunia

References:

  1. Australian Institute of Family Studies. (2017). Risk and protective factors for child abuse and neglect. https://aifs.gov.au/cfca/publications/risk-and-protective-factors-child-abuse-and-neglect.
  2. Fahimah, I. (2019). Kewajiban orang tua terhadap anak dalam persepktif Islam. 1,(1), Jurnal Hawa. doi: Kewajiban Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Islam | Fahimah | Jurnal Hawa : Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak