Imperialisme dan kolonialisme, dua terminologi populer untuk penjajahan, dipahami secara berbeda-beda oleh banyak pihak. Apalagi setelah berkembang kepada beragam paradigma pemahaman baik liberalis, marxistik maupun beragam pola interpretasi lain, yang menjadikan pengertian keduanya cenderung polemistik dan dialektik. Scrutton dalam kamus pemikiran politiknya menyatakan imperialisme sebagai: the extention of power through conquest or pursuit of empire i.e. of a global influence so dominant as to amount to virtual soverignty wherever it is successful. Dalam hal ini imperialisme diterjemahkan sebagai perluasan kontrol politik atas daerah lain, yang sinonim dengan ekspansi kolonial.
Abdul Rahman memandang imperialisme sebagai paham yang mendorong suatu negara memperluas wilayah dengan cara menjajah negara lain, sedangkan kolonialisme merupakan tindakan menjajah negara lain secara teritorial. Kolonialisme dengan sendirinya sudah merupakan satu bentuk imperialisme yang diwujudkan dalam tindakan. Dengan demikian, secara teknis terdapat perbedaan antara kolonialisme dan imperialisme. Imperialisme ditempatkan sebagai pemikiran subyektif yang tidak selalu secara empiris tampak dalam kenyataan, sedangkan kolonialisme adalah perkembangan lebih konkrit dari imperialisme. Bila dalam perkembangannya muncul kasus-kasus imperialisme yang tidak disertai kolonialisme (imperialism without colony), maka pada dasarnya imperialisme dapat dipahami sebagai satu bentuk penguasaan satu bangsa atas bangsa lain, meski hanya dalam bentuk dominasi, hegemoni ataupun pengaruh sosial politik.
Penjajahan, dalam terminologi imperialisme maupun kolonialisme merupakan fenomena kesejarahan manusia yang sudah dikenal sejak kurun awal peradaban manusia. Pada bangsa-bangsa nusantara sendiri, penjajahan bukan sesuatu yang asing, di mana setiap kerajaan senantiasa diliputi ambisi untuk menguasai wilayah lain di luar batas etnisitasnya sendiri. Hanya saja, intensitas, luas dan panjangnya dampak yang ditimbulkan menjadikan terminologi tersebut pada akhirnya lebih banyak ditujukan atas penjajahan bangsa Eropa sesudah renaissance dan Aufklaeruung. Penjajahan Barat sejak saat itu seolah mengulang sesuatu yang pernah dilakukan Alexander The Great, dengan jangkauan wilayah yang jauh lebih luas.
Berbagai teori diajukan untuk menjelaskan penyebab munculnya penjajahan. Di antara teori yang paling mengemuka adalah teori ekonomi, dengan beragam penjelasannya. Teori ekonomi, sebagaimana diajukan J.H. Hobson dan V.I. Lenin menempatkan kapitalisme sebagai penyebab terjadinya penjajahan, baik dalam pengertian lama yang mengambil bentuk penguasaan teritotal maupun pengertian baru, yang mengambil bentuk pengaruh dan hegemoni. Teori-teori tersebut cenderung mengedepankan pemahaman fungsionalistik, di mana pelaku dipandang sebagai satu-satunya penyebab terjadinya peristiwa. Padahal faktor keterbelakangan bangsa terjajah juga merupakan variabel yang tak dapat diabaikan.