Seperti apa konsep dan hakikat dari berpikir ilmiah?

Logika berasal dari logos, artinya pikiran atau dengan kata lain yang mempelajari pikiran dalam bentuk bahasa. Secara etimologis, logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran dalam bentuk bahasa.

Berpikir adalah proses atau kegiatan jiwa untuk mencapai pengetahuan. Berpikir merupakan serangkaian kegiatan dari budi rohani seseorang yang menciptakan pengertian, melakukan penalaran, dan mengolah ingatan berdasarkan pengalaman terdahulu sebagai tanggapan terhadap keadaan sekeliling. Berpikir dapat membuahkan beberapa hasil-hasil pemikiran baik atau rumusan solusi dari suatu permasalahan.

Seperti apa konsep dan hakikat dari berpikir ilmiah?

Definisi berpikir ilmiah yang diperoleh dari berbagai sumber dan diuraiakan sebagai berikut.

  • Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan (Hillway 1956).

  • Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.

  • Menurut Salam (1997), pengertian berpikir ilmiah adalah:

    1. proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu; dan
    2. proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
  • Berpikir ilmiah yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian lebih kompleks disertai pembuktian-pembuktian (Menurut Kartono 1996 dalam Khodijah 2006).

  • Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada (Eman Sulaeman).

  • Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir (wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

  • Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan, dan sebagainya secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Selain itu juga menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.

  • Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S. Suria Sumantri 1984).

  • Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang didasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh mulyana Mubarak, SE).

Hakikat Berpikir Ilmiah
Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi melalui penciptaan kebudayaan.

Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berpikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan manusia dalam hal berpikir, makhluk yang terakhir hanya dapat berpikir dengan kemampuan terbatas pada insting dan demi kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dapat kesadaran manusia dalam proses berpikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.

Dalam membahas pengetahuan ilmiah, kegiatan berpikir belum dapat dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan ilmiah, kecuali ia memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang disebut sebagai pola pikir. Berpikir dengan mendasarkan pada kerangka pikir tertentu inilah yang disebut sebagai penalaran atau kegiatan berpikir ilmiah . Dengan demikian, tidak semua kegiatan berpikir dapat dikategorikan sebagai kegiatan berpikir ilmiah, begitu pula kegiatan penalaran atau suatu berpikir ilmiah tidak sama dengan berpikir.

Contoh:

Ketika anak batitanya mengambil sebuah pisau, seorang ibu langsung berusaha untuk mengambil sebilah pisau dari si anak karena sang ibu berpikir pisau dapat membahayakan si anak. Kegiatan berpikir sang ibu belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan ilmiah karena ibu hanya mengira-ngira atau mempergunakan perasaan dalam kegiatan berpikirnya. Berbeda dengan seorang mahasiswa psikologi yang dengan sengaja memberikan sebilah pisau kepada anak batita dalam rangka untuk mengetahui bagaimana sistem refleks si batita dalam mempergunakan pisau. Mahasiswa memiliki alasan yang jelas yakni ingin mendapatkan pengetahuan tentang kemampuan seorang anak kecil sehingga memungkinkan kegiatannya disebut berpikir ilmiah.

Lalu apa saja yang memungkinkan kegiatan mahasiswa psikologi disebut sebagai berpikir ilmiah?

Pertama, perlu dipahami bahwa kegiatan penalaran adalah proses berpikir yang membuahkan sebuah pengetahuan . Selain itu, melalui proses penalaran atau berpikir ilmiah berusaha mendapatkan sebuah kebenaran. Untuk mendapatkan sebuah kebenaran, kegiatan penalaran harus memenuhi dua persyaratan penting, yakni logis dan analitis.

  • Syarat pertama adalah logis. Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah harus mengikuti suatu aturan atau memenuhi pola pikir (logika) tertentu . Kegiatan penalaran yang digunakan si mahasiswa disebut logis karena ia memenuhi suatu pola pikir induktifis atau pola pikir menggunakan observasi individual untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih general, dengan cara mengamati refleks si batita ketika diberikan sebilah pisau.

  • Syarat kedua bagi kegiatan penalaran adalah analitis atau melibatkan suatu analisis menggunakan pola pikir (logika) tersebut . Ini berarti, jika si mahasiswa psikologi hanya melihat si anak saat diberikan sebilah pisau tanpa melakukan analisis apa yang terjadi setelah itu dan tidak menggunakan pola pikir induktifisme dalam analisisnya, kegiatannya itu belum dapat disebut sebagai sebuah penalaran atau kegiatan berpikir ilmiah.

Dari penjelasan dan contoh tersebut, dapat diketahui bahwa dalam proses berpikir sehari-hari, kita dapat membedakan berpikir ilmiah dari kegiatan yang lain, yaitu berpikir non ilmiah. Terdapat dua contoh lain di mana sebuah kegiatan berpikir tidak dapat disebut sebagai penalaran atau berpikir ilmiah.

  • Berpikir dengan intuisi. Intuisi adalah kegiatan berpikir manusia yang melibatkan pengalaman langsung dalam mendapatkan suatu pengetahuan. Namun, intuisi tidak memiliki pola pikir tertentu sehingga ia tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penalaran. Sebagai misal, seorang Ayah merasa tidak tenang dengan kondisi anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar kota. Namun, ketika ditanyakan apa sebab yang menjadi dasar ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun proses berpikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut berpikir ilmiah karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.

  • Berpikir berdasarkan wahyu. Pengetahuan melalui wahyu juga tidak bisa memenuhi kegiatan penalaran. Alih-alih menggunakan pola pikir (logika) tertentu dan analisis terhadapnya, wahyu justru mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan bukan pada hasil aktif manusia. Dengan kata lain, melalui wahyu, akal manusia bersifat pasif dan hanya menerima sebuah kebenaran yang sudah ada ( taken for granted ) dengan keyakinannya.

Sampai pada poin ini, perbedaan berpikir ilmiah dari berpikir non ilmiah memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar, yakni:

  • sumber pengetahuan, berpikir ilmiah menyandarkan sumber * pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berpikir non ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia atau hal-hal di luar kuasa manusia seperti pada kepercayaan terhadap Tuhan;

  • ukuran kebenaran, berpikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berpikir non ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.

Uraian mengenai hakikat berpikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada dasarnya kegiatan berpikir adalah proses dasar dari pengetahuan manusia. Dengan berpikir ilmiah kita dapat membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berpikir ilmiah belum dapat disebut benar atau sahih sebelum kita melakukan penyimpulan terdapat proses berpikir kita karena pengetahuan sesungguhnya terdiri atas kesimpulan-kesimpulan dari proses berpikir kita. Dengan kata lain, suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih ketika dilakukan penyimpulan dengan benar pula. Kegiatan penyimpulan inilah yang disebut logika. Dengan demikian, hubungan antara syarat berpikir ilmiah dan kegiatan penyimpulan. Keduanya sama-sama memenuhi suatu pola pikir tertentu yang kita sebut logika.