Seberapa besar daya rosot karbondioksida yang dimiliki oleh tanaman?

Gas CO2 adalah bahan baku bagi fotosintesis, di mana laju fotosintesis dipengaruhi oleh kadar CO2 di udara (Ardiansyah 2009). June (2006) menyatakan peningkatan kadar CO2 di atmosfer akan merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air. Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju fotosintesis di dalam daun. Peningkatan laju fotosintesis tersebut akan menyebabkan terjadinya penimbunan karbohidrat di daun (Darmawan & Baharsjah 1983).

Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Dalam kondisi kadar CO2 normal tanaman C-4 memiliki efisiensi fotosintesis lebih tinggi dari pada tumbuhan C-3, akan tetapi pada kadar CO2 tinggi tanaman C-3 menunjukkan laju
pertumbuhan lebih tinggi daripada tanaman C-4, sehingga tanaman C-3 lebih diuntungkan dengan adanya peningkatan CO2 daripada tanaman C-4 (Wolfe 2007).

Kenaikan CO2 juga memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman (Wolfe 2007). Stomata memiliki fungsi sebagai pintu masuknya CO2 dan keluarnya uap air dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan air sedikit mungkin untuk mencapai efisiensi pertumbuhan yang tinggi (June 2006). Tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai kadar CO2 optimum di dalam daun jika kadar CO2 di atmosfir meningkat, sehingga laju pengeluaran air dikurangi (June 2006).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tumbuhan mendapatkan keuntungan dari tingginya kadar CO2. Lantas seperti kemampuan tanaman dalam menyerap karbondioksida?

Daun tanaman menyerap CO2 selama fotosintesis dan memakainya sebagai bahan untuk membuat karbohidrat. Fotosintesis juga merupakan salah satu mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer (KLH 2006). Lebih dari 13% karbon di atmosfer digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya (Salibus & Ross 1995).

Hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman (Heriansyah & Mindawati 2005). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam telah meneliti kemampuan penyerapan CO2 berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon hutan, dan umur tegakan (Dephut 2005). Hutan dan taman kota dapat menyerap CO2 namun hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap gas ini dibandingkan dengan taman.

Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dapat dikelompokan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman C-3 memfiksasi CO2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO2 melalui daur C4 asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang memfiksasi CO2 menjadi asam malat (Dahlan 2004).

Pengukuran daya rosot tanaman terhadap CO2 telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian secara mendalam tentang kemampuan pohon menyerap karbon telah dilakukan oleh International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF), Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Kehutanan dan Kementrian Negara Lingkungan Hidup (Dephut 2005).

Dari penelitian Bernatzky (1978) diketahui bahwa 1 hektar area yang ditanami pohon, semak dan rumput yang memiliki luas daun kurang dari 5 hektar, dapat menyerap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 2 jam. Jo & McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) menyatakan hasil penelitian pada hutan kota di Chicago dapat menyerap CO2 sebesar 0,32-0,49 kg/m2.

Heriansyah & Mindawati (2005) telah mengukur potensi hutan tanaman meranti dalam menyerap CO2. Kemampuan 7 jenis meranti yang diteliti bervariasi sesuai jenis dan umur tanaman. Variasi daya rosot karbon disebabkan oleh perbedaan luas kawasan, perbedaan kombinasi dan komposisi jenis, kerapatan tanaman dan perbedaan komposisi umur tegakan. Hasil penelitian Heriansyah & Mindawati (2005) menyatakan rata-rata penyerapan CO2 per individu tanaman jenis Shorea leprosula, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea selanica, Shorea seminis, Shorea tenoptera Burck, dan Shorea stenoptera forma Ardikusuma adalah masing-masing 55,13; 35,37; 28,97; 40,46; 71,32; 72,18; dan 20,41 ton CO2 per tahun. Dari hasil penelitian Sugiharti (1998) diperoleh bahwa kaliandra (Caliandra sp), flamboyan (Delonix regia), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap CO2 dan sekaligus tanaman tersebut kurang terganggu
oleh pencemaran udara.

Hasil Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam tentang kemampuan pohon dalam menyerap CO2 menunjukkan bahwa akasia (Acacia mangium) berumur 6 tahun yang terdapat di Pusat Penelitian Benakat, Sumatera Selatan mempunyai kandungan CO2 sebesar 16,64 ton/ha/tahun, lebih besar dari kandungan CO2 tegakan akasia berumur 10 tahun yang terdapat di Jawa Barat yang hanya sebesar 9,06 ton/ha/tahun (Dephut 2005).

Hasil penelitian Hariyadi (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan bahwa Koopsia arborea adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu 41.633 kg/pohon/tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Lailati (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan Canarium asperum adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu 38.964 kg/pohon/tahun. Karyadi (2005) telah mengukur daya rosot CO2 5 jenis tanaman hutan kota dengan menggunakan alat ADC LCA-4. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun tertinggi adalah jenis Mangifera indica yaitu sebesar 445,300 kg/pohon/tahun.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunkan metode karbohidrat diantaranya oleh Hariyadi (2008), Mayalanda (2007), dan Ardiansyah (2009). Hasil pengukuran daya rosot karbondioksida yang dilakukan oleh Ardiansyah
(2009) terdapat pada tabel berikut :

Hariyadi (2008) melakukan penelitian terhadap 15 jenis tanaman hutan kota dengan metode yang sama. Hasil penelitian terdapat pada tabel berikut:

Mayalanda (2007) melakukan penelitian terhadap 21 jenis tanaman hutan kota untuk mengenai daya rosot CO2 dengan menggunakan metode yang sama. Hasil penelitian terdapat pada tabel berikut: