Putri Kandita, Sang Legenda dari Pantai Selatan

Ini adalah sebuah kisah dibalik seorang wanita tangguh yang berhasil menaklukkan Pantai Selatan,
Tanpa gentar, bertempur di atas ombak samudra yang mematikan,
Jika namanya dikumandangkan, siapalah yang tidak segan?
Ya! Dialah Putri Kandita atau yang sering kita kenal dengan sebutan Nyi Roro Kidul.

Nyi Roro Kidul
(sumber : Pinterest)

Bagi para pecinta game, nama Putri Kandita ini pasti tidak asing di telinga kalian, kan? Yak, betul! Karena kehebatannya, putri ini dikenang dan diabadikan menjadi sebuah karakter di dalam permainan game online dunia. Wah, sangat membanggakan ya! Akhirnya cerita rakyat Indonesia sudah mulai masuk ke telinga masyarakat dunia. Nah, penasaran dengan ceritanya yang luar biasa, kan? Yuk, langsung saja!

Berawal dari sebuah kerajaan besar di Tanah Sunda yang dipimpin oleh raja arif dan bijaksana, Prabu Siliwangi. Kerajaan Sunda Pajajaran ini merupakan kerajaan besar yang damai rakyatnya. Keberkahan selalu menyertai kehidupan mereka. Bahkan, alam semesta seakan memihak tanah yang loh jinawi ini.

Hamparan pemandangan indah terpampang nyata. Angin semilir menari-nari diatas kepala. Tanpa sengaja, si angin menyibak rambut panjang wanita cantik yang sedang duduk di taman istana. Mata wanita itu tetap terpejam merasakan lembutnya udara sore pada wajahnya. Wajahnya yang berseri mendongak keatas untuk merasakan cahaya sang mentari sore. Lantunan lagu dan syair pun mendayu dari bibir manisnya. Tiba-tiba sebuah tetesan air jatuh ke pipinya. Terdengar suara dayang membisiki telinganya, “Maaf, Tuan Putri Kandita… Langit telah kehilangan cahayanya. Sepertinya hujan akan datang. Apabila Putri berkenan, silakan Tuan Putri masuk dulu ke dalam istana”. Mata Putri Kandita terbuka pelan. Ia mengangguk dengan senyuman manis di wajahnya. “Baiklah, aku akan masuk. Terima kasih, dayang”, ucapnya ramah.

Putri Kandita adalah buah hati dari Prabu Siliwangi dan permaisurinya yang bernama Nyi Sri Dewi Paranghayu. Ia adalah seorang putri yang sangat dicintai oleh ayahnya. Bahkan, Putri Kandita digadang-gadang akan meneruskan takhta kerajaan ayahnya. Hal ini dikarenakan ia menuruni sifat-sifat pemimpin dari sang ayah. Selain parasnya yang cantik, putri yang satu ini memiliki perilaku yang baik sehingga membuat ia dicintai seluruh rakyat Tanah Sunda, tak terkecuali oleh seorang pemuda tampan Sungkawa.

Namun, tak ada kehidupan yang sempurna bahagia. Segelintir orang menanam kebencian kepada Putri Kandita dan ibundanya. Hati mereka terendam air busuk kedengkian. Selir Ardanda menyimpan rasa tidak suka pada permaisuri. Ia tidak ingin ibunda dari Putri Kandita hidup bahagia. Begitu juga dengan Putri Kania, saudari tiri Putri Kandita, ia merasa Putri Kandita tidak pantas meneruskan posisi ayahnya. Seharusnya, ialah yang menjadi putri mahkota. Apalagi, masalah hati tidak bisa lagi di toleransi. Pemuda Sungkawa yang mencintai Putri Kandita itu tak sengaja telah mencuri hati Putri Kania.

Di suatu malam, desas-desus tentang Putri Kandita yang akan menjadi penerus Raja semakin kuat. Di depan jendela, Putri Kania hanya mondar-mandir gelisah. “Seharusnya akulah yang menjadi penerus Sang Raja! Kandita itu tidak pantas menjadi putri mahkota!”. Aliran darahnya memuncak. Tangannya mengepal kuat. Ia terus memutar isi kepalanya untuk mencari cara. Seketika, wajahnya berubah menjadi senang. Sisi kanan bibirnya terangkat, “Hei, aku punya ide bagus!”. Putri Kania bergegas mencari ibunya, yaitu Selir Ardanda.

“Ibu! Saya menemukan cara yang bagus untuk mengusir Putri Kandita dan Permaisuri keluar dari istana!”, kata Putri Kania dengan semangat yang berapi-api.

“Benarkah? Coba jelaskan padaku, nak!”

“Begini bu, saya pernah mendengar tentang kesaktian seorang ahli teluh, Ki Rengkod. Ia mampu mengirimkan penyakit yang tak bisa disembuhkan kepada siapapun. Nah, ….”, belum selesai Putri Kania berbicara, Selir Ardanda menimpali, “Kabar bagus! Kita harus berangkat sekarang untuk menemui Ki Rengkod!”

Selir Ardanda dan Putri Kania, bersama dengan dayang-dayangnya, bersiap-siap untuk menemui Ki Rengkod. Mereka membawa banyak emas sebagai alat pembayarannya. Sesampainya di gubug kecil tua, mereka langsung masuk dan bertemu dengan sang ahli teluh. Ki Rengkod telah mengetahui maksud kedatangan mereka dan segera menjalankan tugasnya.

Sedangkan di Istana Kerajaan Pajajaran, Permaisuri dan Putri Kandita sama-sama merasakan panas. Kulit mereka melepuh dan mengeluarkan nanah. Baunya amis. Dayang-dayang panik mencari bantuan. Tabib pun berdatangan untuk memeriksa keadaan mereka. Namun, tidak ada satupun tabib yang mengenal penyakit aneh itu.

Setiap hari, Permaisuri dan Putri Kandita merasakan kesakitan. Mereka berdua tidak enak hati kepada orang-orang istana karena penyakitnya yang menjijikkan dan mengganggu. Di sisi lain, pemuda Sungkawa tetap mencintai dan menemani Putri Kandita. Ia tidak merasa jijik. Justru rasa cintanya semakin dalam karena melihat ketabahan dan kesabaran si putri idaman hati. Melihat hal ini, hati Putri Kania memanas. Ia tak mau tinggal diam dan segera mencari Prabu Siliwangi.

“Permisi, Ayah. Maaf mengganggu waktu ayah sebentar. Namun, ada hal yang ingin saya haturkan.”

“Baiklah, apa yang ingin engkau bicarakan, anakku?”

“Saya rasa, Permaisuri dan Putri Kandita tidak bisa lagi tinggal di istana ini, Ayah. Mereka akan membawa kutukan dan malapetaka bagi istana.”

“Putri Kania! Tidak sepantasnya kamu berbicara seperti itu. Lebih baik kamu renungi ucapanmu dan kembalilah ke ruanganmu!”, seru Prabu Siliwangi tegas.

Tanpa sengaja, seorang dayang mendengar percakapan tersebut dan menyampaikannya pada Permaisuri dan Putri Kandita. Permaisuri merasa ucapan Putri Kania ada benarnya. Ia hanya membebani istana dengan penyakitnya. Akhirnya Permaisuri dan Putri Kandita memutuskan untuk meninggalkan istana bersama dengan pemuda Sungkawa.

Mereka memulai perjalanannya kearah selatan. Pemuda Sungkawa senantiasa mengawal dan menjaga mereka dengan baik. Hal inilah yang semakin meyakinkan Putri Kandita bahwa pria gagah disampingnya ini adalah cinta sejatinya.

Perjalanan mereka tidak berjalan lancar. Permaisuri yang keadaannya semakin lemah tiap harinya, menyerah dan meninggal dalam perjalanan. Hati Putri Kandita benar-benar hancur. Namun, pemuda Sungkawa selalu menguatkannya untuk selalu tegar. Bagaimanapun, mereka harus tetap melanjutkan perjalanan.

Setelah hampir menyelesaikan perjalanan, tanpa diduga, pemuda Sungkawa dititah oleh Tuhan untuk mengawal perjalanan Permaisuri ke surga dan meninggalkan Putri Kandita di dunia. Hanya kata-kata yang ia tinggalkan untuk Sang Putri.

“Maafkan aku, Putri. Ragaku sudah tidak bisa menemanimu lagi. Bagaimanapun juga, aku tetap bahagia dan besyukur karena Tuhan telah memberikan kita waktu untuk bersama. Kamu harus tetap kuat dan percayalah bahwa aku dan Permaisuri selalu menemani langkahmu. Kamu tidak sendiri. Satu hal yang perlu engkau tahu, cintaku padamu tak akan pernah sirna, Putri. Kita akan bertemu lagi di surga nanti”.

Tangis Putri Kandita pecah. Dunianya seakan runtuh. Ia hanya bisa memeluk raga pemuda Sungkawa yang mulai dingin dan kaku. Lagi-lagi, ia harus tegar dan tetap melanjutkan perjalanannya.

Sampailah Putri Kandita di pantai ujung selatan dari Pulau Jawa. Ia terduduk di karang sambil melihat jauh kearah laut. Pandangannya kosong. Kilas balik kehidupannya yang penuh lika-liku bermunculan.

Dalam keheningan itu, tiba-tiba terdengar suara gaib yang berasal dari laut. “Masuklah ke dalam laut, Putri. Laut akan mensucikan dirimu dari segala kutukan dan malapetaka. Kamu akan hidup kekal dan jauh dari nestapa”. Lamunan Putri Kandita pecah. Ia mencari asal suara tersebut, namun tidak ia temukan. Akhirnya, ia menyimpulkan mungkin suara itu adalah satu lagi keajaiban dalam hidupnya. Tanpa ragu, Putri Kandita berdiri dari duduknya. Badannya sedikit demi sedikit masuk ke dalam laut hingga raganya tak lagi terlihat.

Ajaib! Putri Kandita muncul lagi dengan wajah yang rupawan dan bersih seperti sediakala. Ia mengenakan pakaian hijau megah bak seorang ratu. Putri dari Prabu Siliwangi itupun berubah menjadi putri yang sakti mandraguna. Putri Kandita sudah sembuh seutuhnya. Namun, ia enggan untuk kembali ke istana dan memilih untuk menetap di Pantai Selatan.

Kecantikan dan kesaktiannya ini dikenal luas oleh masyarakat. Bahkan, banyak pangeran yang ingin melamar Putri Kandita. Akan tetapi, sang Putri belum sanggup membuka hatinya kepada pria lain. Akhirnya, ia mensyaratkan siapapun yang ingin mempersuntingnya, harus mengalahkannya dalam pertempuran di atas ombak samudra. Namun, jika Putri Kandita menang, para pria itu harus menjadi pengikutnya. Banyak pangeran yang telah mencoba, tetapi mereka gagal dan berakhir menjadi pengikut Putri Kandita.

Sejak itulah, Putri Kandita dikenal sebagai Ratu Penguasa Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul.