Progres Riset Plasma Nuklir Menjadi lebih Cepat Berkat Kecerdasan Buatan (AI)

https://i2.wp.com/warstek.com/wp-content/uploads/2018/01/maxresdefault-1.jpg?resize=800%2C445&ssl=1

Disiplin ilmu pengetahun bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan perbincangan hangat dibanyak kalangan. Salah satu yang paling ditakutkan adalah jika AI digunakan untuk tujuan senjata dibidang militer, baca Slaughterbots, Film Pendek Mengerikan Tentang Robot Otonom yang Mampu Membantai Manusia. Padahal AI dapat diterapkan pada banyak bidang, terutama memecahkan setiap permasalahan kompleks yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. AI sendiri diartikan sebagai mesin cerdas dan cabang ilmu komputer yang bertujuan untuk merancang dan merealisasikan AI. Buku teks mendefinisikan AI sebagai “studi dan desain agen cerdas,” dimana yang di maksud dengan agen cerdas adalah sistem yang memandang lingkungannya dan mengambil tindakan yang memaksimalkan peluang dari keberhasilan (probabilitas). Menurut penciptanya yaitu John McCarthy pada tahun 1956, AI didefinisikan sebagai “ilmu dan teknik untuk mendesain mesin cerdas.

Dalam penelitian energi fusi, para ilmuwan harus belajar memprediksi gangguan utama yang dapat menghentikan reaksi fusi dan juga potensi dapat merusak perangkat penghasil fusi berbentuk donat yang disebut tokamak. Penelitian ini sangat penting sebelum reaktor fusi nuklir digunakan untuk tujuan komersial. Perlakuan yang dapat memprediksi secara tepat kapan terjadinya gangguan yang tiba-tiba menyebabkan kehilangan kontrol panas (muatan plasma yang dapat memicu bahan bakar reaksi) akan menjadi sangat penting. Prediksi ini diperlukan dalam mengambil langkah-langkah untuk menghindari atau mengurangi peristiwa yang dapat berdampak bencana berskala besar.

Pada 14 Desember 2017, kolaborasi ilmuwan dari Laboratorium Fisika Plasma Princeton (Princeton Plasma Physics Laboratory, PPPL), Departemen Energi Amerika (Department of Energy, US DOE), dan Universitas Princeton menggunakan kecerdasan buatan dalam meningkatkan kemampuan prediksi gangguan pada proses fusi nuklir. Peneliti yang dipimpin oleh William Tang yang merupakan seorang ahli fisika PPPL dan sekaligus dosen dan profesor di Universitas Princeton, sedang mengembangkan kode program untuk prediksi reaktor riset ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor). ITER merupakan sebuah proyek riset fusi nuklir internasional yang terletak di Perancis Selatan.

Dalam penelitian tersebut para ilmuwan menggunakan perangkat lunak (software) yang disebut kode Fusion Recurrent Neural Network (FRNN). FRNN bentuk dari “pembelajaran secara mendalam (deep learning)” yang merupakan sebuah versi yang lebih baru dan lebih kuat dari perangkat lunak untuk mesin pembelajaran modern yang diterapkan pada aplikasi kecerdasan buatan. Menurut Tang, “algoritma pembelajaran secara mendalam (deep learning) merupakan jalan baru yang dipakai untuk memprediksi gangguan pada sistem plasma dan juga sekarang dengan kemampuan ini dapat menangani data yang bersifat multi dimensi”.

FRNN adalah arsitektur deep learning yang telah terbukti sebagai cara terbaik untuk menganalisis data sekuensial dengan algoritma pengenalan pola secara jarak jauh (tidak langsung berhadapan dengan plasma). Anggota dari PPPL dan tim riset mesin belajar (machine learning) Universitas Princeton merupakan yang pertama secara sistematis menerapkan pendekatan pembelajaran yang mendalam terhadap masalah gangguan peramalan dalam plasma fusi tokamak.

Dengan menggunakan deep learning sebagai model prediksi yang diterapkan pada fisika plasma, dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa kemampuan dalam memprediksi gangguan menjadi lebih akurat dari metode sebelumnya. Dengan menggunakan gambar dari database besar di fasilitas Joint European Torus (JET) yang terletak di Britania Raya (Inggris) yang merupakan tokamak terbesar dan paling kuat dalam penelitian telah mampu secara signifikan memperbaiki prediksi gangguan dan mengurangi alarm peringatan. FRNN akan diterapkan pada ITER apabila proyek tersebut telah selesai dibangun yang nantinya akan digunakan untuk memprediski secara tepat hingga 95% ketika terjadi gangguan, bersamaan dengan itu dapat memberikan hanya 3% alarm peringatan saat tidak terjadi ganggaun.

Hal yang paling penting dalam penerapan FRNN pada reaktor fusi nuklir menurut Alexey Svyatkovskiy (Peneliti big data dari Universitas Princeton) adalah “Pelatihan jaringan saraf tiruan yang secara mendalam (banyak input data dan banyak iterasi) adalah tugas komputasi secara intensif yang membutuhkan keterlibatan dari kinerja tinggi perangkat keras (hardware) komputer yang digunakan”. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa “oleh karena itulah sebagian besar dari apa yang kita lakukan adalah mengembangkan dan mendistribusikan algoritma baru dibanyak prosesor untuk mencapai sistem komputasi paralel menjadi sangat efisien. Proses komputasi tersebut akan menangani peningkatan masalah yang diambil dari data base gangguan dari JET tokamak yang lainnya.

Sumber:

  1. Phys Org, Artificial Intelligence (AI) (Artificial intelligence news and latest updates) diakses pada tanggal 2 Januari 2018

  2. Princeton Plasma Physics Laboratory. 2017. “Artificial intelligence helps accelerate progress toward efficient fusion reactions“. Phys Org, 14 Desember 2017 (Artificial intelligence helps accelerate progress toward efficient fusion reactions) diakses pada tanggal 2 Januari 2018

  3. Parsons, Mathew S. 2017. “Interpretation of machine-learning-based disruption models for plasma control“. IOPscience, Plasma Physics and Controlled Fusion no. 8 Vol 59, 5 Juni 2017