Politik "Gentong Babi". Memangnya Apa Itu?

Hai Youdics, lag-lagi gue mau kasih isitlah politik nih.

Istilah “gentong babi” (pork barrel) mengacu pada pengeluaran yang diusahakan oleh politisi atau anggota parlemen untuk konstituennya sebagai imbalan atas dukungan politik, baik dalam bentuk kampanye atau suara pada pemilihan umum. Tujuannya agar mereka dapat terpilih kembali dalam pemilu berikutnya. Praktik politik ini terus dikecam karena cenderung menguntungkan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum serta rawan penyelewengan dan salah sasaran.

Politik “gentong babi” kali pertama diperkenalkan dalam apa yang disebut Bill Bonus. Pada 1817 Wakil Presiden Amerika Serikat John C. Calhoun mengusulkan Bill Bonus yang isinya penggelontoran dana untuk pembangunan jalan raya yang menghubungkan Timur dan Selatan ke Barat Amerika. Dananya akan diambil dari laba bonus Second Bank of the United States (Bank Kedua Amerika Serikat). RUU tersebut diveto oleh Presiden James Madison.

Sebenarnya istilah “gentong babi” sudah digunakan Edward Everett Hale dalam kisah populer, The Children of the Public (1910), sebagai metafora sederhana untuk setiap bentuk pengeluaran publik untuk warga. Tapi istilah itu menjadi konsumsi publik setelah dipopulerkan oleh Chester Collins Maxey dalam artikel “A Little History of Pork” dalam National Municipal Review pada 1919.

Menurut Maxey, frasa “gentong babi” berasal dari praktik memberikan daging babi asin kepada para budak kulit hitam pada masa Perang Saudara (1861-1865). Istilah “gentong babi” bernada menghina dan merendahkan. Pada masa itu, para tuan pemilik budak memberikan daging babi yang telah diasinkan kepada para budak kulit hitam untuk diperebutkan. Perilaku para legislator yang mencari subsidi pemerintah untuk kepentingan politik pribadi bisa disamakan dengan perilaku para budak yang memperebutkan daging tersebut.

Di negara-negara lain, praktik “gentong babi” juga disebut patronage (patronase). Di Denmark, Swedia, dan Norwegia disebut “election pork” atau “babi pemilihan”, di mana para politisi mengumbar janji-janji sebelum pemilihan berlangsung. Di Finlandia disebut “politik gorong-gorong”, yang mengacu pada politisi nasional berkonsentrasi pada masalah-masalah lokal. Rumania menyebutnya “sedekah pemilihan”. Sedangkan di Polandia disebut “sosis pemilu”.

Menurut Teddy Lesmana dalam Politik Pork Barrel dan Kemiskinan, praktik “gentong babi” menjadi sesuatu yang mengandung konotasi negatif terkait dengan perilaku politisi yang menggunakan uang negara untuk kepentingan politiknya dan tidak semata-mata untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Di negeri asalnya, Amerika Serikat, praktik ini menyebabkan penggunaan anggaran yang tak wajar. Misalnya, ada usulan proyek pembuatan toilet di Gunung McKinley yang menghabiskan anggaran US$800.000, pembuatan perahu kuno purba sebesar US$ 2 juta, dan studi mengapa orang tak bersepeda ke kantor dengan anggaran US$1 juta. Karena itu, “gentong babi” menjadi isu kampanye calon presiden Amerika Serikat pada 2008. Bahkan tim kampanye McCain membuat game online “gentong babi”: “Pork Invaders” untuk menyerang Obama. Lewat game ini, McCain ingin menyampaikan pesan bahwa dirinya menentang pemborosan anggaran negara melalui “gentong babi”.

Seperti halnya presiden James Madison, Herbert Hoover, dan Franklin Delano Roosevelt, Obama juga berjanji akan mengawasi dengan ketat para anggota parlemen yang mengajukan proyek “gentong babi”. Bagi Obama, “gentong babi” akan membebani anggaran negara dan menguntungkan politisi yang bersangkutan. Dana aspirasi tak berbeda dari “gentong babi”.

Bagaimana pandangan Youdics terkait hal ini?