perpeloncoan dalam definisinya merupakan praktik ritual atau aktivitas yang melibatkan pelecehan, penyiksaan, atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam sebuah kelompok. tentu saja dengan melihat definisi di atas, kita sudah dapat mengetahui jika perpeloncoan bukanlah sebuah hal yang positif dan praktik ini sendiri memang sudah seharusnya di hapuskan. Selama ini, kita tahu jika Indonesia sangat kental dengan budaya senioritas baik dalam lingkungan pendidikan maupun lingkungan kerja. Terutama menyoroti kasus - kasus perpeloncoan dan pengalaman - pengalaman orientasi pengenalan kampus yang ada Indonesia membuat kita dapat mengasumsikan jika kebanyakan orang tidak mengenal apa bedanya tegas/keras dan tindakan perpeloncoan.
Tidak hanya di dunia pendidikan saja kita dapat menemukan perpeloncoan. Militer, tim olahraga, geng, dan kelompok persaudaraan juga merupakan sarang - sarang dimana perpeloncoan sering terjadi. perpeloncoan sendiri hadir dalam dua bentuk. yang pertama dalam bentuk fisik dan yang kedua dalam bentuk psikologis yang tentu saja bisa mengakibatkan si korban yang menerima perpeloncoan tersebut trauma berat atau bahkan dalam kasus yang paling buruk, meninggal dunia seperti dalam kasus mahasiswa baru bernama Awaluddin yang kamu jabarkan di deskripsi. Selain itu, perpeloncoan bukanlah sebuh cara untuk melatih mental. Perpeloncoan merupakan lingkaran setan yang tidak terputus karena sebuah faktor utama yaitu balas dendam.
Orang - orang yang melakukan perpeloncoan (utamanya senior) biasanya dulunya juga mengalami hal yang sama dan melampiaskan rasa balas dendam mereka ke junior mereka. Bahkan gilanya lagi, ada yang menganggap perpeloncoan sebagai ajang " mengakrabkan " hubungan antara senior dan junior serta ada pula yang menganggap itu sebagai bentuk leluco dan candaan. itu merupakan pemikiran yang sangat salah karena perpeloncoan itu sendiri menurut saya sama saja dengan pembulian. Jika kita membandingan ospek - ospek di Indonesia dengan yang ada di luar negeri, tentu saja perbedaannya sangat besar.
Misalnya di Jepang, Jerman , dan Amerika Serikat ospek tidak dilakukan dengan cara berteriak - teriak, membentak, menghina, atau bahkan sampai melakukan kekerasan fisik. Ospek di Jepang misalnya lebih mengutamakan persaudaraan erat antara senior dan junior yang dimana senior disana dengan senang hati memperkenalkan apa - apa saja yang ada di kampus atau yang lainnya yang bisa membantu si junior untuk beradaptasi. Di Jerman, ospek berjalan efektif, efisien, formal, tetapi tetap menyenangkan. Sementara di Amerika Serikat, ospek dilakukan dengan diskusi, tukar pikiran, dan kompetisi sehat antara junior dan senior. Tiga negara di atas dalah negara - negara yang maju pendidikannya dan ospek mereka pun menghindari tindakan perpeloncoan.
Sangat berbeda dengan Indonesia bukan ? Kita disuruh mengenakan atribut - atribut yang ribet dan terkadang memalukan, menerikan yel - yel di bawah bentakan dan teriakan senior, dan lain - lainnya seperti ilustrasi diatas. Hal ini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan esensi dari pengenalan kehidupan kampus dan menunujukan betapa bobrok dan tertinggalnya dunia pendidikan kita yang masih saja menglorifikasi perpeloncoan. Selain itu kita juga seolah melestarikan budaya kuno yang seharusnya sudah lama di tinggalkan. Padahal yah sebenarnya para senior - senior itu hanya ingin balas dendam saja. jadi sebisa mungkin mereka merancang kegiatan pengenalan kehidupan kampus yang seharusnya menyenangkan bagi mahasiswa baru menjadi sebuah teror yang menakutkan.
bonus :
" ikat pinggangnya diperlihatkan ya dek ! "
" tata tertibnya diperhatikan ga sih ?! "