Perpeloncoan di perguruan tinggi Indonesia. Melatih mental atau balas dendam?

Jika kita menyimak sejarah perpeloncoan sudah terjadi sejak zaman penjajahan. Para kolonial melakukan perpeloncoan kepada anak pribumi. Lalu anak pribumi melakukan perpeloncoan kepada sesama pribumi. Dan luar biasanya ini masih berlangsung hingga Indonesia merdeka dan memasuki revolusi industri 4.0. Anehnya kenapa kasus perpeloncoan ini begitu lama bertahan. Padahal kalau kita menyimak sejarah hal ini adalah budaya penjajah. Jelas sekali bertentangan dengan konstitusi negara kita yang sering dibacakan setiap upaca bendera pada hari Senin.

Pelaksanaan Ospek berujung terjadinya perpeloncoan tercatat bukan hanya sekali mencoreng dunia pendidikan tanah air. Beberapa kejadian Ospek perpeloncoan ini berujung memakan korban jiwa. Seperti kasus dialami mahasiswa Universitas Hasanuddin jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Wahidin Sudiro Husodo periode 2011 silam. Korban bernama Awaluddin (19), menderita sakit usai mengikuti ospek di kampusnya selama dua hari berturut-turut.

Selama ini, bagi kita yang pernah merasakan ospek, pasti tidak asing dengan seruan para senior yang terus berteriak bahwa seluruh kegiatan tsb semata-mata untuk melatih mental, padahal jika kita perhatikan, mereka malah seperti membalaskan dendam yang tak sampai.

Bagaimana tanggapan Youdics dengan serba serbi perpeloncoan ini?

perpeloncoan dalam definisinya merupakan praktik ritual atau aktivitas yang melibatkan pelecehan, penyiksaan, atau penghinaan saat proses penyambutan seseorang ke dalam sebuah kelompok. tentu saja dengan melihat definisi di atas, kita sudah dapat mengetahui jika perpeloncoan bukanlah sebuah hal yang positif dan praktik ini sendiri memang sudah seharusnya di hapuskan. Selama ini, kita tahu jika Indonesia sangat kental dengan budaya senioritas baik dalam lingkungan pendidikan maupun lingkungan kerja. Terutama menyoroti kasus - kasus perpeloncoan dan pengalaman - pengalaman orientasi pengenalan kampus yang ada Indonesia membuat kita dapat mengasumsikan jika kebanyakan orang tidak mengenal apa bedanya tegas/keras dan tindakan perpeloncoan.

Tidak hanya di dunia pendidikan saja kita dapat menemukan perpeloncoan. Militer, tim olahraga, geng, dan kelompok persaudaraan juga merupakan sarang - sarang dimana perpeloncoan sering terjadi. perpeloncoan sendiri hadir dalam dua bentuk. yang pertama dalam bentuk fisik dan yang kedua dalam bentuk psikologis yang tentu saja bisa mengakibatkan si korban yang menerima perpeloncoan tersebut trauma berat atau bahkan dalam kasus yang paling buruk, meninggal dunia seperti dalam kasus mahasiswa baru bernama Awaluddin yang kamu jabarkan di deskripsi. Selain itu, perpeloncoan bukanlah sebuh cara untuk melatih mental. Perpeloncoan merupakan lingkaran setan yang tidak terputus karena sebuah faktor utama yaitu balas dendam.

Orang - orang yang melakukan perpeloncoan (utamanya senior) biasanya dulunya juga mengalami hal yang sama dan melampiaskan rasa balas dendam mereka ke junior mereka. Bahkan gilanya lagi, ada yang menganggap perpeloncoan sebagai ajang " mengakrabkan " hubungan antara senior dan junior serta ada pula yang menganggap itu sebagai bentuk leluco dan candaan. itu merupakan pemikiran yang sangat salah karena perpeloncoan itu sendiri menurut saya sama saja dengan pembulian. Jika kita membandingan ospek - ospek di Indonesia dengan yang ada di luar negeri, tentu saja perbedaannya sangat besar.

Misalnya di Jepang, Jerman , dan Amerika Serikat ospek tidak dilakukan dengan cara berteriak - teriak, membentak, menghina, atau bahkan sampai melakukan kekerasan fisik. Ospek di Jepang misalnya lebih mengutamakan persaudaraan erat antara senior dan junior yang dimana senior disana dengan senang hati memperkenalkan apa - apa saja yang ada di kampus atau yang lainnya yang bisa membantu si junior untuk beradaptasi. Di Jerman, ospek berjalan efektif, efisien, formal, tetapi tetap menyenangkan. Sementara di Amerika Serikat, ospek dilakukan dengan diskusi, tukar pikiran, dan kompetisi sehat antara junior dan senior. Tiga negara di atas dalah negara - negara yang maju pendidikannya dan ospek mereka pun menghindari tindakan perpeloncoan.

Sangat berbeda dengan Indonesia bukan ? Kita disuruh mengenakan atribut - atribut yang ribet dan terkadang memalukan, menerikan yel - yel di bawah bentakan dan teriakan senior, dan lain - lainnya seperti ilustrasi diatas. Hal ini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan esensi dari pengenalan kehidupan kampus dan menunujukan betapa bobrok dan tertinggalnya dunia pendidikan kita yang masih saja menglorifikasi perpeloncoan. Selain itu kita juga seolah melestarikan budaya kuno yang seharusnya sudah lama di tinggalkan. Padahal yah sebenarnya para senior - senior itu hanya ingin balas dendam saja. jadi sebisa mungkin mereka merancang kegiatan pengenalan kehidupan kampus yang seharusnya menyenangkan bagi mahasiswa baru menjadi sebuah teror yang menakutkan.

bonus :
" ikat pinggangnya diperlihatkan ya dek ! "
" tata tertibnya diperhatikan ga sih ?! "

1 Like

aku salah satu orang yang tidak menyukai perpeloncoan ini, berkacalah dengan negara maju mereka ospeknya bersenang-senang seperti tour kampus, bermain saling mengenal satu sama lain, night party dan kegiatan lainnya. jika pereploncoan dilestarikan hingga tahun-tahun mendatang, bukankah kita mengalami kemuduran? ibaratnya negara lain udah setengah jalan menuju finish, negara kita baru akan memulai start. menurutku, perpeloncoan merupakan sarana bullying yang dapat merusak mental. yang katanya untuk melatih mental, mental apa yang dilatih dengan cara perpeloncoan? dari dulu ada perpeloncoan, korupsi masih berjalan di negara ini. ga ada yang berubah.

pengalaman ku dengan perpeloncoan, pasti ada salah satu senior yang mengatakan “kami dulu lebih parah dari kalian, ini mah ga seberapa, lemah kalian” dari kalimat itu aku menganggap bahwa perpeloncoan merupakan sarana balas dendam. dendam ini akan terus-menerus ada ditambah lagi kalau ada senior yang titip pesan, dahlah tamat riwayatmu selama ospek.

1 Like

Kalo zaman ibu bapaku dulu, ospek memang murni melatih mental sih. Tapi sekarang, makna ospek sudah mengalami distorsi. Ospek malah menjadi ajang ‘gagah-gagahan’ kakak tingkat terhadap juniornya, senioritas semakin nyata di ospek zaman sekarang, alasannya ya “dulu kami lebih menderita daripada kalian, kalian ngga ada apa-apanya, nggausah ngeluh!” dari kalimat itu saja kita bisa menilai bahwa ospek menjadi ajang balas dendam kating terhadap mahasiswa baru. Esensinya tuh buat apasih ngomong kaya gitu, beda generasi, ya pasti beda kekuatan mentalnya, otomatis harusnya beda juga ‘pola asuhnya’, jangan disamakan atau digeneralisir.
Padahal, daripada mereka teriak-teriak ga jelas yang bikin tenggorokan dan telinga sakit, mending mereka adakanlah itu forum grup diskusi, berikanlah tugas yang lebih relevan dengan kehidupan kampus atau persipaan dunia kerja, misalnya bikin essai, cv atau portofolio, aku rasa itu lebih masuk akal daripada mahasiswa suruh pake atribut abcd yang ngga sesuai kena punishment, dibentak-bentak sampe nangis anaknya. Bukannya membuat mental kuat, yang ada malah sebaliknya, tekanan mental.
Ya aku paham kalau dibentak-bentak tuh maksudnya biar maba jadi lebih tahan banting kalo dibentak-bentak dosen. Tapi kan, dosen ngga akan tiba-tiba bentak-bentak ndak jelas kalo mahasiswanya nggak salah? Dan aku rasa justru kalo mereka beralasan begitu, artinya mereka sedang membangun stigma buruk kepada dosen, dong? Jadi tuh ya, udahlah ospek sewajarnya aja, ngapain harus teriak teriak kalo ada alat bantu pengeras suara, telinga maba masih waras semua, berikan tugas yang memang relevan sama kehidupan kampus atau pasca kampus. Jangan membuat sesuatu yang dirimu sendiri tidak siap bertanggungjawab, sebab harga kesehatan mental maba itu nggaada yang bisa gantiin.

Dear kating, esensi teriak teriak pas ospek itu apa? hahaha
dari aku mantan mabamu, yuhuu~

1 Like

Saya rasa ini susah dibedakan, namun saya rasa perpeloncoan yang terjadi juga didasari oleh rasa dendam atas perlakuan yang diterima disaat posisi yang sama. Sejatinya, perpeloncoan bisa bermanfaat apabila perpeloncoan yang bertujuan untuk melatih mental dilakukan oleh pihak pihak yang capable dalam bidang tersebut, misalnya bekerja sama dengan TNI, polisi, dll untuk melatih fisik dan juga mental pada kegiatan OSPEK atau MOS. Namun, sangat disayangkan hal ini masih kurang diperhatikan dan dijalankan. Kebanyakan MOS dan Ospek yang dilaksanakan lebih mengarah ke “balas dendam” yang terkadang berujung sangat fatal. Kegiatan yang didasari balas dendam inilah yang harusnya dihentikan agar hakikat ospek tidak bergeser dari melatih fisik dan mental, menunjukkan seluk beluk sekolah/kampus menjadi kegiatan yang berbahaya dan mengedepankan aroganisme.

1 Like