Penunggu Sungai Brantas

Selamat malam dictioners, kali ini aku mau bahas salah satu kisah misteri dari sungai yang ada di Mojokerto, yaitu sungai Brantas. Sungai Brantas adalah sebuah sungai di Jawa Timur yang merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Sungai Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas, Kota Batu, yang berasal dari simpanan air Gunung Arjuno, lalu mengalir ke Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang dan Mojokerto.

Di Kabupaten Mojokerto sungai Brantas bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo. Sungai Brantas mempunyai DAS seluas 11.800 km² atau ¼ dari luas Provinsi Jawa Timur. Cerita tentang keberadaan buaya putih di aliran Sungai Brantas sejak zaman kerajaan kuno Kediri hingga sekarang masih saja menjadi misteri yang tak terpecahkan. Sebab sungai yang digunakan sebagai lalu lintas air sejak masa Empu Sindok pada masa Mataram Hindu, mempunyai penunggu buaya putih dan selalu minta korban nyawa manusia.Berulang kali orang tiba-tiba kalap lalu tenggelam di sungai.

Cerita tentang penunggu buaya putih ini juga banyak diceritakan di catatan Belanda ketika awal-awal pembangunan proyek jembatan lama Kediri sekitar tahun 1836-876. Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian pernah mendengar kisahnya?

Jika mitos tentang asal-usul sungai Brantas berasal dari air kendi yang ditumpahkan oleh Mpu Barada maka mitos ini dianggap salah, karena Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah pada tahun 1009-1042.

Sementara sejak abad ke 8, di DAS Kali Brantas telah berdiri sebuah kerajaan dengan corak agraris, bernama Kanjuruhan. Kerajaan ini meninggalkan Candi Badut dan prasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M sebagai bukti keberadaannya.

Wilayah hulu DAS Kali Brantas di mana kerajaan ini berpusat memang cocok untuk pengembangan sistem pertanian sawah dengan irigasi yang teratur sehingga tidak mengherankan daerah itu menjadi salah satu pusat kekuasaan di Jawa Timur (Tanudirdjo, 1997).

Sungai Brantas maupun anak-anak sungainya menjadi sumber air yang memadai. Bukti terkuat tentang adanya budaya pertanian yang ditunjang oleh pengembangan prasarana pengairan (irigasi) yang intensif ditemukan di DAS Sungai Brantas, lewat Prasasti Harinjing di Pare.

Ada tiga bagian prasasti yang ditemukan, yang tertua berangka tahun 726 S atau 804 M dan yang termuda bertarikh 849 S atau 927 M. Dalam prasasti ini, disebutkan pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran dan bendung atau tanggul) yang disebut dawuhan pada anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing (Lombard, 2000).