Pengaruh Frekuensi Komunikasi Orang Tua yang Minim terhadap Perkembangan dan Pembentukan Kepribadian Anak

Pengaruh Frekuensi Komunikasi Orang Tua yang Minim terhadap Perkembangan dan Pembentukan Kepribadian Anak

Keluarga merupakan salah satu faktor utama dan terutama dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Selain itu, keluarga disebut juga kelompok interaksi sosial yang primer karena keluarga inilah yang pertama kali dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Semua orang mendambakan memiliki keluarga yang bahagia namun tidak semua orang dapat mewujudkannya. Esensialnya kebahagiaan keluarga tentu didasari dengan adanya karakter dari masing-masing individu yang baik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan dalam suatu keluarga adalah komunikasi. Dengan komunikasi yang efektif dan intens antara orang tua dan anak, maka hal ini tentu saja akan memberikan kualitas yang baik terhadap kehidupan suatu keluarga. Dalam mewujudkan hal tersebut, orang tua dituntut untuk memainkan peran pertama dan utama serta mampu tampil sebagai model yang bijak bagi anak-anaknya mengingat baik dan buruk seorang anak adalah buah dari hasil didikan orangtua nya.

Namun sangat disayangkan, jika kita amati masih saja ditemukan hal yang sebaliknya dimana komunikasi dan interaksi antara orang tua dan anak jarang dilakukan karena masing-masing sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Dan ini merupakan salah satu masalah keluarga yang paling sering terjadi saat ini. Bahkan tidak jarang waktu bersantai keluarga yang seharusnya diwarnai percakapan hangat malah terasa sunyi karena semua asyik berkutat dengan gadget. Tidak terjaganya komunikasi yang kondusif dalam keluarga tentu akan menimbulkan berbagai macam masalah serius. Beberapa masalah tersebut seperti kemampuan komunikasi dan sosial yang kurang baik, hubungan keluarga kurang erat, masalah prilaku dan perkembangan anak terabaikan (Intan, 2019). Masalah yang beragam tersebut datang dari berbagai aspek yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan karakter anak seperti dari aspek kesehatan mental dan kecerdasan sosial-emosionalnya.

Kesehatan Mental

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Dimana kesehatan mental yang baik menurut Kementrian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Namun kesehatan mental pada manusia dapat terganggu dan menghasilkan gangguan serius yang dapat mempengaruhi pemikiran, mood dan perilaku seseorang. Dalam sebuah artikel yang diambil dari klik dokter bahwa terdapat banyak jenis dari gangguan mental dan gejala yang bervariasi seperti anoreksia, depresi, gangguan kecemasan, gangguan adiksi, skizofrenia, dan lainnya. Adapun secara umum gangguan kesehatan mental yang sering terjadi adalah stress, gangguan kecemasan dan depresi (Kementrian Kesehatan).

Terkait pengaruh yang ditimbulkan jika orang tua jarang berkomunikasi terhadap anaknya dapat dilihat dari sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Zhiwen Xiao dari University of Houston dalam artikel yang ditulis oleh intan Aprilia, diketahui kalau kurangnya komunikasi dalam keluarga membuat anak lebih rentan terkena depresi dan gangguan kecemasan. Hal lain dari kurangnya frekuensi komunikasi tersebut adalah anak cenderung merasa “kosong” dalam jiwanya sehingga mencari orang lain di luar yang bisa membuatnya nyaman seperti teman atau bahkan pasangan. Akan tetapi sangat mengkhawatirkan sekali jika ternyata orang lain yang dianggap bisa membuatnya nyaman tersebut malah membawanya ke hal yang negatif, bahkan lebih jauhnya seperti pergaulan bebas yang akhirnya akan melakukan prilaku seks.

Kecerdasan Sosial-Emosional

Adapun selain dari aspek kesehatan mental, pengaruh lain yang kemungkinan timbul adalah dari aspek kecerdasan sosial-emosional anak. Menurut beberapa ahli oleh Ulya dalam artikelnya, kecerdasan sosial emosional adalah kemampuan individu memahami diri sendiri sehingga mempunyai kemampuan untuk memotivasi diri, kemampuan tanggung jawab sehingga menunjukkan ketekunanan dan mandiri, serta kemampuan bersikap prososial sehingga mampu bersikap dan berperilaku serta berhubungan dengan orang lain yang ada dilingkungan sekitarnya. Salah satu faktor yang mendukung tumbuh kembangnya kecerdasan ini adalah dengan interaksi dan komunikasi yang intens dalam keluarga.

Menurut psikolog Kassandra didalam Warta Kota, "Sesuai dengan teori Emotional Intelligence, kecerdasan itu tidak hanya kecerdasan intelektual, tapi juga kecerdasan emosional dan sosial. Bahkan dia menambahkan bahwa di seluruh belahan dunia mana pun sudah disepakati bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya terletak pada kecerdasan intelektual saja, namun juga kecerdasan sosial-emosional dan sekarang model pendidikan di seluruh dunia itu mendahulukan sosial-emosional, harapannya anak itu bisa punya kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Mengingat pentingnya kecerdasan ini, maka sebagai orang tua dapat membayangkan jika tidak ekstra hati hati dalam masalah komunikasi, bisa dipastikan indikator terkait kecerdasan sosial emosional sulit atau bahkan tidak bisa diraih oleh anak sehingga pertumbuhannya tidak optimal.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pentingnya peran komunikasi dalam keluarga mengingat efek yang ditimbulkan yang tentu semua orang tua tidak menginginkannya. Oleh karena itu, kepada para orang tua mari sama sama memulai untuk memperbaiki komunikasi dengan baik agar tercipta hubungan keluarga yang ideal dengan meluangkan waktu kumpul keluarga setiap hari untuk saling mengobrol, bertukar pikiran, dan berbicara dari hati ke hati.