Pengamen jalanan, mata pencaharian atau bentuk kemalasan?

Untitled design (14)

Beberapa daerah melarang adanya pengamen dan pemberian uang kepada pengamen, Jakarta misalnya. Menurut Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007 Setiap orang dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil dan membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.
Beberapa orang beranggapan bahwa pengamen sering kali mengganggu aktivitas, baik ketika di jalanan, maupun di rumah. Jika kita lihat, saat ini semakin banyak pengamen yang hanya bermodal alat seadanya dan terkadang sedikit memaksa ketika tidak segera diberi uang. Sebagian yang lainnya menilai bahwa memberi uang kepada pengamen bisa dijadikan salah satu bentuk tolong menolong atau sedekah, terlebih kepad apengamen yang sudah tua renta. Nah, menurut kalian bisakah mengamen dijadikan mata pencaharian ? atau menjadi pengamen merupakan suatu bentuk kemalasan dalam mencari pekerjaan yang lain ?

1 Like

Jika berbicara mengenai pengamen jalanan memang banyak sekali oknum pengamen yang hanya bermodalkan alat dan mencoba memaksa jika tidak diberikan uang. Tapi kita tidak bisa menggeneralisasi semua pengamen memiki perilaku seperti itu banyak juga pengamen yang memang ‘modal’ dan memiliki suara yang bagus sehingga banyak yang memberikan uang kepada mereka. Menurut saya dengan adanya Perda DKI Jakarta yang melarang orang untuk menjadi pengamen merupakan sebuah bentuk ketidakadilan karena menurut saya setiap orang berhak untuk profesi apapun asalkan hal tersebut tidak merugikan orang lain selain itu kita tidak bisa langsung menjudge pengamen adalah orang yang malas mencari pekerjaan dan lainnya, karena sesungguhnya kita tidak tahu usaha mereka atau apa yang mereka lakukan untuk mendapat suatu pekerjaan.

pengamen merupakan salah satu cara yang paling akhir digunakan ketika tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai. bisa kita lihat pengamen rata-rata tidak memiliki kualifikasi yang standar untuk kerja seperti tidak menamatkan sekolahnya sesuai dengan UU yang berlaku yaitu sekolah selama 12 tahun. dengan tidak adanya pendidikan yang membuat mereka tidak mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak sehingga memutuskan untuk mengamen. mengamen juga mereka menggunakan keahlian yang mereka miliki seperti bernyanyi, bermain alat musik, atraksi dan yang lainnya. hanya saja karena kurangnya pendidikan yang mereka dapatkan sehingga kurangnya tingkat kesopanan yang mereka miliki dan menggangu banyak pihak, terutama di lampu merah, maupun dipinggir jalan.
mereka sering di buru oleh satpol PP dan di bawa ke pembinaan seperti panti sosial tapi banyak yang tidak mau dan sembunyi dari pengejaran tersebut dengan banyak alasan. penampilan pengamen jalanan juga sering terkesan buruk dan urak-urakan sehingga kebanyakan orang memberi atas dasar kasihan dan mendapatkan streotip buruk yaitu pemalas. menjaga penampilan saja mereka malas apa lagi untuk belajar yang kita tau tidak mudah dilewati.

Menurut saya, tidak semua pengamen bisa disebut dengan mata pencaharian. Karena sudah banyak terbukti bahwa dia hanya menyamar atau pura-pura saja dalam mengamen dan menyuruh anak kecil bahkan untuk turun kejalanan. Padahal mereka sendiri masih memiliki pekerjaan yang dibilang layak. Ya mungkin mereka merasa kurang dengan pekerjaan yang layak dan akhirnya memilih untuk menjadi pengamen.

Mata perncaharian adalah suatu pekerjaan atau pencaharian utama (yang dikerjakan untuk biaya hidup sehari-hari), pengamen jalanan mencari uang dengan cara mengamen, jadi menurutku pengamen merupakan mata pencaharian, jika seorang pengamen ditanya kerjanya apa maka dia harusnya menjawab pengamen. Pengamen jalanan bukan bentuk kemalasan, karena bentuk kemalasan merupakan salah satu faktor penyebab menjadi pengamen jalanan, misal malas belajar, malas sekolah, dsb., faktor lainnya bisa jadi perekonomian dia kurang, salah pergaulan, dsb.

Menurut saya jika pengamen yang bermodalkan seadanya termasuk sebagai bentuk kemalasan. Namun berbeda dengan kelompok musisi jalanan yang sering saya temui di beberapa lampu merah di kota tempat saya tinggal. Mereka menggunakan alat-alat layaknya musisi (microphone, amplifier, speaker, dan alat-alat musik). Saya lebih menghargai para musisi jalanan yang seperti itu daripada yang bermodalkan seadanya dan memaksa untuk meminta uang.

Jika membandingkan para musisi jalanan dengan pengamen yang seadanya, saya rasa secara uang yang didapatkan pun akan lebih banyak karena banyak orang yang mengapresiasi mereka. Dengan uang yang musisi dapatkan, mungkin bisa dibilang sebagai mata pencaharian.