Pemeriksaan Saksi di Tingkat Penyidikan dan di Pengadilan

image
Apakah saksi fakta dalam suatu kasus pidana harus diperiksa atau memberi kesaksian terlebih dahulu di tingkat penyidikan dan setelah itu baru memberikan kesaksian di pengadilan? Bagaimana pengaturannya menurut KUHAP dan di mana dasar hukumnya? Bagaimana pula praktik hukum yang berlangsung di lapangan?
Terimakasih.

Pemeriksaan Saksi di Pengadilan

Guna menyederhanakan jawaban kami, kami akan menjelaskan tentang pemeriksaan saksi di pengadilan dalam Acara Pemeriksaan Biasa.

Hakim dalam menetapkan hari sidang memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. Pasal 159 KUHAP berbunyi:

  1. Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
  2. Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.

Dalam hal ada saksi yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP yang berbunyi:

Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

Terkait pasal ini, Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 242) menjelaskan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya sebagai saksi adalah korban. Kemungkinan urutan pemeriksaan saksi diserahkan kepada pertimbangan hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah ketentuan dalam pasal itu yang mengatakan bahwa saksi, baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

Hal serupa dijelaskan oleh Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 179) bahwa pemeriksaan dan pendengaran keterangan saksi dalam persidangan meliputi “seluruh saksi” yang tercantum dalam berkas pelimpahan perkara. Oleh karena itu, setiap saksi yang telah diperiksa oleh penyidik, dan saksi itu tercantum dalam pelimpahan berkas perkara, “wajib didengar keterangannya” di muka persidangan tanpa mempersoalkan apakah saksi tersebut memberatkan atau meringankan terdakwa.

Yahya menambahkan, kewajiban ketua sidang untuk mendengar keterangan saksi tidak terbatas terhadap saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara yang telah diperiksa oleh penyidik, tetapi meliputi seluruh saksi ”yang diajukan” oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa atau penasihat hukum, di luar saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara. Baik penuntut umum maupun terdakwa atau penasihat hukum berhak mengajukan saksi “tambahan” di samping saksi-saksi yan telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara. Ketua sidang tidak boleh menolak saksi-saksi tambahan yang diajukan penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum tanpa mempersoalkan apakah saksi tersebut memberatkan atau meringankan terdakwa.

Sumber