Pembentukan Skenario Konflik Seperti Apa Untuk Mengatasi Krisis Teluk Saudi-Qatar?

konflik saudi-qatar
Ketegangan di kawasan Teluk antara Saudi Arabia dan Qatar yang ditandai pemutusan hubungan diplomatik di pertengahan tahun 2017 tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Perseteruan keduanya dapat dibedakan dalam tiga fase—dekade 1990-an, dekade 2000-an, dan dekade 2010-an—yang terjadi dalam tiga isu, yaitu kedaulatan, hidrokarbon, dan dominasi kawasan.

Pembentukan Skenario Konflik Seperti Apa Untuk Mengatasi Krisis Teluk Saudi-Qatar?

Skenario Konflik Untuk Mengatasi Krisis Teluk Saudi-Qatar


Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan scenario building adalah dengan menggunakan tipologi. Penggunaan tipologi dilakukan untuk menemukan beberapa tipe ideal dengan menggunakan setidaknya dua atribut. Atribut-atribut tersebut dapat dibedakan dalam dua atau lebih kategori sesuai dengan kebutuhan atau seiring dengan cerminan kompleksitas yang hendak dijelaskan. Tipologi banyak digunakan di dalam literatur-literatur studi hubungan internasional. Meski perdebatan masih muncul mengenai ‘kelayakan’ tipologi sebagai sebuah metode (Doty & Glick, 1994), penggunaan tipologi dalam scenario building juga lazim. Skenario Krisis Teluk dapat dibangun menggunakan tipologi sederhana dengan mempertimbangkan kekuatan (power) dari kedua pihak yang berseteru, masing-masing dengan dua kategori. Kekuatan tersebut diukur dengan mempertimbangkan lima hal dari tiga variabel yang telah dijelaskan di tiga subbagian sebelumnya, yaitu jejaring lokal transnasional, kapasitas militer, kapasitas ekonomi, penguasaan teknologi, dan jejaring sistemik.

Skenario ke depan Krisis Teluk bisa dibangun dengan mempertimbangkan perimbangan kekuatan oleh kedua pihak, Saudi dan mitra aliansinya serta Qatar dan mitra aliansinya. Ada dua set skenario yang bisa dibangun di mana set skenario pertama hanya mempertimbangkan komparasi kekuatan antara Saudi dengan Qatar sedangkan set skenario yang kedua juga mempertimbangkan kekuatan mitra-mitra aliansinya. Kedua set tersebut memiliki empat kemungkinan penyelesaian seperti terlihat di Gambar 1. Sumbu vertikal memperlihatkan kekuatan Saudi sedangkan sumbu horizontal memperlihatkan kekuatan Qatar. Skenario 1 terjadi jika kekuatan Saudi mengungguli kekuatan Qatar dan memaksa Qatar memenuhi tuntutan Saudi. Skenario 4 terjadi dalam situasi yang berkebalikan. Skenario 2 menghasilkan konf lik berkepanjangan manakala kekuatan kedua pihak sama-sama kuat. Sementara itu, skenario 3 menghasilkan resolusi ketika kekuatan kedua kubu sama-sama lemah.
gambar

Penghitungan kekuatan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan lima hal. Kelima hal tersebut adalah kekuatan militer (military power, baik dalam bentuk kekuatan sumber daya manusia maupun persenjataan, kekuatan ekonomi (economic power) dengan mempertimbangkan PDB yang dimiliki oleh negara-negara tersebut, penguasaan teknologi persenjataan (non-nuklir), jejaring lokal-transnasional, dan jejaring sistemik (lihat radar dalam Gambar 2 untuk hasil perhitungannya).

Keempat skenario tersebut dapat diaplikasikan dalam kedua set situasi yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam set situasi pertama, tidak ada pilihan lain bagi Qatar selain tunduk terhadap tuntutan Saudi. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketidakseimbangan kekuatan (asymmetric of power) di antara kedua negara tersebut (lihat subbagian kedua dalam bagian ini untuk melihat ketimpangan tersebut). Dalam set skenario ini, Qatar hanya mampu mengimbangi Saudi dalam jejaring lokal-transnasional. Meski PDB per kapita Qatar jauh lebih unggul jika dibandingkan dengan Saudi, namun total PDB kedua negara tersebut terpaut sangat jauh. Demikian pula dalam kekuatan militer maupun penguasaan teknologi persenjataan yang juga menunjukkan ketimpangan.

Hanya saja, set skenario ini cenderung mengabaikan keterlibatan Iran dan menghilangkan secara signifikan pengaruh jejaring sistemik dalam level sistem. Kedekatan Qatar dengan Iran sangat perlu dipertimbangkan jika Saudi bersikeras untuk mengambil langkah tegas. Dengan demikian, set skenario kedua dilakukan dengan memperhitungkan pula keterlibatan Iran di dalam Krisis Teluk. Pertarungan Saudi-Iran sendiri berlangsung di berbagai front di kawasan Timur Tengah. Di Irak, pertarungan tersebut berlangsung antara faksi-faksi Sunni melawan faksi-faksi Syiah di berbagai lokasi. Di Suriah, pertarungan mereka muncul dalam kubu rezim melawan (sebagian) oposisi. Situasi Suriah ini menjadi unik mengingat Qatar dan Iran berada dalam kubu yang berseberangan. Di Lebanon, pertarungan antara Saudi dengan Iran juga nampak dari gesekan antara kelompok Sunni dengan Hizbullah yang tidak kunjung usai. Di Yaman, pertarungan antara Saudi dengan Iran juga nampak dalam konflik antara pemerintah dengan oposisi Houthi yang mengafiliasikan diri dengan Teheran.

Komparasi kekuatan antara kedua pihak dengan memperhatikan keterlibatan Iran di kubu Qatar akan mengubah konstelasi perimbangan secara signifikan. Dilihat dari jumlah pasukan dan kepemilikan (kuantitas) persenjataan, gabungan kekuatan Iran dengan Qatar mengungguli aliansi Saudi. Sebagai catatan, data dari Military Balance (2016) memperlihatkan bahwa jumlah tentara yang dimiliki Iran saja lebih dari dua kali lipat jumlah tentara Saudi. Sementara itu jumlah persenjataan darat Iran dan Saudi hampir berimbang. Iran memiliki 3.028 peralatan tempur darat dan Saudi 3.378 peralatan tempur. Hanya saja, kekuatan tank utama Iran jauh lebih unggul dibanding Saudi; Iran memiliki 1.663 tank utama sedangkan Saudi hanya 730. Di matra udara keduanya juga berimbang di kisaran 340-an pesawat berbagai tipe. Sementara kekuatan laut Iran lebih dari dua kali lipat kekuatan laut Saudi. Keunggulan Saudi diperoleh dalam modernisasi kekuatan militernya. Theohary (2015) mencatat bahwa Saudi menggelontorkan dana hampir 16 milyar USD untuk pengadaan persenjataan selama periode 2011-2014 sedangkan Iran hanya menghabiskan 6 milyar untuk hal yang sama. Angka ini setara dengan pengeluaran UEA untuk modernisasi militer di periode yang sama.

Sementara itu, kekuatan ekonomi kedua pihak kurang lebih seimbang. Hanya saja, koalisi Qatar-Iran hanya kalah telak dari aliansi Saudi dalam arms deliveries and technology, yang dihitung dengan tanpa mempertimbangkan faktor nuklir. Saudi juga unggul dalam hal jejaring global, terutama kedekatannya dengan Amerika Serikat. Selain itu, jejaring regional Saudi juga lebih mapan jika dibandingkan dengan Iran.
gambar