Pemain cadangan

llo

Pemain Cadangan

Puput fadhilah

Aku adalah pemain cadangan.

Untuk selanjutnya aku hanya sebagai pemain cadangan di tim. Menjabat sebagai pengganti dan tetap duduk samapi di panggil untuk mengganti pemain adalah tugasku.

Kalau tugas ini selesai, aku akan kembali di pinggir lapangan.

“Kau hebat sekali saat deti-detik akhir pertandingan! Benar-benar seperti pahlawan”

Seperti pahlawan? Sungguh, aku benci kata itu. Aku tidak ingin hadir di akhir, aku ingin ada di pertandingan awal hingga selesai. Aku ingin di anggap sebagai monster lapangan. Hanya itu.

“Jangan menyebutku pahlawan! Aku tidak suka!”

Aku memandang Rei kesal, “Tapi kenapa Rin? Pahlawan kan hebat!”

“Ngaak hebat sama sekali! Jadi jangan sebut aku seperti itu!”

Sesungguhnya aku lebih ingin menjadi penjahat dalam serial film. Sebab mereka sudah ada sejak film itu di putar. Sedangkan pahlawan hanya datang di saat korban berjatuhan, dan aku masih tidak menyangka semua orang mengelu-elukan sosoknya sebagai pahlawan? Lebih mirip seperti seseorang yang sangat jahat.

“Kalau begitu kamu ingin di panggil apa?”

Dengan seringai kecil ke arah Rei, ku katakan apa yang tengah ku inginkan.

“Maka panggil aku monster!”


Tapi aku bukanlah monster, aku hanya pemain cadangan.

Nice receive!” , Servisnya tepat melewati net, menuju ke arah kiri. Sorakan demi sorakan penontn yang berusaha menjatuhkan mental lawan menggema bak terompet kematian. Aku mendengus kasar.

“Sampai kapan aku duduk disini? Aku ingin main!”

Aku benci menjadi cadangan. Tidak keren! Tidak ada aksi! Hanya duduk diam menonton pertandian dan ikut bersorak jika menang. Sungguh itu memuakkan.

“Kau ingin bermain di lapangan, Rin?”

“Tentu! Untuk apa aku ikut tim ini jika tidak main?”

Pelatihku hanya tersenyum seperti mengejekku, aku tudak suka!

“Akan ku beri tau kenapa kau tetap duduk di sini sementara teman-teman mu sedang berusaha keras di lapangan. Kau mau dengar?”

Aku memalingkan wajah, walau sesungguhnya aku ingin mendengar penjelasannya.

“Karena kau adalah pahlawan tim kami”

“Aku tidak mau menjadi pahlawan!” sentakku. Mengapa semua orang menganggapku sebagai pahlawan? Aku benci kata itu.

“Kenapa? Pahlawan kan keren!”

“Tidak keren! Mereka selalu datang terakhir, tidak keren sama sekali!”

Aku tau pelatih sedang tersenyum, melupakan sejenak sorakan yang menggema.

“Apa menurutmu pahlawan adalah orang yang jahat karena datang terakhir?”, Aku mengangguk toh memang benar kan, pahlawan itu pecundang.

“Kamu salah Rin, pahlawan adalah tokoh utama dakam sebuah cerita. Pahlawan adalah penentu cerita itu akan bagus atau tidak. Dan pastinya, pahlawan adalah penyelamat, bukan pecundang”

“Namun aku tetap menganggapnya pecundang, meski aku memandang pahlawan sebagai penyelamat, toh keadaan tak akan terbalik—”

“Keadaan akan berubah, kau akan merasakan perasaan yang selama ini tak pernah kau rasakan Rin, kau akan mengerti maksud dari pahlawan itu seperti apa”

Aku memandang Pelatih dengan heran. Mengapa beliau terobsesi dengan pahlawan?

“pelatih menganggapku pahlawan sedangkan aku hanya pemain cadangan, pelatih ingin mengejekku atau bagaimana?”

Kali ini pelatih tertawa lebar. Menepuk pundakku beberapa kali. “Apa kau berpikir pahlawan itu selalu hadir di layar utama?”

Aku mengangguk dua kali

“Justru ada pahlawan yang sangat keren, benar-benar keren Rin, meskipun dia hanya sebentar tampil di muka umu, namun aksinya akan terus di kenang oleh semua orang”

“Memang ada?”

“Ada, dan itu adalah kau, Rin”

Aku menyentuh dadaku, seperti ada getaran hebat di jantungku. Ada ribuan kupu-kupu yang mengepakkan sayap di perutku dan cahaya yang menyilaukan di kedua mataku.

“Kau adalah pahlawan itu Rin, kau yang akan menyelamatka timmu, bukan masalah kau tim inti atau cadangan, tapi aksimu! Aksimu yang di butuhkan dalam pertarungan ini!”

Mendadak jiwaku membara, udara di sekitarku menipis seakan mencekikku.

“Pemain cadangan adalah pahlawan sesungguhnya, jangan membenci posisi itu Rin. Ingat! Di detik-detik akhir pertarungan ini, kau akan mengerti makna pahlawan sesungghnya. Nah! Sekarang berlarilah! Tunjukkan taringmu di lapangan! Kau harus membuktikan bahwa pahlawan sejati itu ada! Menanglah! Rin!”

Aku mengangguk semangat, jiwa ini seperti hangus terbakar, namun detak jantung ini tetap hidup. Untuk pertama kalinya, aku ingin main seperti pahlawan. Dan menang.

Nah inilah yang kita tunggu saudara sekalian! Penggebuk terbaik tim voli putri SMA kartika memasuki lapangan, mengganti Reinanda, penggebuk nomor 6. Mari kita beri semangat lagi untuk pahlawan bertaring kita! Penggebuk nomor 9, RIN AKASYIA!

Jombang