Pelanggaran Miranda Rules dalam KUHAP apa dapat dikenai sanksi pidana? Atau sanksi administratif saja?


‘Miranda Rules’ dalam Hukum Acara Pidana Indonesia

Istilah Miranda Rules sebenarnya adalah suatu prinsip hukum acara pidana di Amerika Serikat yang berasal dari kasus Miranda vs Arizona tahun 1966 yang akhirnya memunculkan Amandemen Kelima Bill of Rights:
“Tiada seorangpun diharuskan menjawab untuk suatu tindak pidana umum atau tindak pidana yang belum dikenal, tanpa penjelasan atau penggambaran dakwaan dari Juri, kecuali untuk kasus yang timbul di Angkatan Darat atau Angkatan laut, atau di dalam Milisi, ketika sedang bertugas dalam perang atau bahaya umum; juga tidak seorangpun menjadi terdakwa dan didakwa dua kali untuk kasus yang sama sehingga membahayakan hidupnya, juga tidak akan dipaksa dalam setiap kasus pidana untuk menjadi saksi melawan dirinya sendiri, juga tidak akan dikurangi kehidupan, kebebasan, atau harta bendanya, tanpa proses hukum; juga kepemilikan pribadi tidak akan diambil untuk kepentingan umum, tanpa kompensasi yang adil.”

Di Indonesia, hukum acara pidana diatur dalam KUHAP. Akan tetapi, kita dapat menemukan beberapa prinsip yang serupa dengan Miranda Warning sebagaimana diatur dalam beberapa pasal berikut ini:

  1. Pasal 18 ayat (1) KUHAP: Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
  2. Pasal 51 KUHAP
    Untuk mempersiapkan pembelaan:
    a. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
    b. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
  3. Pasal 52 KUHAP: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
  4. Pasal 54 KUHAP : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
  5. Pasal 55 KUHAP : Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
  6. Pasal 56 KUHAP :
    (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
    (2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
  7. Pasal 57 KUHAP
    (1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini;
    (2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.

Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran pasal-pasal tersebut adalah dengan melakukan permohonan praperadilan (lihat Pasal 77-Pasal 83 KUHAP). Lebih jauh, Saudara bisa menyimak artikel Praperadilan, Praperadilan (2), Praperadilan (3).

Selain upaya praperadilan, tersangka dapat pula mengadukan petugas polisi yang sewenang-wenang pada saat penangkapan dan penahanan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri karena telah terjadi pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang terutama diatur dalam Pasal 15 Perkapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”).

Jadi, walaupun tidak dikenal di Indonesia, tetapi prinsip-prinsip yang serupa dengan Miranda Rules juga dapat ditemukan dalam KUHAP. Jika terjadi pelanggaran oleh Polisi terhadap prinsip-prinsip tersebut dapat diajukan ke Praperadilan dan petugas polisi yang melanggar dapat diadukan ke KKEP melalui Divpropam Polri. Ketika sudah masuk dalam tahap persidangan, pelanggaran-pelanggaran hak tersangka/terdakwa tersebut dapat dituangkan dalam eksepsi.

sumber: hukumonline.com