Pelaku ghosting pada proses PDKT berada di pihak yang salah, apa iya?

ghosting

Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, ghosting adalah ketika seseorang yang diyakini peduli tiba-tiba menghilang atau mengakhiri komunikasi tanpa ada penjelasan. “Umumnya, (penyebab ghosting), memang lebih untuk menghindari perasaan tidak nyaman. Entah tidak nyaman untuk mengakhiri atau berkomitmen lebih jauh,” tegas Ikhsan.

Berdasarkan situasi dan kondisinya, ada banyak kemungkinan yang terjadi ketika seseorang memutuskan atau bisa jadi ia tidak sadar telah “meng-ghosting”. Karena perubahan ketertarikan pada seseorang bisa terjadi kapanpun. Maka menurut Youdics, Apakah Pelaku ghosting pada saat PDKT ini berada di pihak yang salah?

2 Likes

Seperti kata pepatah, people come and go. Aku pribadi setuju kalau pelaku ghhosting dapat dikatakan salah. Walaupun memang tergantung seberapa jauh hubungan tersebut sih. Misal ketika masih dalam tahap pendekatan atau masih proses mencari pasangan, tentunya kita berada pada fase dimana kita ingin menyeleksi apakah hubungan ini bisa diteruskan atau tidak. Mungkin ada beberapa hal yang membuat dia tidak nyaman dan tidak ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih. Jadi, daripada bertahan tetapi memaksakan, lebih baik menyudahi dari awal. Tetapi tidak dibenarkan jika dia sudah memberikan sinyal sinyal keseriusan, tetapi pada akhirnya tiba-tiba menghilang. Dan apapun alasannya, ketika sudah memutuskan untuk dekat dengan seseorang, sebaiknya kita berkata jujur tentnag apa yang kita rasakan, bukan tiba tiba menghilang. Sehingga keduanya dapat introspeksi diri dan ada kejelasan dalam hubungan tersebut.

1 Like

Kalau membahas tentang ghosting, mungkin ini adalah adaptasi lebih mendalam dari kata ‘PHP’ yang dulu sempat ‘naik’ didalam kehidupan asmara ya haha. So, Ghosting itu salah gak? Jelas!

Kenapa? Karena meninggalkan suatu hubungan atau komitmen tanpa kejelasan apa apa itu menurutku bukan sikap yang baik dan dewasa, jika ada hal yang mengusik kenyamanan atau kesahalan yang mengganjal sebaiknya di perbaiki dan di perbincangan dengan baik baik juga. Bukan malah menghindar dan menghilang.

Selain bisa membuat sakit hati, bahkan dendam. Itu kurang baik dalam suatu hubungan sosial, ya bayangkan saja, seandainya saja di omongin baik baik kan akan ‘clear’ dan mungkin masih bisa berteman dengan baik, kalau tidak dibicarakan akan ‘ganjel’ kan? Bisa aja jadi musuh? Tanpa tau alasan apa yang menyebabkan suatu hubungan itu renggang bahkan lenyap.

So, hubungan yang baik menurutku adalah apabila memiliki kondisi komunikasi yang baik, baik disini bukan harus ‘setiap saat telfon/chat’ tapi setidaknya jika ada yg perlu diselesaikan ya disampaikan bukan diem sampai sesek sendiri.

Maaf curhat, haha.

1 Like

Menurut saya perilaku ghosting ini merupakan sikap yang salah dalam proses PDKT, selain itu ini juga mengindikasikan kita belum bisa bersikap dewasa untuk berhubungan. Proses PDKT memang identik dengan kita mencari pasangan yang terbaik, tetapi jika pada proses nya tiba-tiba langsung menghilang bak ditelan bumi juga bukan tindakan yang benar. Jika kenyataan nya kita tidak srek kepada seseorang tersebut ada baiknya berlaku lah dewasa yaitu dengan komunikasi. Nenurut saya komunikasi merupakan kunci dari sebuah permasalahan, dengan adanya komunikasi antar dua pihak tersebut maka masalah mereka akan clear dan orang tersebut tidak perlu ghosting dan menyakiti hati salah satu pihak.

Menurutku tindakan meng-ghosting itu salah. Karena mereka tidak bertanggung jawab akan perasaan seseorang yang sudah ia dekati. Dan merupakan seorang pecundang(?) Hanya mempermainkan perasaan seseorang saja.
Walau masih masa PDKT, kebiasaan ini dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam suatu hubungan nantinya. Kalau untuk diriku lebih baik jujur dan terus terang agar terciptanya hubungan yang jelas, dibanding hilang tanpa kabar dan akhirnya berakhir tanpa alasan yang jelas, dan hidup dikelilingi tanda tanya yang akhirnya membuat overthinking. Intinya meng-ghosting itu merupakan perilaku seseorang yang belum dewasa.

Menurut pendapat saya, orang-orang yang kerap kali melakukan ghosting ini adalah kategori orang yang kurang bertanggung jawab. Dalam memulai hubungan tentu kita berusaha untuk mencari hal-hal positif dari partner kita. Namun ketika hal yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, sebaiknya kita tidak langsung menghilang tanpa kepastian yang jelas. Sebagai individu yang bertanggung jawab dan dewasa, kita seharusnya mencoba untuk bersikap jujur kepada partner kita dan mengutarakan apa alasan yang kita miliki sehingga pdkt itu tidak dapat dilanjutkan. Dengan adanya komunikasi yang baik maka niscaya partner kita akan mengerti dan menerima daripada kita tiba-tiba menghilang tanpa kejelasan yang pasti. Itu pasti akan jauh lebih menyakitkan untuk diterima.

1 Like

Tentu saja berada di pihak yang salah dan menunjukkan bahwa dirinya tidak bertanggung jawab. Apa sulitnya untuk membicarakan baik-baik kalau memang sudah tidak nyaman atau tertarik lagi? Lagipula, bila ia melakukan tindakan ghosting, itu akan membuat orang yang di-ghosting bertanya-tanya karena ditinggalkan secara tiba-tiba. Bahkan, bisa jadi ia menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian pasangannya, padahal belum tentu demikian. Apapun alasannya, menurut saya ghosting adalah tindakan pengecut dan tidak bertanggung jawab yang bisa mendatangkan masalah-masalah lainnya.

Kan kadang seorang laki laki tidak pandai atau malu untuk membicarakan secara baik baik. Toh, serba salah juga, misalkan kita ngedeketin cewek, diawal keliatan “masuk” nih. Tapi lama lama, semakin kita kenal, semakin kita tau sifat aslinya, ternyata nggak jadi “masuk” nih. Bisa juga ada persoalan dengan orang tua si cewek, biasanya terjadi ketika ditanya “kapan anak saya dinikahi?” wkwk. Nah kalo kayak gitu, kita sebagai laki laki mengungkapkan dengan jujur, bagaimana perasaan perempuan? Pasti dimarahin, dicaci maki dll. Jadi malah seolah olah si cowok yang keliatan salah. Nah untuk menghindari hal hal seperti itu, para cowok disappear atau bahasa gaulnya ghosting wkwkwk. Ghosting juga merupakan self-defence kaum cowok lo wkwk.

1 Like

Menurutku, sebelum hubungan itu ada komitmen yang jelas atau titel yang jelas seperti pacaran atau bahkan selebihnya. Aku rasa aku oke dengan yang disebut ghosting, karena gak ada ikatan yang kuat juga untuk terus selalu berhubungan. Emang bakal kepikiran sih, tapi gak akan lama.

Selain itu juga, kayanya aku “biasa” dengan ghosting, kaya bales chat lama, atau bahkan menghilang berhari-hari. Sumpah itu gak cuma cowok, cewek juga seperti itu, dan gak cuma terhadap partner atau pasangan, terhadap semua orang, bahkan sahabat. Emang ada kalanya alesannya kurang logis, males ngebales, tapi biasanya alesannya juga menyangkut diri kita, aku kadang gak mau bales karena chatnya terlalu bikin capek buat mikir balesan, atau teralu berlebihan bikin overthinking.

Aku sedikit setuju sih dengan pernyataan ini, sebenernya kalau diliat-liat cara ini agak ciut juga sih. Tapi ini cara paling gampang gak sih buat beresin masalah tanpa harus ngomong selesai, buat orang tertentu susah untuk menghadapi orang yang bakal kecewa. Kalaupun keadaanya dibalik, aku rasa aku bakal nangkep langsung sih maksud dari hialng tiba-tiba ini, dan bakal anggap gak ada-apa, semua fine aja.

1 Like

Kalau mengungkapkannya dengan bahasa yang baik, halus, santun, dan mudah dipahami saya rasa akan mudah diterima oleh pasangan terlepas apapun gendernya dan tidak akan membuat si pembicara kelihatan salah, justru itu bisa membuatnya terlihat bertanggung jawab.

Menurut aku pendapat diatas gak bisa dijadiin pembenaran untuk ghosting karena semua masalah pasti bisa diselesaikan dengan komunikasi. Aku jujur juga pernah ghosting-in orang dan aku tau rasanya mungkin memang susah untuk ngomongin masalah itu tapi kalau dipikir-pikir lagi, apa yang udah aku lakuin itu salah banget dan akhirnya aku balik untuk selesain masalahnya secara baik-baik. Setelah aku cari tau ternyata ghosting itu bisa berdampak sangat buruk ke orang yang kita tinggal, sedangkan kita yang melalukan ghosting mungkin merasa biasa aja karena menganggap satu ‘beban’ udah lepas. Padahal mental health si korban ghosting ini bisa terpengaruh banget karena pastinya mereka mempertanyakan apa yang salah dari diri mereka sampai overthinking dan akhirnya insecure sampai menyalahkan dirinya sendiri.

Pertanyaan menjebak kalau ditanya “pria atau wanita?”. Siapapun bisa jadi tokoh ghosting. Kalau ditanya ghosting itu salah atau benar, saya lebih cenderung menyalahkan tokoh ghosting. Apapun kondisinya, harusnya ada komunikasi yang tepat kalau memang tidak ada kecocokan atau saling nyaman. Intinya adalah adanya komunikasi untuk memutus hubungan agar tidak menjadi pelaku dan korban ghosting.

Kemungkinan orang yang meng-ghosting tersebut sebenarnya belum siap dan belum mampu berkomitmen. Dia belum cukup percaya diri untuk menjalin hubungan, bisa saja dalam proses PDKT tersebut dia menyadari adanya ketidaksesuaian antara keduanya. Yang mana ketidaksesuaian itu bisa saja menjadi penghalang jika keduanya benar-benar menjalin hubungan. Misalnya dalam segi ekonomi dan strata keluarga.

Tapi apapun alasannya seharusnya dia tidak menghilang begitu saja sehingga menyebabkan kebingungan salah satu pihak. Bahkan bisa jadi pihak yang di-ghosting merasa tersinggung, atau yang lebih parahnya perilaku itu bisa menjadi salah satu penilaian buruk untuk pelaku. Jadi jangan meng-ghosting ya…

Cara orang dalam proses pendekatan mencari atau ingin memulai sebuah hubungan interpersonal berbeda-beda, gimana dia nge- approach ke partnernya, gaya komunikasinya, dan bahkan perilaku yang bakal dia tunjukin. Tidak ada yang salah dengan cara-cara tersebut jika kita berdalih pada individual deferences. Tapi, akan jadi bermasalah apabila cara yang dilakukan tersebut berpengaruh atau menimbulkan dampak negatif pada pasangannya.
Pada fenomena ghosting yang sedang nge-trend saat ini , kebanyakan korban yang dighosting itu merasa sedih, sakit hati, kecewa, dan lain-lain yang kesemuanya mengarah pada emosi negatif. Nah disini letak kesalahan para ghoster (orang yang melakukan ghosting), mereka telah memberikan dampak negatif pada pasangannya khususnya secara psikologis. bahkan dalam beberapa kasus fenomena ghosting ini dapat menurunkan self-esteem pada korban, dan bahkan ada yang sampai mengarah ke depresi. So, diakhir aku ga berani ngambil putusan kalau yang salah si pelaku tapi aku cuman mau ngasih gambaran aja terkait fenomena ghosting, temen-temen Youdics bisa ambil kesimpulan sesuai dengan ilmu kanugaragan masing-masing sebenarnya siapa yang salah wkwk

Menurut saya, ghosting merupakan sebuah komunikasi yang tidak berjalan dengan baik, salah satu pihak tidak bisa mengutarakan apa yang ia rasakan, membuat pihak yang lain menjadi memiliki perspektif cenderung negatif. Pelaku ghosting belum tentu menjadi pihak yang salah, bisa jadi berawal dari pihak yang lain, ia melakukan ghosting karena tidak ingin menyakiti perasaan orang lain jika dia menjelaskan alasan kenapa ia menghilang.
Tapi sebaiknya kita belajar menjalani komunikasi yang baik untuk siapapun sehingga tidak ada pihak yang merasa tersakiti karena ketidakjelasan informasi.

Saya berpendapat bahwa Ghosting atau yang biasa dikatakan dengan menghilang tanpa kabar sehingga hubungan dapat berakhir adalah suatu hal yang sering terjadi dan wajar. Menurut Karen Ruskin, PsyD ( pakar hubungan dan perilaku manusia), perilaku ini merupakah suatu tanda ketidakdewasaan emosional. Dengan kata lain, tanpa adanya kabar yang jelas cukup menandakan bahwa pelaku tersebut tidak berusaha keras dalam memiliki hubungan yang baik. Pakar tersebut juga menambahkan yakni pelaku ini tidak ingin nantinya akan menghadaoi apa yang sedang dirasakan atau dialami sebab terlalu sulit untuk dirinya. Sehingga, menurut saya pelaku ghosting tetap berada dipihak yang salah sebab hanya mengutamakan kebutuhan emosionalnya sendiri. Perilaku ini memang wajar dan umum terjadi, tetapi bukan berarti bisa dijadikan suatu pilihan supaya melakukan hal itu kepada orang lain bahkan masih pada tahap PDKT. Tindakan ghosting ini dapat menunjukkan sebagai hal yang egois.

Menurut saya orang-orang menjadi ghosting karena segala macam alasan yang dapat bervariasi dalam kompleksitas. Berikut adalah beberapa dari banyak alasan orang mungkin hantu:

Takut. Ketakutan akan hal yang tidak diketahui tertanam dalam diri manusia. Anda mungkin memutuskan untuk mengakhirinya karena Anda takut mengenal seseorang yang baru atau takut akan reaksi mereka saat putus.
Penghindaran konflik. Manusia secara naluriah sosial, dan mengganggu hubungan sosial dalam bentuk apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup Anda. Akibatnya, Anda mungkin merasa lebih nyaman tidak pernah bertemu seseorang lagi daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang dapat terjadi selama putus cinta.
Kurangnya konsekuensi. Jika Anda baru saja bertemu seseorang, Anda mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena Anda mungkin tidak berbagi teman atau banyak kesamaan. Ini mungkin tidak tampak seperti masalah besar jika Anda pergi begitu saja dari kehidupan mereka.
Perawatan diri. Jika suatu hubungan memiliki efek negatif pada kualitas hidup Anda, memutuskan kontak kadang-kadang tampak seperti satu-satunya cara untuk mencari kesejahteraan Anda sendiri tanpa dampak putus cinta atau perpisahan.
Dan berikut adalah beberapa skenario di mana Anda mungkin menjadi hantu bersama dengan beberapa pemikiran mengapa:

Ghosting dalam proses PDKT (Pendekatan atau Pendekatan Dengan Kencan) dapat melibatkan dinamika yang kompleks dan tidak selalu dapat diidentifikasi dengan mudah sebagai “pihak yang salah” atau “pihak yang benar”. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk ghosting, dan perspektif ini dapat bervariasi tergantung pada konteks hubungan dan individu yang terlibat.

Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki alasan dan pengalaman uniknya sendiri. Beberapa alasan umum mengapa seseorang mungkin melakukan ghosting dalam proses PDKT termasuk ketidaknyamanan dalam mengungkapkan ketidakminatan, ketidakmampuan untuk mengatasi konflik secara langsung, atau bahkan kecemasan pribadi yang tidak terkait langsung dengan pasangan tersebut.

Dalam beberapa kasus, pelaku ghosting mungkin merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menghindari konfrontasi atau menyakiti perasaan pasangan. Namun, dapat diakui bahwa metode ini sering kali dianggap tidak etis dan tidak mempertimbangkan perasaan orang lain. Kejelasan komunikasi sangat penting dalam hubungan, dan ghosting sering kali meninggalkan pihak yang ditinggalkan dengan banyak ketidakpastian dan pertanyaan.

Sementara pada beberapa kasus, pelaku ghosting mungkin disalahkan karena kurangnya kejujuran atau kematangan dalam menghadapi masalah hubungan, terdapat juga situasi di mana keputusan untuk ghosting mungkin muncul sebagai respons terhadap perilaku yang merugikan atau memicu ketidakamanan emosional. Ini dapat membingungkan ketika mencoba menentukan “pihak yang salah,” karena hubungan bersifat dinamis dan dapat dipengaruhi oleh tindakan kedua belah pihak.

Ketika melibatkan PDKT, di mana kedua belah pihak mungkin belum sepenuhnya terlibat secara emosional, ghosting dapat menjadi tanda bahwa seseorang tidak lagi tertarik atau merasa hubungan tersebut tidak memiliki potensi jangka panjang. Meskipun melibatkan perasaan yang tidak menyenangkan, ini tidak selalu berarti bahwa seseorang itu “salah.” Terkadang, perubahan perasaan alami dapat terjadi, dan penting untuk memberikan ruang bagi pertumbuhan dan perubahan.

Namun demikian, komunikasi terbuka dan jujur ​​selalu merupakan kunci dalam hubungan. Pelaku ghosting dapat lebih baik mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, sehingga pihak yang ditinggalkan dapat memiliki penjelasan yang lebih baik dan dapat menutup babak tersebut dengan lebih baik.

Dalam penutup, menentukan “pihak yang salah” dalam ghosting pada proses PDKT tidak selalu hitam-putih. Hal ini sering kali kompleks dan tergantung pada konteks individu dan hubungan. Komunikasi terbuka, empati, dan pemahaman dapat membantu meredakan konflik dan membangun hubungan yang lebih sehat di masa depan.