Opsi Apa Saja yang Dilakukan Untuk pPenyelesaian Krisis Teluk Saudi-Qatar?

konflik saudi-qatar

Ketegangan di kawasan Teluk antara Saudi Arabia dan Qatar yang ditandai pemutusan hubungan diplomatik di pertengahan tahun 2017 tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Perseteruan keduanya dapat dibedakan dalam tiga fase—dekade 1990-an, dekade 2000-an, dan dekade 2010-an—yang terjadi dalam tiga isu, yaitu kedaulatan, hidrokarbon, dan dominasi kawasan.

Opsi Apa Saja yang Dilakukan Untuk pPenyelesaian Krisis Teluk Saudi-Qatar?

Opsi Penyelesaian Krisis Teluk Saudi-Qatar


Dari hasil penghitungan kekuatan kedua pihak yang berseteru, terdapat dua skenario utama yang perlu dipertimbangkan. Dari set skenario pertama, ketimpangan kekuatan akan mendorong Qatar untuk mengikuti kehendak dari Saudi. Dalam situasi ini, perlu dilakukan upaya mediasi agar proses compliance Qatar tersebut tidak menciptakan gejolak di kawasan. Dari set skenario kedua, perimbangan kekuatan antara Saudi dengan Qatar, yang ditambah Iran, membuat skenario konflik berkepanjangan menjadi lebih rasional. Untuk meredakan ketegangan di antara kedua kekuatan utama regional ini, dibutuhkan pula mediator untuk meredam krisis agar tidak meledak menjadi konflik terbuka. Dengan demikian, opsi penyelesaian Krisis Teluk harus mempertimbangkan kehadiran atau peran dari mediator.

Dalam krisis sebelumnya, yang juga melibatkan Saudi dan Qatar, Kuwait berperan sebagai mediator. Hanya saja, dalam krisis terakhir, mediasi yang dilakukan oleh Emir Kuwait tidak membuahkan hasil. Emir Kuwait menegaskan bahwa tanpa kesediaan kedua pihak untuk berdialog maka upaya untuk menyelamatkan Gulf Cooperation Council (GCC) dari kehancuran akan menjadi sulit (Strait Times, 2017). Pernyataan tersebut mengandung makna yang kuat mengingat relasi di antara negara-negara Teluk sendiri sebenarnya terikat secara kuat dalam GCC. Penyelesaian Krisis Teluk, dengan demikian, harus dilakukan dengan mempertimbangkan dua faktor lain yang terkandung dalam GCC, yaitu: keterikatan antara para pemain utama dalam krisis ini dan integrasi ekonomi kawasan.

Dengan mempertimbangkan jalinan keterikatan para aktor utama Krisis Teluk, potensi benturan bersenjata akan lebih mungkin diredam. Sebagai misal, keterlibatan Saudi dalam konflik internal di Yaman mengurangi secara signifikan kekuatan militer yang dimilikinya. Hal yang sama berlaku dengan Iran yang mendisposisi sebagian kekuatannya di Suriah. Keterlibatan mereka di berbagai front konflik akan mengurangi kekuatan riil mereka dalam perseteruan di front Saudi-Qatar. Faktor kedua, integrasi ekonomi GCC, memperlihatkan bahwa meskipun ada pertarungan ekonomi antara Saudi dengan Qatar, terutama terkait dengan pergeseran profit antara minyak (Saudi) yang cenderung menurun dan gas (Qatar) yang semakin meningkat, Qatar tetap membutuhkan akses distribusi dari Saudi dan negara-negara Teluk lain. IMF (2017) menunjukkan adanya tren yang identik di antara negara-negara GCC. Sebagian besar negara di kawasan mengalami defisit perdagangan dan mengalami penurunan profit dari migas, termasuk Qatar, dalam batas yang berbeda-beda. Negara-negara GCC harus terus melakukan reformasi sektor migas untuk mengurangi pengeluaran dan dipaksa untuk terus menaikkan harga suplai energi domestiknya. Hal ini pada dasarnya memperlihatkan bahwa Krisis Teluk tidak sepenuhnya berkorelasi dengan krisis energi global namun sebaliknya, lebih didorong oleh krisis energi global.

Terkait dengan kehadiran mediator, terdapat tiga opsi yang dapat diambil dalam penyelesaian krisis ini. Opsi pertama melibatkan pihak ketiga non-Arab yang memiliki relasi positif dengan keduanya. Opsi ini akan lebih sulit terwujud karena resistensi Saudi. Opsi kedua adalah pelibatan pihak ketiga Arab non-Teluk. Opsi ini juga sulit terwujud karena penolakan Qatar. Kedua opsi tersebut akan secara signifikan mempengaruhi kapasitas Saudi dan Qatar dalam negosiasi. Opsi ketiga yang lebih masuk akal adalah pelibatan negara ketiga yang berasal dari Arab-Teluk. Mengingat pihak bertikai juga melibatkan UEA dan Bahrain, hanya ada dua opsi pihak ketiga yang bisa diambil jika pilihan bilateral tanpa menggunakan mekanisme GCC yang diambil, yaitu keterlibatan Kuwait atau Oman. Di antara keduanya, Kuwait lebih memiliki postur diplomatik yang mendukung, meski telah gagal dalam mediasi awal. Mediasi Kuwait akan bisa dilanjutkan jika ada tekanan pada kedua pihak yang bertikai. Saudi harus merasionalisasi permintaan yang diajukan dan keterikatan Qatar dengan Iran harus dikurangi. Pilihan terakhir adalah menggunakan mekanisme internal GCC meski ini berarti Qatar akan berhadapan dengan semua negara yang berseberangan tanpa dukungan pihak manapun.