Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak sebagai turunan dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Aturan ini memberikan kewenangan kepada negara untuk dapat menjatuhkan Tindakan Kebiri Kimia bagi Pelaku Persetubuhan terhadap Anak, yang mana tindakan kebiri kimia sebagai pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau menggunakan metode yang lain.
Tindakan kebiri kimia ini hanya dilakukan kepada pelaku dewasa yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Sebab kasus pelecehan seksual ini sangat membahayakan segalanya mulai dari kesehatn mental bahkan fisik organ tubuh yang diderita korban.
Tindakan kebiri kimia ini akan dijalankan setelah pelaku menjalani pidana pokoknya. Terbitnya peraturan ini diharapkan dapat menjadi jawaban tentang pelaksanaan tindakan kebiri kimia dalam praktik.
Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk merupakan putusan pertama yang isinya memerintahkan penjatuhan tindakan kebiri kimia bagi Terpidana M. Aris, setelah selesai menjalani pidana penjara.
Namun, di sisi lain, tindakan kebiri kimia perlu diperimbangkan dikaji lebih terkait dampaknya terhadap terpidana, hak dasar terpidana yang rentan terlanggar, dan siapa pihak yang akan melakukan eksekusinya? Dengan demikian, tulisan ini dimaksudkan untuk membuat terang apa tujuan tindakan kebiri kimia, siapa yang perlu untuk dikenai tindakan ini, dan polemik yang mengemuka terkait penerapannya.
Wah, bagaimana nih menurut teman-teman,Apakah pelaku pelecahn seksual harus diberi sanksi kebiri?
yuk didiskusikan