Mengenal Ngada, Surga Kecil nan Indah di NTT

Kampung Bena

Kabupaten Ngada mungkin salah satu dari sekian banyak kabupaten di Indonesia yang sangat unik dalam hal budaya. Di Ngada, setiap kecamatan memiliki adat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Contohnya dalam hal berbahasa.

Salah satu dari kampung adat yang berada di Ngada adalah Kampung Bena. Kampung Bena adalah kampung adat peninggalan zaman Megalitikum. Berada di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Jerebuu, kampung ini terletak di kaki Gunung Irenie. Masyarakat di Kampung Bena percaya bahwa Gunung Irenie adalah tempat Dewa Yeta yang telah melindungi kampung mereka.

Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut kepercayaan zaman megalitikum, perahu dianggap punya ikatan dengan wahana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai nilai kerja sama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur contohkan saat mereka menaklukkan alam dan mengarungi lautan untuk sampai ke Bena.

Bentuk kampung ini memanjang dan memiliki kontur tanah yang miring. Rumah di kampung ini memiliki bentuk yang seragam dan saling berhadapan dalam dua barisan, memanjang dari arah utara yang mempunyai fungsi sebagai pintu masuk ke arah perkampungan.

Pada awalnya, hanya ada satu suku di kampung ini, namun perkawinan dengan suku lain melahirkan suku-suku baru di Kampung Bena. Sekarang ada kurang lebih 40 rumah yang dihuni oleh sembilan suku yaitu : Suku Bena, Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Deru Solamae, Suku Ngada, Suku Khopa, dan Suku Ago.

Di tengah lapangan, terdapat bebatuan megalitikum yang merupakan makam leluhur. Selain itu, terdapat pula Sakalobo – rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya patung pria yang memegang parang dan busur panah di atas rumah itu. Ada pula, Sakapu’u – rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian depan beberapa rumah,dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Tanduk kerbau yang dipajang di suatu rumah menandakan bahwa keluarga tersebut telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin. Sedangkan rahang babi menunjukkan babi telah dipotong untuk digunakan pada upacara Kasao – upacara pembuatan rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba – pesta adat yang diadakan pada bulan Desember atau Januari, sebagai bentuk syukur atas apa yang telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun – dalam setiap tahunnya.

Selain sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, seluruh anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Kampung Bena.

Taman Wisata Rohani Bukit Wolowio

Bukit Wolowio adalah salah satu obyek wisata rohani umat Katolik di Flores selain Taman Doa di Lembata, Museum Santo Yohanes Paulus II di Sikka, Gereja Katedral tertua di Ende, dan ziarah Paskah di Larantuka. Taman Wisata Rohani Bukit Wolowio terletak di puncak Gunung Ata Gae, Wolowio, Balajawa.

Di puncak bukit Wolowio yang berketinggian 1.400 mdpl, berdiri patung Bunda Maria yang agung dan megah, dengan tinggi 17 meter dan terbuat dari beton. Patung Bunda Maria tersebut dikelilingi oleh pepohonan kayu putih dan perkebunan kopi.

Terdapat pula Tugu Salib yang dibawahnya terdapat patung Bunda Maria memangku Yesus serta Patung Yesus di bukit lain di sebelah barat tak jauh dari bukit Wolowio. Berada di ketinggian 1400 mdpl, tak heran suhu di bukit ini cenderung dingin, terkadang bisa mencapai 13 derajat celcius. Peziarah tak hanya dapat menikmati wisata rohani saja, tapi juga pemandangan hamparan kebun kopi arabika serta perbukitan, gunung, serta lembah di sekitarnya.

Disana ada juga Kawah Wawomuda. Kawah Wawomuda berada di Kelurahan Susu, Kecamatan Bajawa. Kawah Wawomuda sendiri memang baru terbentuk akibat letusan Gunung Wawomuda pada tahun 2001. Letusan ini meludeskan seluruh lereng yang saat itu dijadikan perkebunan oleh warga. Setelah letusan gunung yang terjadi kala itu, terbentuklah beberapa kawah dengan air kawah yang berwarna warni.

Hal unik dari kawah ini adalah, pada awalnya air dalam kawah-kawah tersebut berwarna merah marun, namun sejalannya waktu, air dalam kawah tersebut pun berubah-ubah. Banyak yang menjuluki Kawah Wawomuda sebagai Mini Kelimutu.

Pemandangan menuju dan sekitar kawah adalah pepohonan pinus dan cemara yang berjejer. Oleh karena itu, bau belerang khas kawah di tempat ini tidak terlalu menyengat, bau tersebut dinetralisir oleh bau khas pohon pinus yang segar dan mendominasi udara pernapasan.

image