Mengapa tingkat keaktivan anak-anak menurun jauh sebelum Masa Remaja?

Sumber gambar: thewholechild.com.au

Adolesen dikira sebagai waktu dimana anak-anak sangat aktif, namun sebuah studi di The British Journal of Sports Medicine menunjukan bahwa hal ini terjadi jauh lebih dini, sekitar di usia 7 tahun. Duduk menggantikan aktivitas fisik sejak anak mulai masuk sekolah, menurut studi tersebut. Anak sebaiknya melakukan olahraga setidaknya satu jam per hari.

Banyak dari 400 anak yang diikutsertakan dalam studi ini melakukan kurang dari angka tersebut seiring dengan bertambahnya usia.

Para ahli dari Glasgow dan Newcastle meneliti tingkat aktivitas anak di atas usia 8 tahun menggunakan alat yang digunakan selama seminggu sekali pakai. Jumlah aktivitas anak-anak tersebut diukur pada usia 7, 9, 12, dan 15. Rata-rata anak laki-laki melakukan 75 menit per hari beraktivitas saat berusia 7 tahun, dan menurun menjadi 51 menit ketika mereka berusia 15 tahun. Rata-rata anak perempuan menghabiskan waktu 63 menit per hari berolahraga sedang hingga berat pad ausia 7 tahun, yang menurun menjadi 41 menit pada usia 15 tahun.

Kebanyakan anak laki-laki dan perempuan pada studi melakukan olahraga tingkat sedang pada usia 7, yang kemudian menurun. Namun, satu dari lima anak laki-laki dapat menjaga aktivitas mereka selama 8 tahun. Mereka merupakan anak-anak yang memulai dengan aktivitas tingkat tinggi pada usia 7 tahu, catat peneliti.

Meski studi tersebut tidak dapat membuktikan apa yang menyebabkan penurunan aktivitas fisik, Prof. John Reilly, penulis penelitian dari University of Strathclyde berpendapat ada yang salah pada anak-anak Inggris jauh sebelum adolesen. Beliau berkata hal ini koinsiden dengan jumlah memuncak kasus obesitas pada anak dan peningkatan terbesar berat badan terjadi di sekitar usia 7 tahun.

Penelitian lain pada kelompok anak yang sama menemukan bahwa jumlah waktu yang hilang untuk berolahraga digunakan untuk duduk saja. Anak berusia 7 tahun menghabiskan setengah hari mereka duduk, dan pada usia 15 tahun, jumlah ini meningkat menjadi tiga per empat hari dihabiskan untuk duduk.

“Sekolah harusnya lebih membuat anak aktif. Sebaiknya ada jeda untuk beraktivitas fisik untuk memotong jumlah waktu duduk.” Menurut Prof. Reilly.

Diterjemahkan dari BBC Health.

1 Like

Kalau dilihat di Indonesia, keaktivan anak-anak menurun drastis jauh sebelum masa remaja (adolesen) karena diakibatkan pola pendidikan dan perubahan gaya hidup itu sendiri.

Pola pendidikan

Anak-anak jepang sedang melakukan olahraga

Pendidikan di Indonesia saat ini lebih ditekankan pada sisi hard skill daripada sisi soft skill, bahkan ketika siswa masih menginjak pendidikan dasar. Dampak dari hal tersebut adalah, orangtua jadi ikut-ikutan menekankan ke sisi itu, sehingga tidak jarang anak sekolah dasar sudah di-kursus-kan oleh orang tuanya.

Anak-anak jepang pulang sekolah jalan kaki, sesuatu yang jarang terlihat di Indonesia.

Dengan banyak mengikuti kursus, maka anak-anak sudah merasa lelah, sehingga malas untuk beraktifitas secara fisik. Padahal yang membuat anak-anak tersebut merasa lelah karena terlalu diforsir pikirannya, bukan fisiknya.

Berikut video meriahnya Sports Day di jepang,

Gaya hidup

Anak-anak kecil jaman sekarang sudah sangat terbiasa menggunakan telepon pintar, tablet bahkan personal computer. Akibat terlalu lelah belajar, maka _refreshing_nya adalah dengan cara “mendinginkan” otaknya dengan bermain-main gadget atau menonton film. Mereka sudah lelah untuk “dipaksa” beraktifitas fisik.

Anak-anak sedang asyik “bermain” smartphone

Kondisi tersebut sangat berbeda dijaman ketika teknologi informasi tidak seperti saat ini dan model pendidikannya pun masih “ramah” terhadap anak-anak.

Tidak jarang ditemu anak-anak bermain sepakbola, petak umpet, lompat tali ketika istirahat sekolah, atau ketika pulang sekolah. Mereka tidak terlalu dipusingkan dengan pekerjaan rumah yang banyak atau tuntutan materi sekolah yang terlalu berat bagi anak seusianya.