Mengapa sebagian orang lebih banyak menolong dibanding orang lain ?

Dalam lingkungan sosial masyarakat kita, sering kita jumpai orang-orang yang sangat ringan tangan ketika dimintai pertolongan. Bahkan tidak sedikit yang menwarkan bantuan tanpa diminta sebelumnya. Tetapi ada juga yang bersifat acuh dan egois.

Mengapa sebagian orang lebih banyak menolong dibanding orang lain ?

image

Para psikolog tertarik dengan asal dari kepribadian altruistik, yaitu kualitas yang ada pada diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut menolong orang lain pada berbagai situasi.

Dalam hal apa seseorang menjadi lebih penolong dibandingkan orang lain?

Kepribadian altruistik: kualitas individu yang menyebabkan ia membantu orang lain dalam berbagai situasi

Kepribadian bukanlah satu-satunya yang menentukan perilaku. Para ahli psikologi sosial mengemukakan bahwa untuk memahami perilaku manusia, kita harus menyadari tekanan dari situasi sebagaimana kita memahami kepribadian. Begitu juga dalam memprediksi seberapa penolong seseorang.

Perbedaan Jenis Kelamin dalam Perilaku Prososial

Secara umum pada semua budaya, norma menyebabkan sikap dan perilaku yang berbeda bagi laki-Iaki dan perempuan, hal tersebut dimulai saat proses pertumbuhan sebagai anak laki-Iaki dan anak perempuan.

Misalnya pada kebudayaan Barat, laki-laki memiliki peran jenis kelamin lebih heroik dan sangat sopan, sedangkan wanita lebih pengasih dan peduli pada nilai dari hubungan jangka panjang dan tertutup. Dalam melakukan perilaku prososial tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu, melainkan tergantung pada budaya dimana orang tersebut tumbuh dan berada.

Perbedaan Budaya dalam Perilaku Prososial

Orang di berbagai budaya lebih suka menolong orang lain yang merupakan bagian dari in-group mereka, kelompok dimana identitas individu tersebut berada. Orang dimana pun kurang suka menolong seseorang yang dirasa sebagai bagian dari out-group, kelompok dimana identitas mereka tidak berada di dalamnya (Brewer dan Brown, 1998).

Faktor budaya sangat berperan dalam menentukan seberapa kuat garis antara in- group dan out-group.

  • In-group: kelompok dimana identitas individu tersebut berada.
  • Out-group: kelompok di mana identitas individu tidak termasuk di dalamnya

Bagaimanapun, karena batas antara ‘kita’ dan ‘mereka’ tidak terlalu terlihat di budaya yang saling bergantung (interdependen), orang-orang dalam kebudayaan ini tidak terlalu suka menolong anggota dari out-group bila dibandingkan dengan orang- orang yang berada dalam kebudayaan individualistik (L’Armand & Pepitone, 1975; Leung & Bond, 1984; Triadis, 1994).

Agar ditolong oleh orang lain, sangatlah penting bahwa mereka melihat kita sebagai anggota dari in-group mereka – sebagai ‘salah satu dari mereka’ – dan ini khususnya terjadi pada kebudayaan yang saling bergantung (Ting & Piliavin, 2000).

Efek Mood dalam Perilaku Prososial

Mood seseorang dapat mempengaruhi perilaku, dalam hal ini apakah mereka akan menawarkan bantuan atau tidak.

1. Efek dari Mood Positif: Feel Good, Do Good

Para peneliti menemukan bahwa efek “feel good, do good” berlaku pada situasi yang berbeda-beda, tidak terbatas pada kondisi adanya pemicu yang kita dapatkan seperti ketika kita menemukan sejumlah uang.

Orang-orang lebih suka untuk menolong orang lain ketika mereka sedang dalam mood yang baik untuk sejumlah alasan, misalnya sukses dalam ujian, menerima hadiah, memikirkan pemikiran-pemikiran yang bahagia, dan mendengarkan musik yang menyenangkan (North, Tarrant, & Hargreaves, 2004).

Ketika orang sedang dalam mood yang baik, mereka akan lebih bahagia dalam banyak hal, termasuk menyumbangkan uang, menolong seseorang menemukan barang yang hilang, membimbing teman, mendonorkan darah, dan menolong ternan dalam hal pekerjaan (Carlson, Charlin, & Miller, 1988; Isen, 1999; Salovey, Mayer, & Rosenhan, 1991).

MemiIiki mood yang baik dapat meningkatkan rasa ingin menolong karena :

  1. Mood yang paik membuat kita selalu melihat sisi kehidupan yang cerah. Kita selalu berusaha untuk melihat sisi positif dari orang lain. Ketika kita merasa senang, seseorang yang terlihat ceroboh dan mengganggu akan terlihat sebagai orang yang layak untuk ditolong.

  2. Menolong orang lain juga merupakan cara yang baik untuk mempertahankan mood baik kita.

  3. Mood yang baik meningkatkan perhatian pada diri sendiri. Pada gilirannya, mood yang baik memungkinkan kita berperilaku lebih sesuai dengan nilai-nilai dan ideal- ideal kita.

2. Negative-State Relief: Feel Bad, Do Good

Salah satu jenis mood yang buruk yang jelas dapat meningkatkan rasa ingin menolong adalah rasa bersalah (Baumeister, Stillwell, & Heartherton, 1994: Estrada- Hollenbeck & Heatherton, 1998). Ketika seseorang melakukan sesuatu yang membuat ia merasa bersalah, menolong orang lain dapat meringankan perasaan bersalahnya.

Kesedihan juga dapat meningkatkan rasa ingin menolong, paling tidak pada beberapa kondisi tertentu (Carlson & Miller, 1987; Salovery et aI, 1991). Ketika orang sedang sedih, mereka akan termotivasi untuk melakukan aktivitas yang membuat mereka merasa lebih baik (Wegener & Petty, 1994).

Pemikiran bahwa orang menolong orang lain untuk mengurangi kesedihan dan tekanan mereka sendiri disebut dengan hipotesis negative-state relief (Cialdini, Darby, & Vincent, 1973; Cialdini & Fultz, 1990; Cialdini et at 1987). Seseorang menolong orang lain dengan tujuan untuk menolong dirinya sendiri, untuk meringankan kesedihan dan tekanan yang mereka alami.

Hipotesis Negative-State Relief: Pemikiran bahwa orang menolong orang lain untuk mengurangi kesedihan dan stres mereka sendiri.

Sumber : M. M. Nilam. Widyarini., “PERILAKU PROSOSIAL”