Mengapa orang-orang masih mempercayai teori konspirasi?

teori konspirasi

Konspirasi menurut kamus Oxford adalah suatu rencana yang sifatnya rahasia yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu dengan tujuan ilegal atau untuk merugikan pihak-pihak tertentu.

Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa teori konspirasi merupakan sebuah propaganda yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu dengan tujuan merugikan pihak-pihak lain.

Mulai dari obrolan tentang illuminati, teori bumi datar, bahkan konspirasi mengenai vaksin COVID-19 yang seringkali dibagikan secara acak melalui grup-grup WhatsApp, sadar atau tidak, hidup kita ternyata lekat dengan teori konspirasi.

Hal-hal ini masih banyak dipercayai oleh masyarakat Indonesia meskipun belum terdapat landasan saintifik yang memadai.

Fenomena ini membuat saya bertanya-tanya, mengapa teori ini masih sangat digemari dan populer dikalangan masyarakat?

6 Likes

Kalo diliat-liat, teori-teori yang agak nyeleneh begini emang lebih menarik, sih. Jadi, nggak heran kalo orang-orang lebih tertarik bahas, misalnya, simbol mata satu yang ada di uang dolar daripada bahas soal kenapa nilai mata uang dolar lebih tinggi daripada rupiah?

Nah tuh, udah keliatan, kan, mana yang lebih menarik?

2 Likes

Menurut saya, teori konspirasi dapat beredar dengan luas dan diterima karena berbagai faktor. Beberapa diantaranya adalah:

  1. Topik yang diangkat sulit dicerna orang awam.
    Dalam salah satu contoh kasus yang disebutkan di atas, yaitu konspirasi vaksin COVID-19 dapat tersebar dengan luas dikarenakan permasalahan ini baru timbul di masyarakat dan masih belum banyak studi terkait vaksin tersebut karena masih dalam pengembangan. Meskipun tentunya pembuatan vaksin ditujukan untuk mengurangi laju penyebaran COVID-19, namun masyarakat cenderung menduga kemungkinan-kemungkinan yang lain karena ketidaktahuan mereka dari permasalahan yang ada. Sehingga ada satu pernyataan yang menurut masyarakat dapat diterima, maka pernyataan tersebut dapat diterima begitu saja meskipun kredibilitasnya masih dipertanyakan.

  2. Ketakutan masyarakat dan kebutuhan akan sosok yang disalahkan.
    Kebanyakan kasus-kasus konspirasi adalah fenomena yang menimbulkan dampak besar bagi masyarakat namun belum dapat terjawab sepenuhnya terkait penyebabnya. Hal ini menimbulkan ketakutan masyarakat karena ketidaktahuannya sehingga membutuhkan sosok untuk dikambinghitamkan sebagai penyebab untuk setidaknya menekan ketakutan mereka akan hal-hal yang masih belum pasti dengan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

    Misal, masyarakat kerap menyalahkan pemerintah sebagai dalang karena masyarakat membutuhkan jawaban dari masyarakat untuk menjawab ketakutan mereka namun pemerintah belum memberikan informasi yang memuaskan untuk mengurangi ketakutan mereka. Sama halnya dalam kasus COVID-19 yang banyak teori konspirasinya karena masyarakat belum puas dengan informasi yang selama ini mereka dapatkan.

Dan masih ada kemungkinan faktor lain yang mempengaruhi eksistensi teori konspirasi hingga saat ini. Semoga membantu.

3 Likes

Alasan mengapa teori konspirasi masih banyak dipercaya oleh masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu alasan epistemik, alasan eksistensial dan alasan sosial.

Alasan Epistemik


Pengetahuan epistemik adalah pemahaman tentang peran khusus dalam mengkonstruksi dan mendefinisikan hal-hal penting untuk proses membangun pengetahuan dalam sains (Duschl, 2007)

Alasan epistemik mengacu pada kondisi bahwa manusia memliki keinginantahuan yang tinggi ketika tidak adanya informasi yang cukup untuk mengurangi ketidakpastian dan ketidaksukaan manusia berada dalam kondisi kebingungan akibat banyaknya informasi yang saling bertentangan.

Teori konsipirasi minimal memberikan masukan informasi kepada masyarakat, walaupun sifatnya sangat spekulatif. Yang lebih menarik lagi, “penggagas” teori konspirasi mendesain teorinya sedemikian rupa agar teori yang mereka cetuskan dipercaya oleh masyarakat dengan cara “menuduh orang yang menyangkal teorinya sebagai bagian dari konspirasi” (Lewandowsky et al., 2015). Selain itu alasan yang paling mungkin orang percaya dengan teori konspirasi adalah karena mereka ingin melindungi keyakinannya, walaupun bukti yang diajukan adalah sebuah konspirasi (bukti yang lemah secara ilmiah) (Lewandowsky et al., 2013). Contohnya adalah vaksin adalah berbahaya atau perubahan iklim tidak berbahaya.

Selain itu, banyak alasan lainnya yang membuat orang-orang percaya pada teori konspirasi, antara lain :

  • Teori konspirasi lebih kuat di antara orang-orang yang terbiasa mencari makna dan pola di lingkungan, termasuk orang-orang yang percaya adanya fenomena paranormal (Bruder, et al., 2013)

  • Teori konspirasi muncul karena adanya peristiwa yang sangat besar atau signifikan dan membuat orang tidak puas dengan penjelasan duniawi (Leman & Cinnirella, 2013).

  • Teori konspirasi menguat ketika peristiwa atau fenomena yang muncul tidak tidak memiliki penjelasan resmi yang jelas (Marchlewska et al., 2017).

  • Orang semakin percaya teori konspirasi pada orang yang mengalami dsedang kesusahan sebagai akibat dari adanya ketidakpastian (van Prooijen & Jostmann, 2013).

  • Kepercayaan adanya konspirasi sangat berhubungan dengan tingkat pemikiran analitik (analytic thinking) yang lebih rendah (Swami et al., 2014)

  • Tingkat pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi kepercayaan seseorang terkait dengan teori konspirasi (Douglas et al, 2016).

  • Orang yang suka melebih-lebihkan terkait peristiwa atau fenomena yang terjadi juga mempengaruhi tingkat kepercayaan pada teori konspirasi (Brotherton & French, 2014)

Alasan Eksistensial


Menurut sudut pandang ini, ornag mempercayai teori konspirasi ketika kebutuhan dirinya merasa terancam. Misalnya, ketika informasi resmi yang ada mengancam kebutuhannya, maka mereka lebih memilih untuk mempercayai teori konspirasi. Teori konspirasi dijadikan alternatif pilihan bagi mereka (Goertzel, 1994). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa orang-orang percaya adanya teori konspirasi ketika mereka merasa cemas (Grzesiak-Feldman, 2013) dan merasa tidak berdaya (Abalakina-Paap et al, 1999). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kepercayaan pada teori konspirasi sangat terkait dengan kurangnya kontrol sosiopolitik atau kurangnya pemberdayaan psikologis (Bruder et al., 2013).

Alasan Sosial


Menurut sudut pandang ini, orang percaya dengan teori konspirasi apabila orang-orang tersebut menemukan citra positif dengan adanya teori konspirasi atau adanya ancaman pada kelompok mereka (Cichocka et al., 2016). Hasil penelitian menyebutkan bahwa kepercayaan mereka pada teori konspirasi (atau hal-hal tahayul) merupakan upaya mereka untuk memahami pengalaman mereka ketika menyepi (mengasingkan diri dari masyarakat) (Graeupner & Coman, 2017). Orang yang percaya teori konspirasi mempunyai karakteristik sosial sebagai berikut :

  • Orang yang memiliki status rendah di masyarakat (Crocker et al., 1999)
  • Orang yang memiliki pendapatan rendah (Uscinski & Parent, 2014).
  • Orang-orang yang tersisih (orang yang kalah) (Uscinski & Parent, 2014).

Teori konspirasi akan semakin menguat apabila teori tersebut merupakan prasangka terhadap kelompok yang kuat (Imhoff & Bruder, 2014) dan mereka yang dianggap sebagai musuh (Kofta & Sedek, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa teori konspirasi digunakan oleh mereka untuk merasa lebih kuat dibandingkan kelompok yang lebih kuat. dalam kasus ini, teori konspirasi dikaitkan dengan narsisme.

Selain itu, teori konspirasi akan tumbuh pada kelompok yang terkalahkan apabila teori konspirasi tersebut berhubungan dengan kelompok yang mengalahkannya (Bilewicz et al., 2013). Dalam kasus ini , teori konspirasi digunakan sebagai pertahanan diri.

Sumber : Karen M. Douglas, Robbie M. Sutton, and Aleksandra Cichocka, The Psychology of Conspiracy Theories, Current Directions in Psychological Science, 2017, Vol. 26(6) 538–542

Referensi :
  • Duschl, R. 2007, “Science education in three-part harmony : Balancing conceptual, epistemic and social learning goals”, Review of Research in Education, Vol. 32, pp. 268-291.
  • Lewandowsky, S., Cook, J., Oberauer, K., Brophy, S., Lloyd, E. A., & Marriott, M. (2015). Recurrent fury: Conspiratorial discourse in the blogosphere triggered by research on the role of conspiracist ideation in climate denial. Journal of Social and Political Psychology, 3, 142–178.
  • Lewandowsky, S., Oberauer, K., & Gignac, G. E. (2013). NASA faked the moon landing—Therefore, (climate) science is a hoax: An anatomy of the motivated rejection of science. Psychological Science, 24, 622–633.
  • Bruder, M., Haffke, P., Neave, N., Nouripanah, N., & Imhoff, R. (2013). Measuring individual differences in generic beliefs in conspiracy theories across cultures: Conspiracy Mentality Questionnaire. Frontiers in Psychology, 4, Article 225. doi:10.3389/fpsyg.2013.00225
  • Leman, P. J., & Cinnirella, M. (2013). Beliefs in conspiracy theories and the need for cognitive closure. Frontiers in Psychology, 4, Article 378. doi:10.3389/fpsyg.2013.00378
  • Marchlewska, M., Cichocka, A., & Kossowska, M. (2017). Addicted to answers: Need for cognitive closure and the endorsement of conspiracy beliefs. European Journal of Social Psychology. Advance online publication. doi:10.1002/ejsp.2308
  • van Prooijen, J.-W., & Jostmann, N. B. (2013). Belief in conspiracy theories: The influence of uncertainty and perceived morality. European Journal of Social Psychology, 43, 109–115.
  • Swami, V., Voracek, M., Stieger, S., Tran, U. S., & Furnham, A. (2014). Analytic thinking reduces belief in conspiracy theories. Cognition, 133, 572–585.
  • Douglas, K. M., Sutton, R. M., Callan, M. J., Dawtry, R. J., & Harvey, A. J. (2016). Someone is pulling the strings: Hypersensitive agency detection and belief in conspiracy theories. Thinking & Reasoning, 22, 57–77.
  • Brotherton, R., & French, C. C. (2014). Belief in conspiracy theories and susceptibility to the conjunction fallacy. Applied Cognitive Psychology, 28, 238–248.
  • Goertzel, T. (1994). Belief in conspiracy theories. Political Psychology, 15, 731–742.
  • Grzesiak-Feldman, M. (2013). The effect of high-anxiety situations on conspiracy thinking. Current Psychology, 32, 100–118.
  • Abalakina-Paap, M., Stephan, W. G., Craig, T., & Gregory, L. (1999). Beliefs in conspiracies. Political Psychology, 20, 637–647.
  • Bruder, M., Haffke, P., Neave, N., Nouripanah, N., & Imhoff, R. (2013). Measuring individual differences in generic beliefs in conspiracy theories across cultures: Conspiracy Mentality Questionnaire. Frontiers in Psychology, 4, Article 225. doi:10.3389/fpsyg.2013.00225
  • Cichocka, A., Marchlewska, M., Golec de Zavala, A., & Olechowski, M. (2016). “They will not control us”: In-group positivity and belief in intergroup conspiracies. British Journal of Psychology, 107, 556–576.
  • Graeupner, D., & Coman, A. (2017). The dark side of meaning-making: How social exclusion leads to superstitious thinking. Journal of Experimental Social Psychology, 69, 218–222.
  • Crocker, J., Luhtanen, R., Broadnax, S., & Blaine, B. E. (1999). Belief in U.S. government conspiracies against Blacks among Black and White college students: Powerlessness or system blame? Personality and Social Psychology Bulletin, 25, 941–953.
  • Uscinski, J. E., & Parent, J. M. (2014). American conspiracy theories. New York, NY: Oxford University Press.
  • Imhoff, R., & Bruder, M. (2014). Speaking (un-)truth to power: Conspiracy mentality as a generalised political attitude. European Journal of Personality, 28, 25–43.
  • Kofta, M., & Sedek, G. (2005). Conspiracy stereotypes of Jews during systemic transformation in Poland. International Journal of Sociology, 35, 40–64.
  • Bilewicz, M., Winiewski, M., Kofta, M., & WĂłjcik, A. (2013). Harmful ideas: The structure and consequences of antiSemitic beliefs in Poland. Political Psychology, 34, 821–839.
3 Likes

Menurut saya, disaat terdapat suatu pembahasan yang menarik dan hangat diperbicarakan seseorang cenderung untuk mencari tahu informasi mengenai pembahasan tersebut diberbagai macam sumber. Namun kebanyakan seseorang hanya membaca sekilas tanpa menggali lebih kebenarannya.

3 Likes

Kalau menurut pendapatku, adanya teori ini sangat menantang orang untuk berpikir di luar dasar pemikiran yang sudah lumrah dan dengan adanya hal tersebut, maka orang akan berlomba-lomba untuk mencari kebenarannya. Hal inilah yang membuat teori konspirasi terlihat “sangat digemari”. Seperti layaknya manusia yang mudah penasaran dengan hal-hal misterius.

2 Likes

Betul sekali HAHAAAAA, saya juga salah satu orang yang cukup antusias jika membahas terkait terori konspirasi. Karena menarik dan tidak membosankan, dan membuat otak semakin berfikir-fikir yaaa meskipun itu kebenarannya tidak bisa dipastikan tapi seru aja.

Teori konspirasi terakhir yang saya dengan adalah terkait adanya terowongan rahasia dibawah bundaran HI. Banyak sekali macam-macam penjelasan teori konspirasinya, namun jika di cocoklogikan memang beberapa teori konspirasi terkadang ada hubungannya.

Salah satu Youtuber yang sering sekali membahas teori konspirasi adalah “Nessie Judge”, saya senang sekali menonton video-video yang diunggah di Youtubnya. Banyak sekali teori konspirasi yang dibahas mulai dari artis hollywod, orang-orang penting di dunia dll. Selain ia menampilkan video tentang konspirasi, cara penyampiaannyapun cukup menarik, sehingga membuat yang menonton penasaran.