Alasan mengapa teori konspirasi masih banyak dipercaya oleh masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu alasan epistemik, alasan eksistensial dan alasan sosial.
Alasan Epistemik
Pengetahuan epistemik adalah pemahaman tentang peran khusus dalam mengkonstruksi dan mendefinisikan hal-hal penting untuk proses membangun pengetahuan dalam sains (Duschl, 2007)
Alasan epistemik mengacu pada kondisi bahwa manusia memliki keinginantahuan yang tinggi ketika tidak adanya informasi yang cukup untuk mengurangi ketidakpastian dan ketidaksukaan manusia berada dalam kondisi kebingungan akibat banyaknya informasi yang saling bertentangan.
Teori konsipirasi minimal memberikan masukan informasi kepada masyarakat, walaupun sifatnya sangat spekulatif. Yang lebih menarik lagi, “penggagas” teori konspirasi mendesain teorinya sedemikian rupa agar teori yang mereka cetuskan dipercaya oleh masyarakat dengan cara “menuduh orang yang menyangkal teorinya sebagai bagian dari konspirasi” (Lewandowsky et al., 2015). Selain itu alasan yang paling mungkin orang percaya dengan teori konspirasi adalah karena mereka ingin melindungi keyakinannya, walaupun bukti yang diajukan adalah sebuah konspirasi (bukti yang lemah secara ilmiah) (Lewandowsky et al., 2013). Contohnya adalah vaksin adalah berbahaya atau perubahan iklim tidak berbahaya.
Selain itu, banyak alasan lainnya yang membuat orang-orang percaya pada teori konspirasi, antara lain :
-
Teori konspirasi lebih kuat di antara orang-orang yang terbiasa mencari makna dan pola di lingkungan, termasuk orang-orang yang percaya adanya fenomena paranormal (Bruder, et al., 2013)
-
Teori konspirasi muncul karena adanya peristiwa yang sangat besar atau signifikan dan membuat orang tidak puas dengan penjelasan duniawi (Leman & Cinnirella, 2013).
-
Teori konspirasi menguat ketika peristiwa atau fenomena yang muncul tidak tidak memiliki penjelasan resmi yang jelas (Marchlewska et al., 2017).
-
Orang semakin percaya teori konspirasi pada orang yang mengalami dsedang kesusahan sebagai akibat dari adanya ketidakpastian (van Prooijen & Jostmann, 2013).
-
Kepercayaan adanya konspirasi sangat berhubungan dengan tingkat pemikiran analitik (analytic thinking) yang lebih rendah (Swami et al., 2014)
-
Tingkat pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi kepercayaan seseorang terkait dengan teori konspirasi (Douglas et al, 2016).
-
Orang yang suka melebih-lebihkan terkait peristiwa atau fenomena yang terjadi juga mempengaruhi tingkat kepercayaan pada teori konspirasi (Brotherton & French, 2014)
Alasan Eksistensial
Menurut sudut pandang ini, ornag mempercayai teori konspirasi ketika kebutuhan dirinya merasa terancam. Misalnya, ketika informasi resmi yang ada mengancam kebutuhannya, maka mereka lebih memilih untuk mempercayai teori konspirasi. Teori konspirasi dijadikan alternatif pilihan bagi mereka (Goertzel, 1994). Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa orang-orang percaya adanya teori konspirasi ketika mereka merasa cemas (Grzesiak-Feldman, 2013) dan merasa tidak berdaya (Abalakina-Paap et al, 1999). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kepercayaan pada teori konspirasi sangat terkait dengan kurangnya kontrol sosiopolitik atau kurangnya pemberdayaan psikologis (Bruder et al., 2013).
Alasan Sosial
Menurut sudut pandang ini, orang percaya dengan teori konspirasi apabila orang-orang tersebut menemukan citra positif dengan adanya teori konspirasi atau adanya ancaman pada kelompok mereka (Cichocka et al., 2016). Hasil penelitian menyebutkan bahwa kepercayaan mereka pada teori konspirasi (atau hal-hal tahayul) merupakan upaya mereka untuk memahami pengalaman mereka ketika menyepi (mengasingkan diri dari masyarakat) (Graeupner & Coman, 2017). Orang yang percaya teori konspirasi mempunyai karakteristik sosial sebagai berikut :
- Orang yang memiliki status rendah di masyarakat (Crocker et al., 1999)
- Orang yang memiliki pendapatan rendah (Uscinski & Parent, 2014).
- Orang-orang yang tersisih (orang yang kalah) (Uscinski & Parent, 2014).
Teori konspirasi akan semakin menguat apabila teori tersebut merupakan prasangka terhadap kelompok yang kuat (Imhoff & Bruder, 2014) dan mereka yang dianggap sebagai musuh (Kofta & Sedek, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa teori konspirasi digunakan oleh mereka untuk merasa lebih kuat dibandingkan kelompok yang lebih kuat. dalam kasus ini, teori konspirasi dikaitkan dengan narsisme.
Selain itu, teori konspirasi akan tumbuh pada kelompok yang terkalahkan apabila teori konspirasi tersebut berhubungan dengan kelompok yang mengalahkannya (Bilewicz et al., 2013). Dalam kasus ini , teori konspirasi digunakan sebagai pertahanan diri.
Sumber : Karen M. Douglas, Robbie M. Sutton, and Aleksandra Cichocka, The Psychology of Conspiracy Theories, Current Directions in Psychological Science, 2017, Vol. 26(6) 538–542
Referensi :
- Duschl, R. 2007, “Science education in three-part harmony : Balancing conceptual, epistemic and social learning goals”, Review of Research in Education, Vol. 32, pp. 268-291.
- Lewandowsky, S., Cook, J., Oberauer, K., Brophy, S., Lloyd, E. A., & Marriott, M. (2015). Recurrent fury: Conspiratorial discourse in the blogosphere triggered by research on the role of conspiracist ideation in climate denial. Journal of Social and Political Psychology, 3, 142–178.
- Lewandowsky, S., Oberauer, K., & Gignac, G. E. (2013). NASA faked the moon landing—Therefore, (climate) science is a hoax: An anatomy of the motivated rejection of science. Psychological Science, 24, 622–633.
- Bruder, M., Haffke, P., Neave, N., Nouripanah, N., & Imhoff, R. (2013). Measuring individual differences in generic beliefs in conspiracy theories across cultures: Conspiracy Mentality Questionnaire. Frontiers in Psychology, 4, Article 225. doi:10.3389/fpsyg.2013.00225
- Leman, P. J., & Cinnirella, M. (2013). Beliefs in conspiracy theories and the need for cognitive closure. Frontiers in Psychology, 4, Article 378. doi:10.3389/fpsyg.2013.00378
- Marchlewska, M., Cichocka, A., & Kossowska, M. (2017). Addicted to answers: Need for cognitive closure and the endorsement of conspiracy beliefs. European Journal of Social Psychology. Advance online publication. doi:10.1002/ejsp.2308
- van Prooijen, J.-W., & Jostmann, N. B. (2013). Belief in conspiracy theories: The influence of uncertainty and perceived morality. European Journal of Social Psychology, 43, 109–115.
- Swami, V., Voracek, M., Stieger, S., Tran, U. S., & Furnham, A. (2014). Analytic thinking reduces belief in conspiracy theories. Cognition, 133, 572–585.
- Douglas, K. M., Sutton, R. M., Callan, M. J., Dawtry, R. J., & Harvey, A. J. (2016). Someone is pulling the strings: Hypersensitive agency detection and belief in conspiracy theories. Thinking & Reasoning, 22, 57–77.
- Brotherton, R., & French, C. C. (2014). Belief in conspiracy theories and susceptibility to the conjunction fallacy. Applied Cognitive Psychology, 28, 238–248.
- Goertzel, T. (1994). Belief in conspiracy theories. Political Psychology, 15, 731–742.
- Grzesiak-Feldman, M. (2013). The effect of high-anxiety situations on conspiracy thinking. Current Psychology, 32, 100–118.
- Abalakina-Paap, M., Stephan, W. G., Craig, T., & Gregory, L. (1999). Beliefs in conspiracies. Political Psychology, 20, 637–647.
- Bruder, M., Haffke, P., Neave, N., Nouripanah, N., & Imhoff, R. (2013). Measuring individual differences in generic beliefs in conspiracy theories across cultures: Conspiracy Mentality Questionnaire. Frontiers in Psychology, 4, Article 225. doi:10.3389/fpsyg.2013.00225
- Cichocka, A., Marchlewska, M., Golec de Zavala, A., & Olechowski, M. (2016). “They will not control us”: In-group positivity and belief in intergroup conspiracies. British Journal of Psychology, 107, 556–576.
- Graeupner, D., & Coman, A. (2017). The dark side of meaning-making: How social exclusion leads to superstitious thinking. Journal of Experimental Social Psychology, 69, 218–222.
- Crocker, J., Luhtanen, R., Broadnax, S., & Blaine, B. E. (1999). Belief in U.S. government conspiracies against Blacks among Black and White college students: Powerlessness or system blame? Personality and Social Psychology Bulletin, 25, 941–953.
- Uscinski, J. E., & Parent, J. M. (2014). American conspiracy theories. New York, NY: Oxford University Press.
- Imhoff, R., & Bruder, M. (2014). Speaking (un-)truth to power: Conspiracy mentality as a generalised political attitude. European Journal of Personality, 28, 25–43.
- Kofta, M., & Sedek, G. (2005). Conspiracy stereotypes of Jews during systemic transformation in Poland. International Journal of Sociology, 35, 40–64.
- Bilewicz, M., Winiewski, M., Kofta, M., & Wójcik, A. (2013). Harmful ideas: The structure and consequences of antiSemitic beliefs in Poland. Political Psychology, 34, 821–839.