Mengapa orang depresi cenderung dikaitkan dengan kurang ibadah?

Tingginya angka depresi membuat orang-orang awam bertanya-tanya apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang dapat terkena penyakit mental, khususnya depresi. Menurut pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI ada sekitar 6,2 persen orang pada kelompok umur 16-24 tahun yang terkena depresi. Apa sebenarnya penyebabnya? apakah kurang ibadah merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka depresi pada golongan di atas?

Menurut saya, yang paling utama dalam permasalahan ini karena stigma yang telah melekat di masyarakat. Negara kita merupakan negara yang agamis, sehingga banyak yang meyakini bahwa segala hal buruk yang menimpa seseorang merupakan teguran dari Tuhan.

Kemudian, aktivitas spiritual yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dapat meningkatkan keyakinan bahwa Tuhanlah yang memberikan segala kebahagiaan dan kesulitan. Aktivitas spiritual juga merupakan salah satu coping stress dari berbagai tekanan yang muncul.

Namun, tentu saja penyebab depresi bukan hanya berdasarkan satu penyebab. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan depresi. Perkembangan fisik manusia pun yang bersifat alamiah dapat terbentuk dari berbagai macam faktor, apalagi depresi yang merupakan hal yang tidak dapat diukur secara konkret

Orang yang mengalami depresi dapat disebabkan oleh genetik atau bawaan, psikososial, serta lemahnya spiritualitas. Walau begitu, bukan berarti kurang ibadah atau jauh dari Tuhan bisa menjadi satu-satunya penyebab depresi. Semua faktor yang ada sesungguhnya saling terkait satu sama lain.

Menurut saya, seseorang yang depresi dikaitkan dengan kurangnya ibadah. Karena depresi sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak bisa mengutarakan permasalahan didalam hidupnya sehingga orang tersebut memendam masalah tersebut dan menjadikan permasalahan itu selalu diingat-ingat tanpa adanya penyelesaian dari permasalahan tadi. Sehingga menjadikan seseorang tersebut menjadi depresi. Depresi dikaitkan dengan kurang ibadah adalah stigma orang-orang ketika orang depresi dianggap melupakan sang penciptanya. Dalam hal ini, saya sangat kurang setuju. Sebab siapapun dapat mengalaminya bukan berarti mereka yang mengalami depresi melupakan sang pencipta. Hanya saja mereka yang depresi sudah berusaha mengingat akan sang pencipta namun sulit untuk mensyukuri dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapinya, sehingga orang depresi selalu mencari kesenangan yang diinginkan hati dan pikiran nya sendiri.

Singkatnya karena masyarakat masih minim literasi mengenai ilmu kejiwaan. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang agamis. Dari melek pagi sampai tidur malam, kehidupan seorang Indonesia hampir pasti selalu melibatkan agama. Banyak dari kita yang percaya bahwa ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan adalah obat paling manjur untuk mencegah depresi. Seperti dikatakan oleh kak @Siskawee kurang ibadah bukanlah satu-satunya penyebab depresi.

Memang, ibadah dapat berkontribusi dalam mencegah depresi. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang religius cenderung lebih tidak depresi dibanding yang tidak religius. Namun, jangan serta merta mengkaitkan kurang ibadah= depresi. Karena bukan ibadahnya sendirilah yang mengurangi depresi, namun karena ketenangan batin yang didapat ketika beribadah yang mencegah depresi.

Jika kurang ibadah pasti menyebabkan depresi, coba lihat orang-orang di daerah konflik timur tengah seperti Afganistan. Orang Afganistan saya yakin pasti rajin beribadah, namun mereka depresi. Namun negara-negara Skandinavia yang banyak populasi ireligiusnya, saya yakin pasti lebih damai dibanding Afganistan.

Depresi ini biasanya terjadi karena adanya tekanan sosial yang didapat oleh orang tersebut yang mana karena adanya tekanan sosial ini membuat batin mereka terluka dan kesakitan. Sebenarnya tidak ada kaitannya antara depresi dengan kurang ibadah. Dan Saya sendiripun sangat setuju dengan statement yang diberikan oleh kak @tiarapuspitap. Dan adanya stigma dari masyarakat akan depresi ini cukup meresahkan. Sebaiknya jika ada keluarga atau teman yang merasakan depresi, sebagai orang terdekat kita bisa menganjurkan mereka untuk berkunjung ke orang yang lebih berpengalaman dan mulai melakukan konsultasi.

“La tahzan, innallaha ma’ana”
Mungkin, beberapa diantara kita mengaitkan hal ini secara keagamaan.

gatau bener atau salah, tapi ayat itu tujuannya support psikis kita dari keadaan kita yang banyak tidak sesuai keinginan kita sendiri.

Dari aku sendiri, Depresi terjadi karena banyaknya toxic productivity/toxic people dan untuk support psikis aku selain solving, juga lebih mendekatkan diri ke Allah.
dan aku sering banget mendengar bahwa mengejar dunia harus seimbang dengan bekal akhirat, bahkan menjadi mindset.

So mindset depresi akibat kurang ibadah mungkin aja ada, seperti orang yang lebih lebih strict dari aku hehe.

Sangat setuju dengan pendapat teman-teman di atas jika kebanyakan orang Indonesia terlalu agamis sehingga dapat dengan mudah mengaitkan depresi dengan kurang ibadah. Padahal, penyakit kejiwaan seperti ini tidak bisa serta merta dikaitkan dengan agama. Mungkin saja mereka yang mengalami masalah-masalah dengan kejiwaan atau mental memiliki sebuah trauma, kejadian yang membuatnya shock dan lain sebagainya. Lalu apa kaitannya dengan agama? Jelas tidak ada. Menurut saya pribadi, agama adalah sebuah hubungan personal antara diri sendiri dengan Tuhan. Jadi, kurangnya literasi dan faktor masyarakat yang agamis yang menyebabkan stigma seperti ini berkembang luas di masyarakat.