Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam?

Islamphobia

Banyak kelompok sosial yang benci atau takut kepada komunitas Islam, sehingga muncullah istilah Islamphobia. Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam?

Jawaban sederhana yang dapat menjelaskan mengapa orang membenci fihak lain adalah perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang . Prasangka sosial akan muncul ketika seseorang berperilaku dan bersikap negatif terhadap seseorang karena keanggotaannya pada kelompok. Beberapa istilah yang terkait dengan prasangka adalah diskriminasi, etnosentrisme, in-group favouritism, in-group bias, out-group derogration, social distance dan stereotip.

Hal ini dapat dikaji dari beberapa pendekatan yaitu pendekatan individual, kognitif, antar kelompok, dan sosio-kultural.

Pendekatan Individual

Prasangka dan kebencian kepada kelompok lain dapat ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak. Nesdale (dalam Augoustinos dan Reynolds, 2001) menjelaskan ada empat hal yang dapat mempengaruhi perkembangan prasangka terhadap etnis di masa kanak-kanak yaitu: kondisi emosi yang tidak adekuat (emotional maladjustment), refleksi sosial, perkembangan kognisi sosial dan identitas sosial.

  • Emotional maladjustment . Ciri kepribadian yang mempengaruhi individu yang cenderung mudah berprasangka adalah ciri kepribadian otoriter (Adorno et al, 1982). Pendekatan ini juga menjelaskan bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam kondisi disiplin yang menekan akan menghasilkan anak-anak yang frustasi, marah dan memusuhi orangtuanya. Hal ini selanjutnya akan dilampiaskan kepada orang lain yang memiliki kekuasaan lebih lemah. Pendekatan ini cenderung mengabaikan kemampuan seorang anak untuk belajar dari lingkungan lain selain orangtua.

  • Refleksi Sosial. Seorang anak, secara sederhana, belajar prasangka melalui orangtuanya. Sikap anak merupakan reflleksi sikap dan nilai-nilai komunitas orangtua. Pendekatan belajar sosial (Bandura, 1977; Kinder dan Sears, 1981) menjelaskan bahwa anak belajar sikap dari mengamati dan meniru perilaku verbal dan non verbal orangtuanya. Proses belajar ini terjadi karena mendapat reward atau pengukuh dari orangtua, atau karena anak ingin menyenangkan orangtua.

  • Perkembangan Kognisi sosial. Menurut teori perkembangan kognisi sosial (Aboud,1988) prasangka terhadap kelompok lain dimulai pada usia 5 tahun dan me- muncak pada usia 7 tahun, ketika anak mulai memahami perbedaan. Prasangka terjadi karena proses persepsi yang berkaitan dengan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak diketahui. Tajfel (dalam dalam Augoustinos dan Reynolds, 2001) menjelaskan bahwa perbedaan fisik yang teramati juga dapat memunculkan prasangka, baik pada anak maupun dewasa, namun prasangka yang lebih kuat seperti antar suku bangsa, agama dan kelompok homoseksual tetap dapat terjadi walaupun tidak ada perbedaan fisik.

  • Identitas Sosial. Teori identitas sosial dikemukakan oleh Tajfel dan Turner (dalam dalam Augoustinos dan Reynolds, 2001) menjelaskan bahwa prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok etnis lain berawal dari keinginan individu-individu untuk mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok sosial yang lebih unggul dari kelompok lain, dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri mereka.

Dari beberapa pendekatan individual tentang proses terjadinya prasangka dapat disimpulkan bahwa prasangka dapat terjadi pada individu dengan ciri kepribadian otoriter, mendapatkan proses pembelajaran untuk membenci atau berprasangka kepada kelompok lain, dan mendapatkan pengukuhan pada usia prasekolah. Prasangka juga muncul pada individu yang sebenarnya rendah diri (inferior), ingin meningkatkan harga diri dengan masuk ke suatu kelompok untuk dapat merendahkan kelompok lain.

Pendekatan Kognitif

Pendekatan kognitif lebih menekankan pada pembahasan tentang stereotip. Manusia mengkategorisasikan dan membuat stereotip untuk mengurangi banyaknya informasi yang harus dicerna. Istilah stereotip pertama kali dimunculkan oleh Lippmaan (1922) yang menjelaskan tentang keyakinan ( belief ) yang ditularkan tentang suatu karakteristik seperti kepribadian, perilaku yang diharapkan, maupun nilai-nilai yang dimiliki individu.

Prasangka lebih sering terjadi karena kekeliruan atau ketertutupan dalam pemrosesan suatu informasi yang bermula dari stereotip negatif. Ashmore dan Delbolca (1981) menjelaskan bahwa pendekatan kognisi sosial sangat menekankan bagaimana suatu informasi sosial diterima, diproses dan dikenali dalam ingatan daripada keterkaitan khusus hubungan antar kelompok.

Pendekatan Antar Kelompok

Penjelasan fenomena prasangka dari teori identitas sosial dan kategori sosial lebih menekankan pada psikologi kelompok. Pendekatan ini mempelajari konteks sosial ketika masing-masing kelompok berinteraksi. Hal tersebut semakin membantu memahami prasangka sebagai bagian proses berkelompok, dengan adanya fenomena in-group dan out-group.

Teori identitas sosial menguraikan analisis antara lain tentang favoritisme kelompok, sebuah pandangan bahwa “kami lebih baik daripada mereka;” dan teori kategorisasi sosial menguraikan hubungan antara individu dan kelompok, alasan mengapa individu bergabung dengan kelompok, serta situasi yang menjelaskan kapan individu akan berperan sebagai individu atau sebagai anggota sebuah kelompok.

Teori ini dapat menjelaskan adanya gejala antagonisme sosial, yaitu cara anggota kelompok mempersepsi struktur sosial hubungan antar kelompok, berdasarkan pemahaman subjektif antar kelompok dalam masyarakat (Turner,1999). Pendekatan antar kelompok juga menjelaskan bahwa individu cenderung menekankan adanya persamaan dalam kelompok, dan perbedaan antar kelompok.

Pendekatan Sosio-kultural

Pendekatan sosio-kultural menekankan konteks budaya dimana individu dan kelompok berkembang. Prasangka dijelaskan sebagai internalisasi terhadap norma- norma dan nilai kelompok, serta perilaku konformitas terhadap norma itu sebagai suatu perluasan yang fundamental dari nilai prasangka dalam masyarakat yang diyakini (Ashmore dan Delbolca, 1981).

Prasangka antar kelompok juga dapat timbul karena ada tujuan dan minat tertentu antar kelompok pada kurun waktu yang bersejarah. Kategori-kategori dalam masyarakat juga dapat dikonstruksi melalui bahasa yang digunakan. Bahasa dapat menentukan tindakan orang yang mempersepsi seperti kecenderungan menyalahkan (blaming ), menuduh, maupun membenarkan (justifikasi).

Beberapa pendekatan di atas menunjukkan bahwa Islamophobia sangat dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki individu, mau pun yang tersedia di lingkungan di mana individu berada. Informasi ini selanjutnya tidak dapat dipisahkan dari pan- dangan-pandangan yang ada dalam masyarakat sendiri tentang Islam dan komunitas Islam.