Mengapa masyarakat Indonesia tidak suka saling membantu antar sesama?

Budaya saling tolong menolong sudah mulai terkikis pada masyarakat Indonesia saat ini. Saat ini, terutama di kota-kota besar, individu-individu yang ada pada masyarakat tersebut cenderung mengedepankan ego-nya dibandingkan altuirisme-nya.

Mengapa masyarakat Indonesia tidak suka saling membantu antar sesama ?

Salah satu faktor utama dari kegagalan budaya saling tolong menolong adalah buruknya Disposisi kepribadian individu-individu yang ada pada masyarakat sosial tersebut.

Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.
Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)

Disposisi kepribadian adalah karakteristik kecenderungan perilaku individu dimana berdasarkan perbedaan dalam komposisi genetik, pengalaman, atau kombinasi dari keduanya.

Salah satu aspek dari perilaku menolong adalah rasa percaya kepada orang lain (interpersonal trust ). Individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap orang lain cenderung kurang dalam berperilaku menolong (Baron & Byrne, 2005:115).

Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku menolong seorang individu antara lain :

Empati

Seseorang yang memiliki empati dapat merasakan dan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Empati terdiri dari respon afektif dan respon kognitif terhadap emosional yang sedang dirasakan oleh orang lain dan berkaitan dengan simpati, sebuah keinginan untuk memecahkan masalah orang lain, dan memahami perspektif (perspective taking) orang lain.

Komponen afektif dari empati juga melibatkan simpati, yaitu tidak hanya merasakan penderitaan orang lain, tetapi juga perhatian dan melakukan sesuatu untuk mengurangi penderitaan tersebut. Komponen kognitif dari empati tersebut berkaitan dengan kemampuan untuk memahami atau mempertimbangkan sudut pandang orang lain, dikenal dengan istilah perspective taking.

Para psikolog sosial mengidentifikasi tiga tipe dari perspective taking, yaitu :

  1. Mampu membayangkan bagaimana oranglain mempersepsikan sebuah kejadian dan bagaimana akhirnya perasaan mereka.
  2. Mampu membayangkan bagaimana seandainya kita berada dalam situasi tersebut.
  3. Mengidentifikasi terhadap karakter-karakter fiktif, yaitu perasaan simpati kepada seseorang dalam sebuah cerita.

Dalam hal ini, adanya sebuah reaksi emosional terhadap kegembiraan (joys), dukacita (sorrows), dan ketakutan (fears) dari sebuah karakter dalam sebuah buku, bioskop atau program televisi.

Belief in A Just World

Orang yang menolong menganggap dunia itu sebagai tempat yang adil dan dapat diprediksikan, dimana perilaku yang baik mendapat ganjaran baik dan perilaku yang buruk mendapat hukuman. Keyakinan ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa menolong orang yang membutuhkan tidak hanya sekedar suatu perbuatan yang baik untuk dilakukan, akan tetapi orang yang menolong juga akan mendapat keuntungan dari perbuatannya.

Social Responsibility

Tanggung jawab sosial berada pada mereka yang menawarkan bantuan. Mereka menampilkan keyakinan bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik saat menolong orang yang membutuhkannya.

Internal Locus of Control

Hal ini adalah keyakinan individu bahwa ia dapat memilih untuk melakukan sesuatu yang dapat memaksimalkan hasil yang baik dan meminimalkan hasil yang buruk.

Low Egocentrism

Individu yang gagal untuk menolong relatif egosentris, cenderung self absorbed dan kompetitif. Menurut Batson dan Oleson, seseorang yang egois mungkin juga memberikan pertolongan tetapi hanya untuk mengurangi personal distress yang dirasakannya atau dimotivasi oleh adanya self-benefit.

Kegagagalan dalam membentuk individu yang mempunyai Disposisi kepribadian yang baiklah yang menjadi akar masalah dari kegagalan dalam membentuk masyarakat sosial yang suka menolong antar sesama.