Mengapa bisa terjadi aliran dalam feminisme politik?

Gerakan perempuan tidak pernah mengalami keseragaman di muka bumi ini. Antara satu negara dan satu budaya dengan negara dan budaya lain memiliki pola yang kadang berbeda, bahkan ambivalen

Feminisme sebagai sebuah isme dalam perjuangan pergerakan perempuan juga mengalami interprestasi dan penekanan yang berbeda di beberapa tempat.

Ide atau gagasan para feminis yang berbeda di tiap negara ini misalnya tampak pada para feminis Italia yang justru memutuskan diri untuk menjadi oposan dari pendefinisian dari kata feminisme yang berkembang di barat pada umumnya. Mereka tidak terlalu setuju dengan konsep yang mengatakan bahwa dengan membuka askses seluas-luasnya bagi perempuan di ranah publik, akan berdampak pada timbulnya kesetaraan. Para feminis Itali lebih banyak mengupayakan pelayanan-pelayanan sosial dan hak-hak perempuan sebagai ibu, istri dan pekerja.Mereka memiliki UDI (Union Donne Italiano) yang setara dan sebesar NOW (National Organisation for Women) di Amerika Serikat. Pola penekanan perjuangan feminis Itali ini meningkatkan kita pada gaya perjuangan perempuan di banom-banom NU di Indonesia.

Masalah feminisme sedikit berbeda di Perancis. Umumnya feminis menolak di juluki sebagai feminis. Para perempuan yang tergabung dalam movement de liberation des femmes ini lebih berbasis kepada psikoanalisis dan kritik sosial. Di Inggris pun seperti tokoh-tokoh Juliat Mitcell dan Ann Qakley termasuk menentang klaim-klaim biologis yang dilontarkan para feminis radikal dan liberal yang menjadi tren di tahun 60-an. Bagi mereka, yang bias menjadi pemersatu kaum perempuan adalah kontruksi sosial bukan semata kodrat biologinya.

Di dunia Arab, istilah feminisme dan feminis tertolak lebih karena faktor image barat yang melekat pada istilah tersebut. Pejuang feminis di sanamenyiasati masalah ini dengan menggunakan istilah yang lebih Arab atau Islam seperti Nisa`i dan Nisaism.

Meskipun di kemudian hari definisi feminisme banyak mengalami pergerseran.Namun, rata-rata feminis tetap melihat bahwa setiap konsep, entah itu dari kubu liberal, radikal maupun, sosialis tetap beraliansi secara subordinat terhadap ideologi politik tertentu. Dan konflik yang terjadi di antara feminis itu sendiri disebabkan diksi politik konvensional melawan yang moderat.Misalnya konsep otonomi dari kubu feminis liberal menekankan pada pentingnya memperjuangkan kesetaraan hak-hak perempuan dalam kerangka bermasyarakat dan berpolitik yang plural.Inilah mengapa feminis selalu bercampur dengan tradisi politik yang dominan di suatu masa.

Dari semua aliran yang telah disebutkan, masih berpotensi untuk berkembang menjadi beberapa sempalan aliran lain, misalnya feminism aliran muslim (Mustaqim, 2008:161). Seperti yang telah diungkapkan di atas, wacana feminism dan gerakan perempuan akan terus berkembang seiring dengan ragam perkembangan kelas masyarakat yang memperjuangkannya, kecenderungan kondisi sosial politik, serta kepentingan yang membingkai perjuangan tersebut. Berikut ini merupakan ketiga kategori kecenderungan besar yang dapat disebutkan dan cukup dikenal dan berpengaruh dalam kajian feminisme,yakni :feminisme ortodok, posfeminisme poskolonial, dan feminisme muslim.