Media Sosial : Sarana provokasi atau informasi ?

media sosial

Dengan berkembangnya kecanggihan teknologi saat ini, kehadiran media sosial sangatlah penting bagi seluruh aspek kehidupan tak terkecuali dalam aspek politik. Kemudian, yang kita ketahui saat ini banyak penggunaan media sosial yang tidak bijak menggunakan medsos

Lalu bagaimana pandangan anda dalam menyikapi trend media sosial dalam perspektif politik?

1 Like
  • image

Dalam KBBI arti dari pada media ialah /me·dia/ /média/ n 1 alat; 2 alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. Dan sosial sendiri ialah /so·si·al/ a 1 berkenaan dengan masyarakat.

Sehingga media sosial ialah sebuah alat komunikasi untuk menyebarkan dan mendaatkan informasi terkait segala yang berhubungan dengan masyarakat, baik dalam asek ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, dll.

Dalam perkembangannya media sosial elektronik kini sudah menjadi sumber informasi yang paling cepat menyebarkan informasi kepada masyarakat dan dengan cepat pula diterima oleh masyarakat. Karena dengan penggunaan alat elektronik seperti komputer, laptop, tablate, dan HP akan lebih efektif digunakan oleh masyarakat yang dengan notabenenya berada ada zaman milineal.

Namun pada kenyataannya tidak semua informasi yang ada di sajikan oleh media membawa unsur berita yanga baik, maksutnya adalah tidak semua informasi yang disediakan oleh media itu unsurnya benar. Tak jarang pula informasi-informasi yang disebarkan pada media sosial mengundang kontroversi yang besar karena ketidak akuratan berita yang disajikan.
Munculnya berita-berita dan informasi yang tidak jelas sumbernya, maka muncul sebuah istilah HOAKS.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat

Kemudian beredarnya berita hoaks dimasyarakat membuat keresahan tersendiri dimasyarakat. Karena bila informasi tidak bisa disaring secara baik oleh masyarkat maka akan membuat pembodohan pendidikan. Kerukunan antar warga juga akan terancam dengan beredarnya beria-berita Hoaks. Kemudian bila ingin ditindak lanjuti, kasus penyebaran berita hoaks ini dapat dikatakan sebagai kasus yang serius sehingga membutuhkan bantuan dari pihak pemerintah untuk bersama-sama menumpas para pelaku penyebar berita hoaks tersebut.

Jakarta - Komisioner Kompolnas Bekto Suprapto menyebut penangkapan polisi terhadap grup Saracen menjadi jawaban atas beredarnya berita hoax (palsu) terkait dengan ujaran kebencian dan SARA selama ini. Dia berharap polisi dapat segera mengusut tuntas aktor di balik grup Saracen.

“Ini merupakan salah satu jawaban banyak beredarnya berita hoax maupun ujaran kebencian terkait SARA. Apresiasi kepada Polri yang mampu mengungkap salah satu sindikat pelaku, semoga dapat diungkap secara lengkap siapa saja aktor intelektualnya, termasuk orang atau kelompok orang pengguna jasa berita hoax dan ujaran kebencian tersebut,” ujar Bekto kepada detikcom, Kamis (24/8/2017). https://news.detik.com/berita/d-3613788/grup-saracen-ditangkap-kompolnas-ini-jawaban-atas-berita-hoax

Meskipun telah tertangkanya sebuah kelompok penyebar berita Hoaks tersebut, kita harus tetap waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kedeannya. Karena bisa jadi mereka memiliki banyak jaringan yang akan terus bekerja untuk memecah belah masyarakat Indonesia.

Kemudian mengenai media sosial yang saya soroti selanjutnya ialah, adanya beberapa media sosial yang tidak lagi objektif dalam memberitakan sebuah informasi. Studi kasus yang saya ambil ialah pemilu/pilres pada tahun 2014. Yang mana terdapat 2 kandidat calon,pemilihan umum ini diikuti oleh dua pasang calon Presiden dan Wakil Presiden yaitu Prabowo Subianto, mantan Panglima Kostrad yang berpasangan dengan Hatta Rajasa, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2009-2014, serta Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009.

Menjelang pemilihan umum, independensi dan nertalitas jurnalisme dan media di Indonesia semakin banyak diertanyakan orang karena keterlibatan pemilik media dalam aktivitas atau partai politik tertentu. Abu Rizal Bakrie, misalnya, pemilik Anteve dan TV One adalah Ketua Umum Golkar. Metro TV yang dimiliki Surya paloh adalah pendiri partai Nasdem. Hary Tanoesoedibjo yang menguasai MNCTV, RCTI, dan Global TV.

Sehingga, dalam analisis freaming pemberitahuan kamanye pasangan prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kala dalam pemilu presiden terlihat keberpihakan media yang lebih menonjolkan pasangan calon nomer urut 2, dengan segala pemberitaan yang ada dimedia massa. Sehingga dapat meningkatkan ektabilitas calon dimata publik.

Media sosial adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Media sosial dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian besar yaitu Social Networks, Discuss, Share, Publish, dan lainnya. Media sosial meghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk berkomunikasi satu sama lain dimanapun mereka bereda dan kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan ttidak peduli siang atau pun malam.

Masyarakat Indonesia kini pasti tidak asing dengan media sosial. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2012, kurang lebih 63 juta masyarakat Indonesia terhubung dengan internet dan sebanyak 95 persen aktivitas yang mereka lakukan adalah membuka media sosial. Banyaknya penggunaan media sosial oleh masyarakat Indonesia tentunya memberikan peluang bagi keterbukaan informasi, baik ekonomi, bisnis, dan lain-lainnya. Begitu juga bidang politik. Oleh para aktor politik, media sosial digunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan dukungan atau berkampanye sebagaimana yang terjadi pada kasus pemilu presiden pada tahun 2014 yang sebagian besar kampanye sangat masif dilakukan melalui internet dan media sosial. Media politik digunakan sebagai penyampaian informasi mengenai partai, kandidat, strategi politik, dan lainnya.

Namun sayangnya informasi yang beredar di media sosial tidak bisa sepenuhnya dipercaya. Adanya berita bohong atau bahasa kerennya “hoaks” sering digunakan oleh suatu kalangan untuk menjatuhkan citra kalangan lain. Tren hoaks sendiri kini muncul lebih deras pada saat mendekati hari-hari pemilu untuk menjatuhkan calon. Bahkan yang lebih berbahaya, masyarakat Indonesia lebih mudah menerima hoaks ketimbang informasi yang benar-benar nyata atau akurat. Penggunaan hoaks oleh media sosial membentuk penggiringan opini publik yang bisa berdampak kepada perpecahan. Media sosial seakan menjadi media yang memprovokasi masyarakat ketimbang sebagai media yang menyampaikan informasi. tentu ini sangat berbahaya.

Karena itu sebagai masyarakat yang melek media sosial, sudah sepatutnya mengklarifikasi sebuah informasi yang ada di media sosial. Kita tidak bisa sepenuhnya tidak percaya kepada sebuah informasi di media sosial, karenanya diperlukan sebuah klasrifikasi agar
informasi yang kita terima tidak menjadi suatu hal yang memprovokasi diri kita
sendiri.

Sumber:

https://www.kompasiana.com/samuelhenry/dampak-media-sosial-dalam-politik_56f8def1c8afbd98082b4fbf

https://pakarkomunikasi.com/perkembangan-media-sosial-di-indonesia

https://www.unpas.ac.id/apa-itu-sosial-media/

Media Sosial?

Menurut P.N. Howard dan M.R Parks (2012) – Media sosial memiliki definisi sebagai media yang terdiri atas tiga bagian, yaitu : Insfrastruktur informasi dan alat yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan isi media, Isi media dapat berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan, dan produk-produk budaya yang berbentuk digital, Kemudian yang memproduksi dan mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital adalah individu, organisasi, dan industri.

Menurut saya, media sosial memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya dalam bidang politik. Media sosial menjadi sarana informasi politik, dimana kita dapat mengetahui perkembangan perpolitikan di Negara dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan kondisi perpolitikan yang baik. Dan media sosial menjadi suatu sarana kekuatan sosial yang tak boleh diabaikan. Dengan akun-akun pribadi atau anonim, banyak pengguna media sosial kini ikut menyampaikan dan mengkritisi berbagai fenomena sosial, mengomentari pejabat-pejabat yang kurang mereka suka disukai, ikut serta mengontrol kebijakan-kebijakan publik dan menggalang publik untuk membela kepentingan individu atau kelompok tertentu. Hal inilah yang menjadi kekuatan dari media massa, dimana media sosial menjadi

Media sosial seperti menembus batas-batas interaksi antarmanusia dan memungkinkan tiap-tiap individu memiliki kebebasan dalam berpendapat di ruang publik. Namun, kebebasan berpendapat dalam ranah publik ini seringkali disalahgunakan. Media sosial memiliki dampak positif jika digunakan sesuai kegunaannya, seperti mengkritisi kebijakan pemerintah, menggerakan massa dan lain sebagainya. Namun, tak dapat dipungkiri dari segi negatif, didalam media sosial sendiri ada beberapa oknum yang melakukan penyelewengan dengan menyebarkan dan memposting berita-berita atau infomasi yang provokatif.

Di satu sisi, media sosial saat ini dapat diibaratkan seperti arena tanding, dan banyaknya hal-hal yang dapat memprovokasi penggunanya. Dimana media sosial digunakan sebagai tempat untuk hate speech, saling hujat, dan lain sebagainya. Perpolitikan pun diramaikan dengan aksi saling hujat, saling bela pilihan politik dan merendahkan pilihan lain yang awalnya di dunia nyata, kini bergeser ke dunia maya. Tidak heran kemudian intensitas berita-berita provokatif di media sosial begitu viral di media sosial. Para aktor dan korban penyebar tidak lagi tuggal, melainkan lebih kompleks.

Khusus nya di Indonesia akhir-akhir ini, penggunaan media sosial yang tidak bijak menjadi masalah utama yang sudah sangat mengkhawatirkan di Indonesia karena isu-isu politik mengenai Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) paling sering diangkat menjadi materi untuk konten-konten provokatif. Isu-isu mengenai SARA ini kemudian menjadikan bangsa Indonesia mengalami konflik horizontal. Kesatuan bangsa Indonesia menjadi terancam, dan memecah belah masyarakat Indonesia. Tiap-tiap golongan berusaha mengedepankan agama yang dianut dan menggerus secara perlahan nilai-nilai toleransi.

Berdasarkan data yang diperoleh “Isu sensitif soal sosial, politik, lalu suku, agama, ras, dan antar golongan, dimanfaatkan para penyebar hoax untuk memengaruhi opini publik, menurut riset yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) serta sebnyak 91,8 persen responden mengaku paling sering menerima konten hoax tentang sosial politik, seperti pemilihan kepala daerah dan pemerintahan. Tidak beda jauh dengan sosial politik, isu SARA berada di posisi kedua dengan angka 88,6 persen. Bentuk konten hoax yang paling banyak diterima responden adalah teks sebanyak 62,1 persen, sementara sisanya dalam bentuk gambar sebanyak 37,5 persen, dan video 0,4 persen.”

Hal tersebut menunjukkan dengan jelas bahwasannya kegiatan-kegiatan politik banyak dimotori oleh informasi-infomasi di media sosial. Dan besar kemungkinan bahwa media sosial dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politik. Berita provokatif yang disebarkan tersebut kebanyakan muncul sebagai justifikasi terhadap kepentingan politis. Akan tetapi, sebagai masyarakat yang cerdas seharusnya mampu memfilter semua berita yang diperoleh, agar tidak termakan hal-hal dan kejadian yang tidak teruji keabsahannya.

Akibat banyaknya unsur provokatif di media sosial, stabilitas perpolitikan di Indonesia tidak dalam keadaan yang baik. Kepentingan yang kemudian memunculkannya pembunuhan karakter semakin marak dilakukan oleh pesaing politik terhadap lawan politiknya. Dan ditambah dengan peran-peran pengguna media sosial yang cenderung tidak bijak dalam menggunakan media sosial sehingga menjadi seperti perang dunia maya atau “cyber war”. Disini lah perlunya peran pemerintah dalam menangkal semua berita-berita dengan tendensi yang dapat memecah belah Bangsa Indonesia.

Menurut saya media sosial itu mampu menggiring opini publik sehingga informasi apapun harus dapat difilter oleh kita sendiri. Media sosial sejatinya dijadikan sebagai bentuk komunikasi politik, terutama media informasi antara elite politik dengan masyarakat sebagai pemilihnya. Tetapi dengan munculnya wacana-wacana provokatif menimbulkan tedensi politik yang akhirnya menjadi pertarungan sengit para petahanan demi mencapai kepentingan-kepentingan golongan. Sehingga atmosfer komunikasi politik tersebut tidak berjalan dengan baik. Terlebih kegiatan menyebarkan informasi yang provokatif menunjukkan komunikasi perpolitikan di Indonesia yang tidak ideal.

Daftar pustaka :

http://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/

media sosial bagai pisau bermata dua, akan jadi positif jika digunakan untuk menyebarkan informasi benar dan mengkritisi permasalahan dengan bijak. Namun akan jadi negatif jika digunakan untuk menyebarkan berita bohong/hoax yang berpotensi memprovokasi orang yang membacanya. Untuk itu agar kita terhindar dari berita bohong/hoax di media sosial Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:

  1. Hati-hati dengan judul provokatif
    apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
  2. Cermati alamat situs
    Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
  3. Periksa fakta
    Perhatikan sumbernya apakah berasal dari institusi resmi atau tidak

Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Perlu diingat , fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

  1. Cek keaslian foto
    Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

  2. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
    Terdapat beberapa grup yang dapat membantu kita untuk memastikan kebeneran suatu berita diantarnya adalah rum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

source