Mari membahas puisi!

Seperti yang kita tahu bahwa puisi merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan sesuatu yang kita rasa ataupun untuk merealisasikan sebuah peristiwa tertentu. Dalam mengartikan sebuah puisi, terkadang kita tidak dapat langsung mengartikannya begitu saja. Dalam kata lain, kita perlu mencari beberapa sumber seperti, background penulis, atau waktu puisi tersebut ditulis.

Dalam topik berikut ini, saya mengajak semua orang untuk berdiskusi dan membahas puisi-puisi yang anda sukai. :slight_smile:

26 Likes

Merry-Go-Round by Langston Hughes

Where is the Jim Crow section

On this merry-go-round,

Mister, cause I want to ride?

Down South where I come from

White and colored

Can’t sit side by side.

Down South on the train

There’s a Jim Crow car.

On the bus we’re put in the back—

But there ain’t no back

To a merry-go-round!

Where’s the horse

For a kid that’s black?

–

Menurut saya, penulis puisi tersebut mencoba untuk menggambarkan kondisi di Amerika pada saat itu. Puisi ini tidak memiliki waktu yang spesifik tentang kapan puisi ini ditulis. Namun jika kita ambil kesimpulan dari sumber lain, Langston Hughes lahir di Amerika pada tahun 1902 dan meninggal pada tahun 1967.

Opini saya, puisi ini ditulis sekitar pada tahun 1960an dimana rasisme mulai marak terjadi di Amerika, mungkin beberapa tahun sebelum Langston meninggal dunia.

Puisi ini menceritakan tentang rasisme terhadap seorang anak kecil berkulit hitam berkebangsaan Amerika yang ingin naik komedi putar.

Di bait pertama, “Where is the Jim Crow section,” menjelaskan tentang hukum Jim Crow dimana orang berkulit hitam diberikan fasilitas “sendiri” dan fasilitas-fasilitas tersebut dinilai kurang layak.

Hal tersebut diperjelas pada bait ke 4, 5, dan 6.
Pada bait ke 4, “down south where I come from,” menjelaskan bahwa orang kulit hitam atau yang disebut dengan African-American pertama kali datang atau berimigrasi ke Amerika Selatan.

Pada bait ke 5, dan 6, “white and colored, can’t sit side by side,” menjelaskan bahwa karena adanya hukum jim crow, membuat para warga berkulit hitam mendapatkan fasilitas yang “dibedakan” dari orang kulit putih. Seperti halnya, orang kulit hitam tidak boleh menempuh pendidikan dalam satu sekolah bersama dengan orang kulit putih.

Pada bait ke 9, 10, dan 11, “On the bus we’re put in the back—But there ain’t no back , To a merry-go-round!” Menjelaskan bahwa anak kecil tersebut mempertanyakan orang Amerika bahwa dalam segala hal, orang berkulit hitam selalu ditempatkan pada urutan yang belakang setelah orang kulit putih yang didahulukan terlebih dahulu. Namun, tidak ada bagian belakang pada komedi putar. Lalu dimana ia harus duduk dan bermain?

Pada bait 12 dan 13, “Where’s the horse, For a kid that’s black?” Menjelaskan bahwa anak tersebut mempertanyakan dimanakah keadilan untuk warga berkulit hitam yang hidup di Amerika.

Itu adalah ringkasan dari opini saya berdasarkan analisis yang saya lakukan dari beberapa faktor, jika kalian memiliki opini lain mari kita berdiskusi.

Sumber:

4 Likes

The Paradoxical Commandments by Kent M. Keith

People are illogical, unreasonable, and self-centered.
Love them anyway.
If you do good, people will accuse you of selfish ulterior motives.
Do good anyway.
If you are successful, you will win false friends and true enemies.
Succeed anyway.
The good you do today will be forgotten tomorrow.
Do good anyway.
Honesty and frankness make you vulnerable.
Be honest and frank anyway.
The biggest men and women with the biggest ideas can be shot down by the smallest men and women with the smallest minds.
Think big anyway.
People favor underdogs but follow only top dogs.
Fight for a few underdogs anyway.
What you spend years building may be destroyed overnight.
Build anyway.
People really need help but may attack you if you do help them.
Help people anyway.
Give the world the best you have and you’ll get kicked in the teeth.
Give the world the best you have anyway.

Kent M. Keith adalah seorang penulis dari Amerika dan President of Pacific Rim Christian University in Honoulu.

Puisi itu ditulis ketika beliau masih kuliah di universitas Harvard.

Banyak hal yang membuat puisi tersebut bermakna, karena memang sering terjadi sebuah paradoks dalam kehidupan.

Poin utamanya adalah tentang keikhlasan dalam berbuat, yang menjadi fokus adalah berbuat baik dalam kondisi apapun

Dr Keith saat ini telah membuat buku yang terinspirasi dari puisi yg dibuatnya ketika kuliah dulu, dengan judul, Anyway: The Paradoxical Commandments: Finding Personal Meaning in a Crazy World.

5 Likes

Saya menyukai puisi jenis puisi lama. Puisi lama yang saya sukai yaitu pantun. Menurut saya pantun itu unik,namun seru juga.
Ada seseorang yang memberi saya sebuah pantun nasehat yang selalu saya ingat ketika saya berada di daerah orang, berikut adalah pantun nya :

hati-hati saat menyeberang
jika ingin menyebrang bertengoklah
hati-hati di rantau orang
jangan sampai berbuat salah

Pantun tidak hanya berisi nasihat saja, namun pantun bisa jadi pantun penghibur seperti pantun jenaka. Lalu ada juga pantun peribahasa, pantun yang satu ini mungkin familiar, tapi menurut saya pantun ini mempunyai arti yang mendalam bagi saya,bahwa memang betul kita harus bersusah payah dulu untuk menggapai apa yang kita inginkan,karena di dunia ini tidak ada yang instan.

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian

Bagi saya, membuat pantun itu lebih mudah. Entah mengapa saya lebih mudah menemukan ide untuk membuat pantun daripada membuat puisi modern. Meskipun,pantun itu terikat pada aturan dan aturan tersebut lumayan banyak,antara lain : Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a) (sumber: Pantun - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

6 Likes

I Wandered Lonely as a Cloud by William Wordsworth

Puisi favorit saya adalah I Wandered Lonely as a Cloud atau biasa disebut juga sebagai “Daffodil” karena menceritakan tentang keindahan dan romantisme lewat bunga Daffodil (bunga bakung)

I wandered lonely as a cloud
That floats on high o’er vales and hills,
When all at once I saw a crowd,
A host, of golden daffodils;
Beside the lake, beneath the trees
Fluttering and dancing in the breeze.

Continuous as the stars that shine
And twinkle on the milky way,
They stretched in never-ending line
Along the margin of a bay:
Ten thousand saw I at a glance,
Tossing their heads in sprightly dance.

The waves beside them danced; but they
Out-did the sparkling waves in glee:
A poet could not but be gay,
In such a jocund company:
I gazed—and gazed—but little thought
What wealth the show to me had brought:

For oft, when on my couch I lie
In vacant or in pensive mood,
They flash upon that inward eye
Which is the bliss of solitude;
And then my heart with pleasure fills
And dances with the daffodils.

Dalam Sastra Inggris, William Wordsworth adalah salah satu pionir dalam pengembangan genre dan gerakan Romaniticism atau puisi Romantis. Sebuah gerakan yang mengedepankan imajinasi dan emosi jauh lebih kuat ketimbang akal dan pemikiran sistematis.

Jika puisi klasuk dimasa Yunani dan Romawi lebih objektif, formal dan membatasi rasa emosional, Romantisme melawan itu semua dengan penulisan yang bergaya subjektif, perasaan yang meluap dan ekspresi yang lebih bebas.

Alasan saya menyukai puisi ini adalah bagaimana ekspresi ketenangan dan relaksasi Wordsworth dalam melihat kumpulan bunga yang sederhana tertuang dalam puisi indah yang membuat pembacanya turut larut dalam kesunyian tersebut. Bahkan hal yang kecil seperti bunga bakung ini turut menjadi alasan untuk kita bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.
Bersyukur atas hal hal kecil yang dititipkan oleh-Nya kepada kita.

Dimulai dari stanza satu:
I wandered lonely as a cloud
That floats on high o’er vales and hills,
When all at once I saw a crowd,
A host, of golden daffodils;
Beside the lake, beneath the trees,
Fluttering and dancing in the breeze
Disini, penulis terlihat sedang berjalan sendirian dan tetiba ia menemukan sekumpulan bunga bakung di tepi danau dibawah pohon yang tertiup angin sehingga terlihat seperti menari-nari.

Stanza dua:
Continuous as the stars that shine
And twinkle on the milky way,
They stretched in never-ending line
Along the margin of a bay:
Ten thousand saw I at a glance,
Tossing their heads in sprightly dance
Bunga bakung tersebut tertarik oleh angin yang menuju ke arah tepi danau. Kumpulan bunga bakung tersebut ada banyak sehingga mengingatkan sang penulis akan galaksi bima sakti. Penulis bahkan menggunakan personifikasi dan menghidupkan bunga bakung tersebut seakan mereka manusia yang menari nari.

Stanza tiga:
The waves beside them danced; but they
Out-did the sparkling waves in glee:—
A poet could not but be gay
In such a jocund company:
I gazed—and gazed—but little thought
What wealth the show to me had brought
Ditengah menikmati bunga bakung yang menari nari bahkan sampai mengalahkan tarian ombak kecil di tepi danau, penulis sempat mengucapkan syukur atas pemandangan indah yang dilihatnya dan sekedar mengambil waktu untuk mengapresiasi ciptaan Tuhan yang Maha indah tersebut.

Stanza empat:
For oft when on my couch I lie
In vacant or in pensive mood,
They flash upon that inward eye
Which is the bliss of solitude,
And then my heart with pleasure fills,
And dances with the daffodils
Hingga akhirpun, penulis tetap menuliskan bagaimana bahagianya ia dalam mengapresiasi keindahan yang telah dilihatnya meski itu hal yang kecil dan sederhana.

Itulah analisis yang kurang lebih saya dan sumber yang saya temukan dapat dari puisi karya William Wordsworth ini.
Semoga makna tersirat puisi ini juga dapat sampai pada kalian :smile:

4 Likes

Saya akan sedikit membahas puisi yang pernah saya teliti sebelumnya. Puisi in berjudul Sleeping In The Forest

I thought the earth remembered me,

She took me back so tenderly

Arranging her skirts

Her pockets full of lichens and seeds.

I slept as never before

A stone on the riverbed,

Nothing between me and the white fire of the stars,

But my thoughts.

And they floated light as moths

Among the branches of the perfect trees.

All night I heard the small kingdoms

Breathing around me.

The insects and the birds

Who do their work in darkness.

All night I rose and fell,

As if water, grappling with luminous doom.

By morning I had vanished at least a dozen times

Into something better.

- Mary Oliver

Mary Oliver adalah seorang penulis puisi yang mengkaitkan hubungan antara manusia dan alam. Hubungan tersebut terlihat jelas dalam setiap puisi yang ia buat. Salah satunya adalah Sleeping In The Forest. Oliver juga pernah memenangkan Pulitzer Prizes karena tema puisinya.

Masuk kepada isi puisinya, berikut pengartian yang saya lakukan terhadap puisi tersebut.

Dalam puisi tersebut, tema yang dapat saya tarik adalah tentang alam dan juga manusia. Untuk tema khususnya saya mengartikannya sebagi sebuah “mimpi”, mengapa? Karena pada puisi tersebut terlihat jelas bahwa penulis menggunakan verb 2, dan dalam penulisannya, penulis menjelaskan kembali kejadian yang ia alami saat sendang bermimpi hingga ia terbangun.

Puisi imaginasi yang dibangun oleh penulisnya dan dibentuk dalam sebuah mimpi ini, memiliki pesan untuk manusia, bahwa kita perlu menghargai bumi.

Puisi ini membawa makna akan indahnya dunia ini (bumi). Tertulis bahwa alam (nature) membawa sebuah keseimbngan yaitu “light and dark” atau “pagi dan malam”, “baik dan buruk”.

Bumi seperti yang kita tahu berperan sebagai sosok wanita, yaitu menjadi sesosok ibu. Ibu yang bertugas menjaga keseimbangan, ketika datang malam maka bumi akan menjadikannya pagi lagi. Ketika ada kerusakan yang diperbuat oleh manusia, maka bumi tetap menyediakan sumber daya tersebut dilain tempat.

Bumi disini memiliki peran yang sangat penting bagi manusia.

Dalam hal ini seharusnya manusia bisa lebih mengerti akan dunia ini. Bahwa dunia ini sangatlah indah, saat manusia merusak bumi tetap memberikan sesuatu. Disini poin penting adalah kita harus bisa mengapresiasi bumi, kita harus bisa mensyukuri apa yang telah diperbuat oleh bumi. Dan yang terpenting, kita perlu menghargai bumi tempat kita tinggal.

Seperti itu analisis singkat saya.
Jika ada ide lain, Mari kita diskusikan, mari membahas puisi!
:blush:

6 Likes

The Portrait by Stanley Kunitz

My mother never forgave my father

For killing himself,

Especially at such an awkward time

And in a public park,

That spring

When I was waiting to be born.

She locked his name

In her deepest cabinet

And would not let him out,

Though I could hear him thumping.

When I came down from the attic

With the pastel portrait in my hand

Of a long-lipped stranger

With a brave moustache

And deep brown level eyes,

She ripped it into shreds

Without a single word

And slapped me hard.

In my sixty-fourth year

I can feel my cheek

Still burning

–

Saya pernah melakukan analisa terhadap puisi ini untuk melengkapi tugas kuliah saya dan berikut ini adalah analisa singkat

Dalam puisi ini, Stanley bercerita tentang ayahnya yang melakukan aksi bunuh diri. Menurut analisa saya, puisi Stanley Kunitz ini memiliki tiga bagian yang memiliki fokus terpisah namun masih berkaitan.

  • Bagian pertama (Ayah) dari puisi tersebut adalah pada bait ke-1 hingga ke-6 yang menjelaskan tentang ayah dari Stanley.
  • Bagian kedua (Ibu) berada pada bait ke-7 hingga ke-17, menjelaskan tentang ibu dari Stanley.
  • Bagian ketiga (Stanley) adalah pada bait ke-18 hingga bait ke-20 menjelaskan tentang Stanley.

–

Pada bagian Ayah, Stanley berkata, “My mother never forgave my father for killing himself.”

Pada bait tersebut Stanley menjelaskan tentang ayahnya yang meninggal karena bunuh diri. Ayah Stanley memiliki nama Solomon Z. Kunitz yang meninggal tanpa alasan yang jelas. Namun, diduga bahwa Solomon meninggal karena mengetahui bahwa perusahaan tempat ia bekerja jatuh bangkrut.

Pada bait selanjutnya, Stanley berkata, “Especially at such an awkward time and in a public park, that spring when I was waiting to be born” Stanley berkata bahwa ayahnya meninggalkan keluarganya pada waktu yang “canggung”. Ayah Stanley meninggal enam minggu sebelum Stanley lahir. Dengan keadaan hamil, ibu Stanley harus menghidupi keluarganya yang semakin mengalami krisis ekonomi sejak ditinggal oleh suaminya.

Pada bagian Ibu, Stanley berkata, “She locked his name in her deepest cabinet and would not let him out, though I could hear him thumping.”

Pada bagian tersebut, Stanley mencoba menjelaskan bagaimana ibunya benar-benar merasa kehilangan dan juga kecewa. Dalam bait tersebut, saya memiliki pendapat bahwa ibu Stanley mencoba untuk menghilangkan semua hal yang berhubungan dengan suaminya. Bahkan, menurut fakta yang pernah Stanley katakan adalah, ibunya tidak pernah sekalipun memberi tahu bagaimana sosok ayahnya karena semua hal mulai dari foto, baju, ataupun perlengkapan milik ayah Stanley, disembunyikan oleh ibu Stanley.

Pada bait selanjutnya, “When I came down from the attic with the pastel portrait in my hand of a long-lipped stranger with a brave moustache and deep brown level eyes.” Stanley menjelaskan bahwa ketika ia turun dari loteng rumahnya, ia menemukan sebuah foto pastel pria asing yang tidak pernah ia lihat atau temui sebelumnya. Ia tidak sadar bahwa foto tersebut adalah foto ayahnya.

Contoh foto pastel:

Sumber: bloodyman88.deviantart

Dalam bagian ini, terdapat majas ironi dimana pria yang digambarkan sebagai sosok pria yang gagah harus menghakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

“She ripped it into shreds without a single word and slapped me hard.” Dari penjelasan awal tentang bagaimana ibu Stanley sangat merasa kehilangan serta kecewa terhadap suami adalah merupakan bukti bahwa Ibu Stanley sangat mencintai suaminya. Maka dari itu ketika ia tahu bahwa Stanley menemukan foto ayahnya, hal tersebut seakan membuat ibunya membuka luka lama yang mungkin pernah ia pendam selama ini. Ia merobek foto tersebut meski ia tahu bahwa itu adalah foto suami yang ia cintai. Seperti yang kita tahu bahwa ibu merupakan sosok yang lemah lembut dan sangat sabar juga penyayang kepada anak-anaknya, namun, karena mungkin ibu Stanley terbawa oleh emosi, ia menampar Stanley tanpa memberikan alasan, mungkin karena ibunya teringat lalu merasa sedih.

_

Pada bagian Stanley, “In my sixty-fourth year, I can feel my cheek still burning.” Pada bagian terakhir ini, Stanley menjelaskan bahwa meski ia sudah berusia 64 tahun, ia masih merasakan kesedihan dan rasa kehilangan yang dirasakan oleh ibunya melalui tamparan di pipinya ketika ia menemukan foto ayahnya.

–

Penjelasan diatas merupakan hasil analisa saya. Jika ada pendapat, kritik maupun saran tentang puisi ini, mari kita diskusikan bersama :slight_smile: :grin:

Sumber:

2 Likes

Saya gak begitu banyak baca puisi sih yaa, kecuali waktu di bangku sekolah. Penyair yang paling aku suka Chairil Anwar dan Sapardi Doko Damono.
Puisi yang paling aku suka adalah ;
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”

buat saya sendiri puisi ini sangat menyentuh, tentang cinta yang tulus, tentang cinta diam-diam.

Pusi ke-2 yang saya suka adalah J.W Von Goethe
Nearness of the Beloved One

I think of you,
when I see the sun’s shimmer,
gleaming from the sea.
I think of you,
when the moon’s glimmer
is reflected in the springs.

I see you,
when on the distant road
the dust rises.
In deep night
when on the narrow bridge,
the traveler trembles.

I hear you,
when with a dull roar
the wave surges.
In the quiet grove I often go to listen
when all is silent.

I am with you,
however far away you may be,
you are next to me!
The sun is setting,
soon the stars will shine upon me.

If only you were here!

Johann Wolfgang von Goethe
Nähe des Geliebten (German title)
From the original German translation
by Hyde Flippo

Aku tahu puisi ini dari seorang teman cowok yang saya sukai diam-diam
dan meskipun saya berada ribuan kilometer jauhnya dari dia. ketika saya merindukannya saya membaca puisi ini dalam hati. Hopefully it touched your heart too :slight_smile:

6 Likes

Wah aku baru tau puisi ini, dalam banget artinya, ya walaupun ak bukan penggemar puisi sih, tapi puisi dari Johann Wolfgang von Goethe ini sekali baca aja sudah bikin tersentuh membacanya.

Karena saya bukan pecinta puisi, mungkin saya tidak bisa berkomentar banyak,tetapi semoga ini bisa menambah ilmu saya jika ingin mencari referensi puisi yang bagus bisa dari sini. :wink: Thanks mbak @nurlela_lumbantoruan :smile:

2 Likes

Puisi itu indah, namun logika tidak cukup untuk memahami seutuhnya
Deretan tulisan membentuk prosa itu membutuhkan hati untuk mencari tahu isinya
Kita terbiasa menggunakan bahasa yang kita gunakan hingga lupa akan nurani
nurani dan logika sebuah kesatuan demi memahami makna dalam pusini ini

2 Likes