Lulusan SMK cenderung kalah bersaing di dunia kerja, benarkah?

Pada Februari 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data mengenai tingkat pengangguran terbuka berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Menurut data tersebut, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling banyak mengalami pengangguran mencapai 11,45%. Tamatan SD mengalami pengangguran mencapai 3,13%, sementara tamatan SMP mengalami tingkat pengangguran mencapai 5,87%. Tamatan SMA mengalami tingkat pengangguran mencapai 8,55%. Tamatan Diploma mencapai 6,61% dan tamatan Universitas sebanyak 6,97%. Secara umum, tingkat pengangguran mengalami kenaikan dibanding Februari 2020 lalu.

Banyak pula pendapat yang mengatakan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan secara umum belum terserap secara maksimal di dunia kerja. Tidak sedikit lulusan SMK yang kalah bersaing dengan lulusan perguruan tinggi, bahkan SMA, dengan bidang yang sama. Padahal Presiden Joko Widodo punya mimpi, agar sekolah kejuruan ini menjadi sarana untuk mendidik anak-anak muda untuk punya keterampilan, motivasi, dan disiplin, sehingga siap masuk ke dunia kerja. Mereka akan jadi pendukung pembangunan industri Indonesia.

Dikutip dari Abdurakhman di Detik, konsultan pendidikan dari Australia menyodorkan fakta bahwa sebenarnya isi kurikulum SMK nyaris tidak berbeda dengan kurikulum SMA, selisihnya hanya 20%. Siswa SMK masih harus belajar pelajaran SMA umum. Pada prinsipnya perusahaan tidak berharap banyak pada kemampuan teknis calon karyawan setingkat lulusan SMA/SMK, yang penting mereka punya kemampuan logika dasar serta disiplin dan motivasi yang baik. Lulusan SMK pun seringkali kemampuan teknisnya tidak lebih menonjol. Jadi tak ada alasan khusus bagi perusahaan untuk merekrut lulusan SMK.

Dihadapkan pada fakta rendahnya penyerapan kerja lulusan SMA ini, haruskah para lulusan SMK melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi agar lebih memiliki daya saing di dunia kerja?

Referensi

Abdurakhman, H. (2020). SMK, Antara Mimpi dan Kenyataan. DetikNews. Diambil dari SMK, Antara Mimpi dan Kenyataan

Christy, F. E. (2021). Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan. Tempo. Diambil dari
Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan - Data Tempo.co

Putri, A. W. (2017). Salah Kaprah Lulusan SMK. Tirto. Diambil dari Salah Kaprah Lulusan SMK

1 Like

Menurut saya, hal tersebut bisa saja terjadi karena saat ini banyak orang yang kuliah sambil mengikuti berbagai aktivitas lain seperti bekerja, sehingga individu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dari SMK dan telah mempunyai pengalaman kerja akan lebih dilihat oleh perusahaan. Namun hal tersebut juga bergantung dari kebutuhan dan kriteria yang diinginkan oleh perusahaan tersebut. Ada beberapa perusahaan yang tidak memandang tingkat pendidikan. Hal yang menurut saya penting adalah lebih mempersiapkan SDM dari lulusan SMK karena seperti yang kita ketahui bahwa tujuan adanya SMK agar individu lebih siap memasuki dunia kerja tanpa harus melanjutkan ke perguruan tinggi.

Lulusan SMK dapat bekerja sebagai buruh pabrik atau dikenalnya dengan operator produksi. Ketentuan omnibus law saat ini adalah menambah jumlah tahun kerja pada anak kontrak dengan notabene lulusan SMK adalah maksimal 5tahun.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. " jangka waktu maksimal bagi perusahaan untuk menyelenggarakan kontrak Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maksimal selama lima tahun."

Sangat disayangkan jika memiliki pemikiran, bahwa mendapat pekerjaan dengan peluang terbanyak setelah lulus dari perguruan tinggi. Karena belum tentu setelah lulus S1 mendapat pekerjaan sebanding dengan pendidikannya.

Tidak semua dari kita mendapatkan fasilitas menempuh pendidikan S1 dengan biaya pendidikan dari orang tuanya, dan tidak semua mendapatkan kesempatan terbuka untuk masuk PTN.

Perlu disadari, SMK berkesempatan mendapatkan pekerjaan yang memang sebanding dengan tingkat kelulusannya. Tidak jarang dari anak SMK yang memiliki kemampuan melebihi anak Kuliah (sudah terjadi bukan hanya hoax atau asumsi) pada kemampuan praktek atau teknis.

Namun kenapa perusahaan lebih mengapresiasi lulusan S1 melalui CV mereka? Karena dalam kuliah kita diajarkan untuk lebih kritis dan teoritis, masalah perusahaan bukan hanya internal (inovasi produk yang kita kembangan) tetapi ada eksternal yaitu bagaimana cara mempertahankan perusahaan dan mengikuti peraturan yang ditetapkan nasional atau internasional contoh ISO/SNI.

Menurut saya sendiri, melihat berdasarkan pengalaman langsung orang di sekeliling saya, lulusan SMK terkadang memiliki skill praktikal yang jauh lebih unggul dibanding mahasiswa ataupun mereka yang lulusan perguruan tinggi. Namun memang secara teoritis mereka masih kurang. Salah satu cara untuk mereka bisa mengejar hal tersebut dan dapat bersaing di dunia kerja adalah dengan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, tidak harus sarjana, melainkan bisa melalui pendidikan vokasi, entah itu diploma atau pun sarjana terapan. Karena dengan hal tersebut mampu menguatkan skill praktikal dan menambah ilmu mereka agar ketika lulus mampu menjadi lulusan yang terampil serta kompeten di bidangnya.

Saya juga bertanya tanya kenapa seseorang yang lulusan SMA/SMK selalu dipandang berbeda dan kualitas mereka dinilai lebih rendah dengan seseorang yang lulusan S1. Sebenarnya seseorang dengan lulusan SMA/SMK tidak menutup kemungkinan untuk bisa lebih unggul dan dapat bersaing dengan orang lulusan S1. Tapi mereka selalu saja dipandang berbeda, mungkin seperti yang kak tiara bilang :

Seseorang yang kuliah pada umumnya akan mendapatkan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang spesifik sesuai dengan jurusan dan bidang yang mereka pilih, yang belum tentu hal itu dapat ditemukan saat berada dalam jenjang pendidikan SMA/SMK yang masih mempelajari pelajaran secara general dan untuk bidang pelajaran khusus sesuai jurusan juga hanya dasarnya saja.

Namun supaya dapat bersaing dengan orang lain untuk dapat bekerja di sebuah perusahan pengetahuan dan pendidikan tidaklah cukup harus ditambah dengan berbagai pengalaman yang didapatkan dari berbagai organisasi, seminar, workshop, magang dan pengalaman lainnya yang bisa memberikan value lebih pada diri kita.