Kupas Tuntas Biopolimer

https://i1.wp.com/warstek.com/wp-content/uploads/2015/05/Metabolix3_14726690856455.jpg?resize=600%2C445&ssl=1

Polimer adalah material yang dibentuk oleh satuan struktur berupa monomer yang berulang. Polimer dibuat berasal dari sintetis, semisintesis, dan polimer yang tersedia di alam atau alami. Polimer sintesis adalah polimer yang banyak dan umum digunakan, namun permasalahan muncul berkaitan dengan produk habis pakai (limbah) maupun dengan sumber bahan baku untuk sintesis polimer itu sendiri. Limbah polimer sintesis menimbulkan pencemaran lingkungan yang sulit diurai, sedangkan bahan baku polimer sintesis berasal dari minyak bumi yang merupakan sumber tak terbarukan yang dapat habis sewaktu-waktu. Maka dari itu, banyak aplikasi dan penelitian tentang polimer beralih pada polimer alami.

Polimer alami atau disebut juga sebagai biopolimer adalah material polimer yang berasal dari alam. Biopolimer dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu:

  1. Polimer yang diproduksi oleh sistem biologi seperti oleh hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme
  2. Polimer yang disintesis secara kimia tetapi merupakan turunan dari senyawa alami yang diproduksi oleh sistem biologi seperti gula dan asam amino (Allan, 1993).
  3. Polimer alami salah satu contohnya adalah pati, yang merupakan bentuk polimer sebagai penyimpan energi. Pati termasuk dalam jenis polisakarida dan merupakan kopolimer yang tersusun atas dua jenis unit penyusun yang berbeda, yaitu amilose dan amilopektin yang bisa dipisahkan menurut kelarutan.

Amilosa memiliki berat molekul 30.000 sampai 1 juta yang berarti memiliki DP 295 sampai 9804, sedangkan amilopektin memiliki berat molekul diatas 1 juta yang berarti memiliki DP minimum sebesar 3610, namun tentu masih dibawah polimer sintesis. Derajat polimerisasi ini termasuk bernilai kecil, bila dibandingkan dengan polietilen. Dengan berat molekul terendah 100.000 dan tertinggi hingga 6.000.000, DP yang dimiliki polietilen mencapai 3572 hingga 214.286. Harga ini masih jauh diatas DP selulosa yang mempunyai DP yang cukup besar diantara polimer alami hingga 15.000 (Stevens, 2001). Kecilnya DP mengindikasikan bahwa polimer alami mempunyai rantai yang pendek. Pendeknya rantai ikatan ini menjadikan kelemahan bagi polimer alami dalam hal ketahan (durabilitas), namun menjadikan kebihan dalam hal mampu urai (degradabilitas), dimana semakin rendah berat molekul dan derajat polimerisasi, maka polimer akan semakin cepat terdegradasi.

Polimer alami terutama pati, memerlukan suatu proses dengan kondisi khusus untuk mengubahnya ke dalam struktur material plastik biopolimer. Proses tersebut adalah gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan proses yang melibatkan air dan pemanasan hingga tercapai suhu tertentu, yang merupakan suhu gelatinisasi dimana suhu gelatinisasi ini biasanya berada diatas temperatur transisi gelas (Tg). Gelatinisasi bertujuan untuk mengubah struktur pati yang berupa polimer semi-kristalin menjadi amorf. Pengubahan itu diawali dengan terputusnya ikatan hidrogen pada molekul pembentuk pati (amilosa dan amilopektin), dimana pemutusan ikatan tersebut terjadi karena pemanasan. Setelah ikatan hidrogen putus, air dapat masuk ke granula pati sehingga pati mengalami penggembungan (swelling). Kemudian terjadi peningkatan ikatan hidrogen antara air dengan molekul penyusun pati. Pada tahap ini dapat dikatakan bahwa pati telah terplastisasi oleh air. Penambahan sejumlah plasticizer akan meningkatkan mobilitas segmental dan ruang bebas (free volume) polimer serta menurunkan atau melemahkan ikatan intermolekular.(Pradipta, 2012)

Sumber:

  • Steven, Malcolm. P. 2001. “Kimia Polimer”. Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Iis S. Jakarta: Pradnya Paramita.
  • Pradipta, I Made D. dan Mawarani, Lizda J. 2012. “Pembuatan dan Karakterisasi Polimer Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Glukomanan Umbi Porang”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Fisika, FTI, ITS