Kritik apa saja yang ditujukan terhadap Teori Organisasi Klasik ?

Teori organisasi klasik

Teori organisasi klasik memiliki asumsi bahwa organisasi selalu memiliki susunan yang rasional dan logis, baik secara ekonomis maupun pencapaian efisiensi. Dengan kata lain, bagi teori organisasi klasik rasionalitas, efisiensi dan keuntungan ekonomis adalah tujuan organisasi.

Kritik apa saja yang ditujukan terhadap Teori Organisasi Klasik ?

Dengan menempatkan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke 19, dapat dipahami bahwa pemikiran para ahli teori organisasi kiasik sangat dipengaruhi oleh gagasan Etika Protestan (yang dikemukakan oleh Max Weber) dan kemudian juga dipengaruhi oleh gagasan Puritanisme, yang sesuai dengan kondisi lingkungan pada masa itu. Selain itu, harapan yang besar terhadap hasil dari revolusi industri, pada masa itu juga berkembang usaha untuk menggunakan segala sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam, secara maksimal. Untuk mewujudkan semua itu, pada masa itu kebutuhan akan adanya pelaksanaan fungsi-fungsi sistematis organisasi mulai dirasakan.

Kondisi yang demikian telah mendorong berkembangnya pemikiran tentang organisasi, terutama pada segi manajemen atau pengorganisasian sumber-sumber yang ada: Teknik-teknik baru dan proses produksi mulai dikembangkan dan diterapkan, terutama didasari oleh pemikiran untuk menggunakan mesin-mesin yang lebih diutamakan dari pada penggunaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja setengah terampil apalagi yang tidak terampil. Dalam pandangan para ahli teori klasik, dengan memenemukan "cara terbaik dalam melakukan pekerjaan", maka para pekerja akan bekerja dengan lebih baik dan lebih keras. jadi, kalau makin banyak sumber-sumber yang dapat dikelola, maka akan makin besar pula hasilnya.

Teori klasik ini terutama menaruh perhatian pada organisasi formal. Organisasi dipandang terbebas dari pengaruh lingkungan. Hasil dan perubahan serta respon dari suatu rangsangan senantiasa dapat diperkirakan sebelumnya. Jadi, dalam pandangan teori klasik, organisasi itu merupakan sistem yang tertutup. Selain itu, karena kemampuannya untuk melakukan funsgi-fungsinya, organisasi juga dipandang sebagai sitem yang mekanistik dan deterministik.

Pandangan para ahli teori klasik pada perkembangannya kemudian mendapatkan penilaian dan kritik dari para ahli teori organisasi pada masa sesudahnya. Kelemahan-kelemahan yang menjadi sumber dari kritik itu terutama:

1. Lemahnya bukti empiris

Suatu kritik umum tetapi sangat serius terhadap pandangan para ahli teori klasik adalah kelemahan dalam ketelitian dan kerangka analisis yang menyeluruh. Meskipun para ahli teori organisasi klasik menunjukkan keunggulankeunggulan dari beberapa susunan organisasi, tetapi argumentasinya seringkali bersifat sepihak (one sided). Selain itu, para ahli teori organisasi klasik tidak menunjukkan kriteria-kriteria obyektif yang dipergunakan untuk menentukan pemilihan metode dalam studi mengenai organisasi.

Kelemahan-kelemahan ini telah membuat para pengritik teori organisasi klasik melihat pandangan atau pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik lebih menyerupai sebuah “pepatah” atau “peribahasa”, yang sama sekali tidak memiliki kebenaran secara empiris maupun penerapannya secara universal. Para pengritik teori klasik ini juga menilai abhwa teori klasik itu lebih merupakan suatu yang dapat memberi petunjuk (prescriptive), dari pada suatu penjelasan (descriptive) atau penjelasan secara analitis.

2. Kesalahan dalam melihat Organisasi sebagai sistem yang tertutup, mekanistik dan deterministik.

Para ahli teori organisasi klasik memandang lingkungan bersifat stabil. Mereka berpandangan bahwa struktur organisasi dapat diciptakan semudah orang membangun sebuah rumah, yaitu selangkah demi selangkah. Jika organisasi telah dibentuk maka organisasi itu secara mudah akan berjalan dengan lancar dan efisien, terutama melalui penjabaran tugas-tugas, penjabaran kebijakan-kebijakan dan pembuatan aturan. Individu kemudian akan menempati posisi-posisi dalam organisasi dan segera melakukan tugas pekerjaannya sesuai dengan fungsi masing-masing. Adanya disiplin, kepatuhan pada perintah, adanya hirarki akan memungkinkan fungsi- fungsi tersebut dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, manusia yang diasumsikan rasional itu, akan bekerja lebih keras jika berhadapan dengan ganjaran ekonomis yang lebih besar.

Pemikiran yang demikian dinilai oleh para pengritik terlalu menyederhanakan kenyataan yang ada. Asumsi yang digunakan dalam membangun pemikiran para ahli teori klasik terlalu banyak kelemahannya. Asumsi bahwa tidak ada pengaruh dari lingkungan pada organisasi dinilai sangat tidak tepat. Sudah sangat dipahami bahwa lingkungan tidaklah bersifat stabil, tetapi dinamis dan organisasi selalu memiliki hubungan yang erat dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat lingkungan. Organisasi selalu mendapatkan sesuatu dari lingkungannya sebagai masukan (input), kemudian ditransformasikan menjadi suatu keluaran (output) bagi lingkungan. Apa yang dapat diperoleh oleh suatu organisasi selalu ditentukan oleh lingkungan, demikian juga apa yang menjadi produk dari organisasi juga selalu ditentukan oleh lingkungan. Setiap organisasi selalu memiliki kelenturan dan memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga organisasi dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan dan secara demikian dapat menjaga kelangsungan hidupnya dalam situasi lingkungan yang selalu berubah. Jadi organisasi tidaklah merupakan suatu sistem yang tertutup dan bersifat mekanis, tetapi organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka dan organis sifatnya.

Pada sisi yang lain, para ahli teori klasik menempatkan manusia sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi seperti sebuah komponen mekanis, yang semua tanggapan atas suatu stimulus selalu dapat diperkirakan dengan pasti. Asumsi bahwa manusia itu rasional, terutama dalam hubungannya dengan ganjaran dan insentif ekonomis, menunjukkan bahwa manusia itu secara mendasar dimotivasi oleh ganjaran ekonomis. Pekerja akan bekerja lebih keras jika diberikan insentif lebih besar. Asumsi yang mendasari pemikiran ini oleh para pengritik teori klasik dinilai tidak lengkap dan tidak akurat. Manusia sebagai individu memiliki kebutuhan yang kompleks, tidak hanya kepuasan yang didasarkan pada perolehan uang atau ganjaran ekonomi semata.

Manusia juga tidak selalu bertindak sebagai individu semata, tetapi manusia juga sebagai anggota dari suatu kelompok. Manusia tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang mudah “diletakkan” dimana saja, juga tidak dapat dilihat sebagai instrumen yang sama sekali tidak berdaya, atau sekedar tambahan dari suatu mesin. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk melakukan modifikasi terhadap pekerjaan yang dihadapinya. Manusia memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan dan penyesuaian-penyesuaian dan juga memiliki kemampuan untuk menerima atau menolak sesuatu, sehingga sebenarnya manusia tidak dapat dipandang sekedar sebagai sesuatu yang dapat “diletakkan” dimana saja. Para ahli teori klasik menempatkan manusia pada posisi pasif yang sangat tergantung dalam organisasi. Posisi pasif dan tergantung ini pada dasarnya sangat bertentangan dengan kenyataan bahwa manusia itu memiliki inisiatif dan kemandirian tertentu.

3. Pengabaian terhadap faktor manusia sebagai fokus perhatian dalam pengkajian anatomi organisasi.

Para ahli teori klasik karena memiliki obsesi pada rasionalitas, tujuan ekonomis dan efisiensi maka pusat perhatiannya lebih tertuju pada bagianbagian besar dalam anatomi suatu organisasi. Pemikiran yang demikian melihat bahwa bagian-bagian memiliki spesialisasi yang diperlukan untuk memaksimalisasi keluaran (output), dengan mengunakan seminimal mungkin masukan (input). Perhatiannya terletak pada susunan organisasi, pengelompokan kegiatan, pembagian kerja, lingkup pengawasan dan sebagainya, tetapi tidak mengkaji bagaimana dampak dari hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam organisasi terutama terhadap keberadaan unsur manusia.

Para teori klasik melihat organisasi beroperasi seperti bagaimana air mengalir dalam sebuah pipa yang lurus dan tanpa rintangan, saluran-saluran dalam organisasi menjadi saluran bertindak dimana tindakan dan komunikasi terjadi tanpa adanya interupsi. Kritik terhadap pemikiran yang demikian antara lain didasarkan oleh diabaikannya proses-proses yang bersumber dari interaksi antar manusia dalam organisasi, misalnya perkembangan kelompok informal yang terjadi secara spontan dan pola kepemimpinan informal yang sering lebih dominan dari kepemimpinan formal dalam mengontrol tingkah laku anggota dan sebagainya.

Para ahli teori klasik menolak untuk mengkaji masalah-masalah itu karena menurut mereka, aspek emosi dan sentimen itu tidak perlu diperhatikan karena berlangsungnya proses depersonifikasi, artinya proses yang berlangsung dalam organisasi lebih mementingkan aturan dari pada emosi dan sentimen dari manusia. Dalam birokrasi misalnya, emosi dan sentimen telah dengan sendirinya diabaikan ketika aturan-aturan yang jelas diberlakukan.

Para ahli teori kalsik dipandang telah mengabaikan konflik dan ketegangan yang terjadi dalam hubungan antar manusia dalam organisasi. Dalam pandangan mereka, konflik dan ketegangan akan hilang dengan sendirinya karena dalam organisasi telah dilakukan penjabaran dan penjelasan mengenai tugas dan pekerjaan masing-masing secara rinci, penjabaran dan penjelasan kebijakan- kebijakan, penerapan aturan-aturan dan sebaginya. Dengan mengajukan argumentasi yang demikian, para ahli teori klasik telah mengabaikan proses-proses personal yang menyertai proses-proses yang secara formal berlangsung dalam organisasi.

4. Terlalu percaya pada kekuatan konsep-konsep utama

Para ahli teori organisasi modern tidaklah menolak prinsip-prinsip yang diajukan oleh para ahli teori organisasi klasik, tetapi para ahli teori modern telah melakukan modifikasi-modifikasi terhadap prinsip-prinsip yang diajukan oleh para ahli teori organisasi klasik tersebut. Selain itu, para ahli teori organisasi modern juga mengajukan kritik terhadap beberapa konsep utama dari para ahli teori klasik yang terlalu dipercaya sebagai pilar penyangga dan mendasari pemikiran mereka.

Konsep utama seperti pembagian kerja, proses berjenjang dan fungsional, struktur, lingkup pengawasan telah mendapat sorotan karena di dalamnya terkandung kelemahan-kelemahan. Selain itu, penggunaan tipe ideal sebagai model penjelasan merupakan sesuatu yang tidak berdasar bukti empiris.

Pembagian kerja terlalu dipercaya mampu menggerakkan proses-proses dalam organisasi. Pada hal sebenarnya, kesulitan paling awal dalam hal pembagian kerja ini adalah tidak mudahnya membagi aktifitas-aktifitas yang ada, karena tidak ada dasar yang tepat untuk melakukan pengelompokan kegiatan orang, kegiatan maupun tempat yang dapat diterapkan. Pembagian kerja telah menyebabkan terjadinya proses depersonifikasi, pengabaian keberadaan unsur manusia dalam organisasi, terutama pada tingkat operasional sehingga hubungan antara manusia telah melemah. Pembagian kerja telah menyebabkan satu bagian dengan bagian yang lain memiliki fungsi yang berbeda, saling bebas, memiliki spesialisasi sendiri- sendiri, tetapi masing-masing harus mendukung pencapaian tujuan bersama. Kondisi yang demikian akan selalu menghasilkan adanya ketegangan dan tekanan-tekanan tertentu pada tiap-tiap bagian. Dalam kondisi yang demikian masalah koordinasi selalu muncul, karena tiap bagian harus mendukung pencapaian tujuan bersama, sehingga tiap bagian itu harus bekerja secara harmonis dalam bekerjasama antar bagian. Ini tidaklah mudah dilakukan, selain juga menghasilkan ketegangan- ketegangan antar bagian karena tuntutan-tuntutan pencapaian tujuan secara keseluruhan.

Masalah lainnya, pembagian kerja yang terspesialisasi telah melahirkan tekanan pada individu karena harus melakukan tugas-tusa yang sama dan berulang- ulang. Akibatnya individu akan berada pada situasi yang monoton sehingga muncul kebosanan dan ketidak nyamanan dalam kerja. Akibat yang lebih jauh,situasi yang demikian akan melahirkan keterasingan secara psikologis dan sehingga dapat mengganggu proses kerja dan peningkatan produktifitas. Kondisi ini juga menyebabkan kemampuan individu menjadi terbatas dan tidak mengalami perkembangan, bahkan mengalami stagnasi atau kemandegan dalam peningkatan kemampuan secara individual.

Kelemahan lain terletak pada struktur dan proses-proses fungsional berjenjang, terutama yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Para ahli teori kalsik berpendapat bahwa melalui program administrasi personalia yang rasional, akan dengan mudah ditentukan orang yang akan menduduki posisi tertentu dalam organisasi serta wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada kenyatannya hal itu tidak mudah dilakukan, karena ternyata tidak pernah ada kriteria atau instrumen yang dapat dengan tepat dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan kapasitas seseorang. Di samping itu, dalam organisasi, segala sesuatu tidak dikerjakan semata-mata hanya didasarkan kemampuan seseorang dan berdasarkan hubungan kewenangnan saja, tetapi berdasarkan sesuatu yang kompleks. masalah yang muncul akan bertambah luas jika dikaitakan dengan lingkup pengawasan dan spesialisasi yang terjadi pada bagian- bagian serta terjadinya desentralisasi dalam organisasi.

Semua ini menunjukkan bahwa pada kenyatannya prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik yang disandarkan pada konsep-konsep utama seperti itu, ternyata memiliki kelemahan, terutama karena terlalu percaya pada kekuatan dari konsep-konsep utama tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi sasaran kritik sekaligus arena dari adanya modifikasi terhadap prinsipprinsip yang diajukan oleh para ahli teori organisasi modern.