Kondisi Politik Kedua Jerman Pra-Reunifikasi Yang Saling Mengipaskan

Terdapat empat periode dalam sejarah politik Jerman Timur. Partai politik penguasa di Jerman Timur adalah Sozialistische Einheitspartei Deutschlands (Partai Persatuan Sosialis Jerman/SED). Partai ini didirikan pada tahun 1946 melalui penggabungan Partai Komunis Jerman (KPD) dan Partai Demokrat Sosial Jerman (SPD) sesuai dengan perintah Soviet. Namun, SED berubah secara cepat menjadi partai komunis setelah anggota yang berpemikiran demokrat sosial disingkirkan.

Setelah runtuhnya komunisme, SED berganti nama menjadi Partai Sosialisme Demokrat (PDS) yang ada selama satu dekade setelah reunifikasi sebelum pada akhirnya bergabung dengan WASG untuk membentuk Partai Kiri (Die Linke). Partai Kiri terus menjadi kekuatan politik di beberapa wilayah Jerman, walau tidak sekuat SED.

Pemerintah menggunakan uang dan harga sebagai alat politik, dengan memberikan harga yang telah disubsidi untuk produk barang dan jasa dasar dasar, yang dikenal sebagai “paket pembayaran kedua”. Pada tingkat produksi, harga artifisial dibuat untuk sebuah sistem semibarter dan penimbunan sumber daya. Untuk konsumen, hal itu menyebabkan penggantian uang RDJ dengan waktu, barter, dan valuta kuat. Ironisnya, perekonomian sosialis menjadi semakin tergantung pada bantuan keuangan dari pinjaman valuta kuat dari Jerman Barat. Sementara mata uang Jerman Timur menjadi tidak berharga dika dibandingkan dengan Deutsche Mark (DM).

Berbeda dengan kehidupan politik di Jerman Barat yang sangat stabil dan teratur. Bermulai pada era Adenauer (1949-63) diikuti oleh periode singkat di bawah Ludwig Erhard (1963-66) yang pada gilirannya, digantikan oleh Kurt Georg Kiesinger (1966-69).

Ketimpangan ekonomi dan sosial-politik yang besar antara kedua negara terdahulu membuat pemerintah harus menyediakan subsidi untuk integrasi penuh Jerman Timur ke Republik Federal Jerman. Hal itu menyebabkan deindustrialisasi di wilayah Jerman Timur, dan penyebab kegagalan integrasi tersebut masih diperdebatkan. Beberapa kritikus Barat berpendapat bahwa ekonomi wilayah timur yang terdepresiasi merupakan akibat dari inefisiensi ekonomi sosialis.

Tanggal 9 November 1989, Tembok Berlin runtuh. Sampai tanggal 3 Oktober tinggal tersisa 329 hari. Bagi para politisi Jerman Barat dan Timur, masa tersebut merupakan hari-hari perundingan rumit dengan keputusan penting. Kesulitan terutama dihadapi politisi Jerman Timur, yang sebagian besar memang baru memegang jabatan. Dari pemerintahan kesatuan sosialis, para anggota parlemen yang terpilih dalam Pemilu Maret 1990, membentuk struktur pemerintahan federal dengan mendirikan negara-negara bagian baru, yang nantinya bisa disatukan dengan negara Jerman Barat.

Selain itu, aparat pengawasan pemerintah dihapuskan dan mata uang Deutsche Mark mulai diberlakukan. Bahwa semuanya harus berjalan dengan cepat, memang bisa dipahami. Sejak gerakan reformasi melanda Eropa Timur, di mana-mana warga menuntut kebebasan untuk melakukan perjalanan dan menuntut perubahan sistem politik.

Angin pembaharuan sistem politik dipicu oleh slogan “Glasnost dan Perestroika” atau tranparansi dan reformasi, yang dihembuskan oleh bekas Uni Soviet. Glasnost dan Perestroika menyebar cepat, menimbulkan demonstrasi-demonstrasi besar di negara-negara Eropa Timur. Rudolf Seiters masih ingat, “Ini menyangkut masalah kendali yang sangat hati-hati terhadap satu proses, yang bukan hanya menimbulkan kekhawatiran serta ketakutan di Moskow saja, akan tetapi juga di negara-negara Eropa Barat.”

Bagaimana cara pandang kalian terhadap strategi reunifikasi Jerman ini yang berhasil melalui perjuangan tak kalah berat dari kemerdekaan Indonesia misalnya?

sumber: Proses Reunifikasi Jerman – DW – 03.10.2014