Kenapa Stres Memengaruhi Kebiasaan Makan Seseorang?

stress memengaruhi kebiasaan makan

Apakah Anda tipe orang yang suka makan saat stres, atau justru jadi tidak nafsu makan saat sedang banyak pikiran? Memang, perilaku makan saat stres dapat berubah dengan berbagai cara. Tiap individu mempunyai caranya sendiri untuk merespon stres yang dialaminya. Namun, kebanyakan individu merespon stres dengan cara makan lebih banyak dari biasanya. Mengapa bisa terjadi?

1 Like

Hubungan antara stres dengan perilaku makan
Penelitian telah banyak menunjukkan hubungan antara stres dan makanan. Pada saat stres, orang-orang biasanya mencari makanan yang mengandung kalori tinggi atau lemak tinggi. Padahal, saat Anda stres, tubuh Anda juga bisa menyimpan lebih banyak lemak. Sehingga, stres, asupan makan yang meningkat, dan penyimpanan lemak yang lebih banyak bisa menyebabkan Anda mengalami kelebihan berat badan.

Banyak orang dewasa melaporkan bahwa mereka adalah golongan orang yang makan saat stres, alias lebih banyak makan atau makan makanan yang tidak sehat saat dirinya merasa stres. Menurutnya, perilaku makan seperti ini membuat dirinya lebih bisa menghadapi stres yang ia rasakan. Beberapa lainnya juga melaporkan bahwa ia makan untuk membantu mengelola stresnya. Rupanya, stres memang sangat berpengaruh pada perilaku makan Anda, mulai dari nafsu untuk makan, banyaknya makanan yang Anda ambil, sampai pemilihan makanan Anda.

Stres dapat mengganggu keseimbangan pada tubuh. Sehingga, tubuh akan bereaksi terhadap stres untuk mengembalikan keseimbangannya dengan cara menghasilkan respon fisiologis. Salah satu keseimbangan tubuh yang terganggu saat Anda stres adalah fisiologis tubuh yang berhubungan dengan asupan makan.

Bagaimana stres bisa mengubah perilaku makan?
Perilaku makan seseorang bisa berubah untuk merespon stres. Hal ini tergantung dari seberapa besar stres yang sedang Anda rasakan. Terdapat dua jenis stres, yaitu:

  • Stres akut, di mana stres terjadi hanya sementara – dalam waktu yang tidak lama. Misalnya saja, stres karena kemacetan di jalan. Anda dapat dengan mudah menangani stres ini.
  • Stres kronis, saat Anda mengalami masalah yang besar yang menyangkut kehidupan Anda dan lebih sulit untuk Anda tangani. Stres ini bisa berlangsung lebih lama.

Respon tubuh terhadap stres akut
Saat Anda mengalami stres akut, bagian medular otak memberikan sinyal untuk melepaskan beberapa hormon stres, seperti epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) dari kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini kemudian memicu respon “f_ight-or-flight_”, seperti peningkatan detak jantung, pernapasan, pemecahan lemak dan karbohidrat, serta tekanan darah. Pada waktu yang sama, tubuh memperlambat kerja fisiologisnya, seperti aliran darah ke sistem pencernaan, nafsu makan, dan asupan makan. Jadi, pada saat stres akut, Anda lebih mungkin untuk kehilangan nafsu makan Anda.

Respon tubuh terhadap stres kronis
Saat tubuh Anda mengalami stres kronis, hipotalamus (pusat otak yang mengontrol stres) memerintahkan kelenjar hipofisis untuk melepaskan hormon adenokortikotropin (ACTH) ke korteks adrenal. Jika stres kronis cukup berat dan berlangsung cukup lama, maka dapat mengakibatkan hormon kortisol meningkat, di mana hormon ini dapat merangsang nafsu makan selama periode pemulihan dari stres kronis. Oleh karena itu, pada orang dengan stres berat, nafsu makannya akan meningkat sehingga ia makan lebih banyak, ia akan melihat makanan sebagai objek yang dapat memberinya ketenangan.

Kortisol dengan bantuan insulin (dengan kadar lebih tinggi) juga dapat mengaktifkan enzim lipoprotein lipase dan menghambat pemecahan trigliserida yang dapat menyebabkan cadangan lemak menjadi lebih banyak. Stres kronis terbukti dapat meningkatkan penumpukan lemak di perut pada wanita. Jadi, pada saat Anda mengalami stres kronis, tubuh Anda lebih mungkin untuk menyimpan lemak lebih banyak, di samping nafsu makan Anda yang meningkat. Sehingga, kenaikan berat badan Anda atau kegemukan pun akan membayangi Anda.

Stres juga dapat memengaruhi pemilihan makan
Stres tampaknya juga memengaruhi pemilihan makan Anda. Pada saat stres, Anda lebih mungkin untuk memilih makanan dengan kandungan kalori tinggi, sehingga hal ini juga dapat berkontribusi pada kenaikan berat badan saat stres. Makanan yang mengandung kadar lemak dan/ atau gula tinggi mungkin akan memberi kesenangan tersendiri bagi orang yang sedang menghadapi stres.

Kadar hormon kortisol dikombinasikan dengan insulin yang tinggi mungkin berperan dalam pemilihan makan ini. Penelitian lain menunjukkan bahwa ghrelin (hormon yang memicu rasa lapar) dapat menyebabkan hal ini. Teori lain juga mengatakan bahwa lemak dan gula tampaknya memiliki dampak yang dapat menghambat aktivitas bagian otak yang menghasilkan dan memproses stres.

Kesimpulan
Jadi, stres dapat memengaruhi perilaku makan Anda dalam dua cara. Sebagian kecil dari Anda mungkin akan kehilangan nafsu makan saat mengalami stres dalam waktu singkat. Sedangkan, sebagian besar individu akan merespon stres dengan meningkatkan asupan makannya selama stres berat.

Penelitian oleh Dallman (2005) menunjukkan bahwa individu dengan kelebihan berat badan cenderung makan lebih banyak saat mengalami stres kronis dibandingkan dengan individu yang mempunyai berat badan normal atau kurus. Penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang menjalani diet atau yang sering menahan diri untuk makan lebih mungkin untuk makan lebih banyak saat stres daripada orang yang tidak diet atau tidak membatasi asupan makannya.

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya atau ancaman. Stres dapat menimbulkan suatu pengaruh yang tidak menyenangkan pada seseorang berupa gangguan atau hambatan dalam pengobatan, meningkatkan resiko kesakitan seseorang, menimbulkan kembali penyakit yang sudah mereda, mencetuskan atau mengeksaserbasi suatu gejala dari kondisi medis umum. Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran pencernaan sehingga beresiko untuk mengalami gastritis. Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada beban kerja berat, panik tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan maka dapat menyebabkan terjadinya peradangan
mukosa lambung atau gastritis.

Gastritis adalah proses inflamasi atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari semua tingkat usia maupun jenis kelamin tetapi dari beberapa survei menunjukkan bahwa gastritis paling sering menyerang usia produktif. Pada usia produktif masyarakat rentan terserang gejala gastritis karena dari tingkat kesibukan, gaya hidup yang kurang memperhatikan kesehatan serta stres yang mudah terjadi. Gastritis dapat mengalami kekambuhan dimana kekambuhan yang terjadi pada penderita gastritis dapat dipengaruhi oleh pengaturan pola makan yang tidak baik dan juga dipengaruhi oleh faktor stres.

Berdasarkan hasil wawancara dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gustin (2012) menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengalami gastritis didapatkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang mengalami stres (70,8%) dibanding yang tidak mengalami stres (17,1%). Seseorang yang sudah menderita gastritis apabila dalam keadaan stres dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan gastritis.

Sedangkan dalam penelitian Maulidiyah (2006) dari 90 orang responden didapatkan bahwa jumlah responden yang mengalami kekambuhan dalam kondisi stres lebih banyak pada penderita gastritis yang mengalami stres yaitu sebanyak 59 responden (84,3%) dari pada yang tidak mengalami stres yaitu sebanyak 11 responden (15,7%). Stres memiliki pengaruh terhadap kejadian gastritis dan juga berpengaruh terhadap kekambuhan pada penderita gastritis. Oleh karena itu pengendalian secara efektif berupa istirahat cukup, olahraga teratur dan relaksasi yang cukup serta dukungan positif dapat mengurangi tingkat stres pada seseorang sehingga akan membantu dalam upaya perawatan dan pencegahan kekambuhan gastritis.