Kenapa Maraknya Mental Illness di Kalangan Millennial?

190128092240-marak

Dengan perkembangan dunia yang bergerak begitu cepat, tak pelak, memahami kesehatan fisik maupun jiwa menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik. Khususnya menyoal mental illness, gangguan ini bisa dialami oleh siapa saja terutama di kalangan millenial. Mengapa ini bisa terjadi?.

Mental Illness?

Mental Illness adalah kumpulan penyakit gangguan kejiwaan yang mempengaruhi pikiran, perasaaan dan perilaku seseorang. Gangguan kepribadian ini membuat penderita sulit untuk mengetahui perilaku yang dianggap normal dan tidak. Para peneliti dari Harvard Medical School menemukan, separuh dari kasus gangguan mental dimulai dari usia sangat muda, 14 tahun dan tiga perempatnya terjadi sejak usia 24 tahun. Karena kemunculannya yang sangat dini itu, maka terapi dan penanganannya harus dilakukan sejak awal pula.

Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Kesehatan mental juga penting diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. *There is no health without mental health sebagaimana definisi sehat yang dikemukakan oleh World Health Organization (WHO) bahwa “health as a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity.

Ada berbagai macam gejala mental illnes, berdasarkan jenis gangguan mental tersebut. Gejala yang terjadi bisa menyerang fisik maupun kondisi psikologis, serta berpengaruh pada emosi dan pikiran. Contoh-contohnya antara lain:

  • Perasaan sedih dan sulit merasa bahagia
  • Kebingungan saat berpikir serta menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi
  • Perasaan cemas yang berlebihan
  • Sering merasa takut
  • Perasaan bersalah yang terus-menerus
  • Suasana hati yang sering berubah-ubah
  • Cenderung menghindar dari teman dan aktivitas yang disukai
  • Sering merasa lelah dan tidak berenergi, tapi sulit tertidur
  • Terpisah dari kenyataan, delusional atau berhalusinasi
  • Tidak mampu menanggulangi masalah atau stres
  • Sulit memahami situasi dan orang di sekitar
  • Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan penyalahgunaan obat terlarang
  • Perubahan signifikan pada pola makan
  • Perubahan pada hasrat atau dorongan seksual
  • Kemarahan yang berlebihan dan mengarah pada kekerasan
  • Pikiran untuk mengakhiri hidup

Terkadang gejala mental illness juga muncul secara fisik, misalnya nyeri punggung, sakit perut, sekit kepala atau nyeri dan rasa sakit yang tidak dapat diketahui penyebabnya.

Penyebab dan risiko mental illness

Secara umum, gangguan mental disebabkan oleh faktor yang bervariasi, dari genetik atau faktor keturunan, maupun lingkungan. Berikut ini penjelasannya:

  • Faktor genetik
    Penyakit mental bisa diwariskan dari garis keturunan. Gen tertentu bisa membawa risiko terjadinya penyakit mental.

  • Paparan saat dalam kandungan
    Konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, paparan zat kimia berbahaya dan beracun pada ibu hamil, berisiko menyebabkan gangguan pada janin, termasuk risiko gangguan mental terhadap perkembangannya.

  • Senyawa kimia di otak
    Neurotransmitter adalah zat kimia pada otak kita yang berfungsi membawa sinyal saraf ke seluruh bagian tubuh. Ketika jaringan saraf dan zat kimia ini terganggu, fungsi penerima saraf berubah, dan bisa mengarah memicu depresi maupun gangguan emosi lain.

Hati-hati, mental illness kerap ditemui di kota besar

Tinggal di kota besar dan menjalani berbagai aktivitas, ternyata bisa memengaruhi kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan, dibandingkan dengan suasana pedesaan, kaum urban kota memiliki risiko 21% lebih tinggi terhadap gangguan kecemasan atau anxiety disorder, serta 39% lebih tinggi mengalami mood disorder atau gangguan perubahan suasana hati.

Alasannya begini. Stimulasi yang terus-menerus muncul akibat kesibukan dan kebisingan kota besar bisa memicu tubuh kita untuk berada pada kondisi di bawah tekanan. Akibatnya, tubuh selalu bersiap untuk merespons dengan fight-or-flight , melawan-atau-menghindar. Ini membuat kita rentan terhadap gangguan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan dan gangguan penyalahgunaan obat.

Jadi, Kenapa Maraknya Mental Illness di Kalangan Millennial?

Dengan perkembangan dunia yang semakin maju ini Generasi Millennial atau sering juga disebut Millennials saja, adalah sebuah istilah yang populer menggantikan istilah Generasi Y (GenY). Generasi Y adalah adalah cohort (kelompok demografis) yang lahir setelah Generasi X (umum kita sebut ABG, Angkatan Bapak Gue!).

Menurut para peneliti sosial, generasi Y atau Millennials ini lahir pada rentang tahun 1980an hingga 2000. Dengan kata lain, generasi millennial ini adalah anak-anak muda yang saat ini berusia antara 15-35 tahun. Berarti aku dan kamu juga bagian dari Millenials.

Generasi Millennials yang diidentikan dengan remaja yang eksis dengan segala pencapaianya. Contohnya saja, anak muda zaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya. Percaya atau tidak, generasi millennials sering dikatakan narsis dan malas. Apakah benar? Tentu jawabannya ada pada teman-teman sekalian.

Jadi, kenapa maraknya mental Illnes di kalangan remaja?

Menurut saya salah satu penyebab mental illness yakni pergaulan. Pergaulan adalah faktor eksternal yang sangat berpengaruh dalam pribadi remaja. Pergaulan dapat memengaruhi sifat remaja, pegaulan yang baik dapat membuat sifat remaja tersebut menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Pergaulan yang buruk berpotensi memberi efek buruk pada remaja itu sendiri. Salah satu efek pergaulan buruk adalah kurangnya dukungan terhadap suatu yang baik untuk pribadi mereka. Pergaulan yang buruk akan selalu menuntun pribadi remaja pada hal yang melenceng. Hal ini menyebabkan remaja yang baik bisa terbawa arus dan memaksakan diri mereka untuk bergaul yang didasari oleh gengsi, sehingga mereka tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Sehingga, membuat remaja tersebut menjadi banyak tekanan dan beban pikiran, sehingga berujung kepada mental illness tadi.

Selain itu, komen negatif bagi remaja tersebut turut andil dalam penyebab maraknya mental illness bagi kaum millennials. Komen negatif sangat berpengaruh terhadap sifat remaja. Banyak sekali remaja di Indonesia yang menyakiti dirinya sendiri bahkan bunuh diri yang dikarenakan oleh komen dan kritikan negatif terhadap dirinya. Hal ini disebabkan oleh kecemburuan, keirian dan rasa dendam terhadap sesama. Efek dari komen negatif ini bisa berupa hilangnya rasa percaya diri, depresi, dan yang lebih buruknya adalah bunuh diri. Banyak sekali remaja merasa tertekan oleh komen tehadap dirinya, sehingga hal ini mendorong mereka untuk menyakiti dirinya sendiri bahkan bunuh diri. Kemudian, akhir dari komen negatif ini adalah rasa tidak percaya diri. Tidak percaya diri adalah faktor pemicu terjadinya mental illness. Di saat Remaja tidak percaya akan dirinya sendiri, mereka akan membandingkan dirinya kepada orang lain, lalu merendahkan dirinya sendiri. Hal tersebut memicu rasa ketidakamanan pada pribadi remaja karena mereka selalu membatasi diri mereka sendiri untuk berekspresi.

Dari beberapa faktor tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa maraknya terjadi mental illness pada kaum millennials adalah tuntutan yang semakin tinggi, banyak dari generasi millenial yang terbebani dengan pikiran yang berlebihan. Tak heran, jika menurut WHO, anak muda jaman sekarang khususnya generasi millenial rentan akan mental illness. Salah satu yang sering dipikirkan secara berlebihan adalah menyoal tentang masa depan terutama masalah ekonomi. Semakin tingginya biaya hidup beberapa tahun ke belakang membuat kebanyakan generasi millenial tertekan atas kondisi yang akan mereka hadapi semisal pekerjaan yang tidak menentu dan cicilan rumah atau kendaraan, sehingga apa yang belum mereka capai dapat membuat beban pikiran bagi remaja tersebut. Sehingga, dapat mempengaruhi pikiran, perasaaan dan perilaku seseorang. Dan juga, jangan membandingkan diri kita dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Kay Redfield Jamison:

“Saya membandingkan diri saya dengan diri saya sebelumnya, bukan dengan orang lain. Tidak hanya itu, saya cenderung mmebandingkan diri saya saat dengan yang terbaik yang pernah saya miliki, yaitu ketika saya sudah manic midly . Ketika saya adalah diri saya yang “normal” saat ini, saya jauh dari ketika saya telah menjadi orang yang paling produktif, paling hidup, paling kuat, paling ramah dan paling semangat. Singkatnya, bagi saya sendiri, saya adalah tindakan yang sulit untuk diikuti”.

Untuk itu, kita sebagai generasi millennials seharusnya bisa menjaga diri kita serta memperbanyak melakukan hal yang positif bagi diri sendiri. Dalam hal memilih pergaulan sebaiknya kita harus bisa menyaring teman yang dapat membawa kita kepada perubahan, bukan membuat kita banyak beban pikiran nantinya. Karena sesuai apa yang dikatakan oleh Guy de Maupassant:

"Pikiran yang sakit dapat melahap daging tubuh lebih dari demam atau konsumsi”.

Daftar Pustaka

  • Guy de Maupassant: Le Horla et autres contes fantastiques
  • Kay Redfield Jamison: An Unquiet Mind: A Memoir Of Moods and Madness
  • Dumilah Ayuningtyas. Analisis Situasi Kesehatan Mental Pada Masyarakat Di Indonesia Dan Strategi Penanggulangannya. 2018
  • Jurnal Cowok. Generasi Millennials.2016
  • Salma Digna Awwali Firdi. Insecure.suara com. 2019*
1 Like