karena hal itu tidak dialami oleh orang lain dan mereka penasaran akan hal apa yang terjadi, bagaimana keadaannya, ataupun siapa korbannya untuk memastikan bahwa bukan kerabat terdekat.
Namun ada istilah yang dikenal dengan Bystander Effect yaitu kondisi seseorang melihat situasi darurat, namun tidak melakukan tindakan apapun untuk membantu atau menghentikannya . semakin banyak jumlah saksi mata, semakin kecil kemungkian salah satu dari mereka akan menolong.
menurut Latané dan Darley, difusi atanggung jawab menjadi alasan mengapa orang memilih hanya diam saat terjadi situasi darurat. artinya, orag akan lebih tergugah untuk menolong saat melihat orang lain tampak siap untuk turun tangan. saat ada banyak saksi di sekitar mereka, rasa keharusan dan tanggung jawab untuk membantu akan semakin berkurang.
sebuah studi menunjukkan bahwa ketika orang sedang sendirian, persentasenya untuk membantu orang lain yang tengah mengalami masalah mencapai 75%. tetapi ketika prang tersebut tidak sendirian, hanya 31 persen yang mau menolong. ada fenomena anonimitas yang muncul ketika orang berada dalam sebuah kelompok atau kerumunan. mereka cendrung melakukan hal-hal yang tidak akan pernah dilakukan saat sedang sendirian.
alasan umum mengapa orang mengalami difusi tanggung jawab saat keadaan darurat, yaitu:
- takut terseret dalam bahaya
- takut disalahkan atau menjadi tersangka
- merasa bahwa ia tidak memiliki kekuatan atau kapasitas untuk membantu
- melihat reaksi orang lain untuk memahami situasi sebenarnya.
- berasumsi bahwa orang lain lebih memenuhi syarat untuk membantu
seseorang akan cenderung membantu jika ia mengenal korban,memiliki kemampuan bela diri, mempunyai pengalaman danpelatihan medis, serta pernah menjadi korban dari situasi yang serupa.
Referensi
Sehatqu.com Artikel Bystander Effect
Selain rasa iri, perasaan senang melihat orang lain susah dapat juga dipengaruhi oleh rasa putus asa dan insecure karena harga diri atau kepercayaan diri yang rendah. Menurut Catherine Chambliss ketua departemen Psikologi dan Ilmu Saraf di Ursinus College, Pennsylvania, orang yang suka melihat orang lain susah bisa dipengaruhi oleh gejala depresi yang mungkin dimiliki oleh orang tersebut
Perasaan senang saat melihat orang lain susah, menurut peneliti dari Department of Psychology Mercer University, dikenal dengan nama schadenfreude. Schadenfreude juga dapat diartikan sebagai “sukacita dalam kerugian”. Istilah ini diambil dari bahasa Jerman, yaitu “Schaden” yang berarti kerugian dan “Freude” berarti sukacita.
Menurut Wilco W. van Dijk, dosen psikologi Universitas Leiden di Belanda, mengatakan bahwa orang yang menertawakan kesialan orang lain mungkin menganggap ada sesuatu dalam kejadian tersebut yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Mungkin juga mereka merasa lebih baik atau lebih beruntung daripada yang tertimpa kemalangan.
Apakah itu normal? Menurut Mina Cikara, peneliti tentang konsep schadenfreude yang diterbitkan dalam jurnal Annals of the New York Academy of Sciences, senang melihat orang lain menderita itu normal. Kurangnya rasa empati pada sesama juga bukan berarti orang tersebut mengidap gangguan kejiwaan tertentu. Ini adalah respon yang manusiawi dan banyak dirasakan oleh orang lain juga. Namun dalam kasus yang jarang terjadi, schadenfraude bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih berbahaya.
menurut aku itu termasuk salah satu dark happines, karena yang seharusnya kebahagian itu muncul karena adanya situasi atau kondisi yang positif. tapi pada fenomena ini yang seharusnya muncul itu adalah emosi sedih, namun malah emosi bahagia yang muncul, maka ini dapat dikatakan, sebagai dark happines, dimana tipe kebahagian yang salah. (Gruber et al, 2011).
Sumber :
Gruber, J., Mauss, I. B., & Tamir, M. (2011). A dark side of happiness? How, when, and why happiness is not always good. Perspectives on psychological science , 6 (3), 222-233.