Kenapa banyak orang suka Dorama Jepang?

Dorama Jepang

Saat ini, boleh jadi penggemar drama korea atau sinetron India lebih “berkuasa” di layar kaca. Namun jauh sebelum drama korea masuk ke Indonesia, dorama Jepang lebih dulu menyita perhatian. Hingga kini pun, meski tak lagi hadir di televisi, tetapi penggemar dorama Jepang masih tersebar dimana-mana. Bagi yang masih awam mungkin akan muncul pertanyaan, “Kenapa banyak orang suka dorama Jepang?”

Bulan lalu, Sinemapedia melakukan survei yang diikuti oleh 60 responden. Berikut ini urutan jawaban untuk pertanyaan tersebut berdasarkan suara tertinggi :

  1. Tema bermacam-macam, mulai dari kedokteran, kriminal, sampai penyiar televisi (70.9%)
  2. Dorama Jepang itu kreatif dan agak nyeleneh (54.5%)
  3. Pemainnya cakep dan cantik (32.7%)
  4. Romantis (18.2%)
  5. Realistis (16.4%)

Boleh jadi karena mayoritas responden adalah mahasiswa Sastra Jepang di salah satu universitas unggulan Indonesia, maka muncul pula jawaban yang sebenarnya bukan termasuk opsi dalam survei, yakni bahwa dorama Jepang disukai karena bisa belajar bahasa. Tetapi kalau kita timbang lagi, seharusnya ini bukan jawaban mengejutkan, mengingat salah satu rekomendasi yang umum diberikan bagi siapa saja yang sedang belajar bahasa asing adalah nonton film, atau dalam hal ini, dorama.

Lebih Dari Sekedar Percintaan, banyak dorama Jepang bertema percintaan, seperti Itazura na Kiss, Proposal Daisakusen, Orange Days, Rich Man Poor Woman, dan lain sebagainya. Tapi, tema dorama Jepang tidak monoton melulu percintaan. Berbagai hal bisa diceritakan, sehingga lebih dari sekedar menghibur.

Misalnya, dorama jadul ***Anchor Woman (News no Onna)***. Ceritanya mengikuti lika-liku dunia kerja dan kehidupan pribadi seorang penyiar wanita. Mendekati klimaks, karirnya sebagai pembawa berita primetime dijegal setelah mengungkap skandal yang melibatkan salah satu “orang kuat”. Selain seru, menonton dorama ini bisa membuka mata kita akan seluk beluk dibalik pemberitaan televisi.

Kemudian juga ada Code Blue. Perjuangan tim medis darurat disorot dalam dorama yang digawangi oleh Yamashita Tomohisa dan Yui Aragaki ini dengan sangat realistis. Selain Code Blue, masih ada lebih dari selusin dorama Jepang lain yang berlatar dunia medis, seperti Jin, Doctor X, dan Iryu : Team Medical Dragon.

Sekedar profesi guru pun bisa jadi dorama memikat, seperti yang bisa dilihat di Kazoku Game, atau dorama adaptasi manga Great Teacher Onizuka (GTO) dan Gokusen. Saking legendarisnya, GTO sampai dua kali dibuat dorama, pertama pada 1998 dengan tokoh utama diperankan Takashi Sorimachi, dan kedua pada 2012 dibintangi Akira dari band EXILE.

Tema klasik seperti polisi dan dunia kriminal juga bisa diolah jadi tidak biasa di tangan Dorama Jepang. Terbukti dari sederetan judul dorama dengan kandungan suspense beragam mulai dari yang rendah (live action Detektif Conan) sampai tinggi banget (Bloody Monday), atau agak konyol mengocok perut (Bitter Blood).

Demikian pula topik seperti olahraga bisbol, ternyata bukan hanya seru sebagai pertandingan di lapangan, tetapi menjadi dorama menarik di Rookies. Dan salah satu responden survei ini bahkan menyebutkan dorama Amachan tentang penyelam wanita di Tohoku yang menjadi media promosi pariwisata. Cuma itu? tentu tidak. Masih ada beragam dorama lainnya yang menarik, kocak, serta menyimpan banyak pelajaran positif dan inspiratif. Padatnya kesan dan pesan bisa menarik banyak orang suka dorama Jepang.

Menurut saya drama ini juga Tidak Konvensional. Kreativitas dorama Jepang bukan cuma bisa ditilik dari beragamnya tema, melainkan juga plot dan penuturan yang tidak konvensional. Cerita cinta klise dimana gadis bodoh jatuh cinta pada cowok paling cakep di sekolah bisa bikin penonton ketawa-ketiwi di Itazura na Kiss. Pertemuan pria kaya dengan gadis miskin di Rich Man Poor Woman pun tak berakhir seperti kisah Cinderella biasa.

Banyak pula dorama diadaptasi dari manga, anime, atau novel populer. Biarpun ada perdebatan tentang apakah dorama adaptasi itu dikategorikan “dorama” atau “live action”, tetapi tak bisa dielakkan kalau proses adaptasi itu merupakan salah satu trik kreasi tersendiri. Apalagi, dorama hasil adaptasi semacam itu tidak selalu mengikuti jalan cerita aslinya. Sebaliknya, versi live action malah bisa jadi memunculkan karakter, plot, dan ending yang berbeda dengan aslinya.

Namun meski kreativitas melanglang buana, kebanyakan dorama mempertahankan “sense of realism” yang kadang absen di tayangan televisi dan film. Saat menonton dorama Jepang, jika seorang karakter dikatakan tak beruang, maka kita bisa yakin dia tidak akan mengeluarkan gadget keluaran terbaru. Salah satu responden menyebutnya sebagai totalitas, dimana ketika satu karakter miskin, maka baju-nya pun jelek sejelek-jeleknya.